Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Istana Sang Pemaaf

3 Juni 2022   04:00 Diperbarui: 15 Oktober 2022   22:13 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pertengahan Juni setahun yang lalu.


Ilman mengendarai mobil di malam yang makin mengelam. 

Seharian ini, ia bersama tim auditor melakukan kunjungan ke sebuah perusahaan popok sekali pakai milik klien di Karawang. Kunjungan dan meeting dengan klien berlangsung hingga pukul 20.00 WIB. Mereka sudah disiapkan kamar di sebuah hotel, tetapi Ilman lebih memilih pulang.


Jalanan mulai sepi. Hanya sesekali Ilman berpapasan dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Maklumlah, pada pukul 22.10, sebagian orang sudah tiba di rumah mereka sambil menikmati minuman hangat dan camilan ringan. Bahkan, sebagian lagi mungkin sudah meringkuk di kasur empuk di kamar mereka yang nyaman.


Ilman menguap beberapa kali. Kafein pada kopi yang ia minum tadi, ternyata tidak berpengaruh banyak. Pemuda tampan beralis tebal itu mengucek-ucek matanya untuk menghilangkan kantuk.


Tiba-tiba, sekitar 5 meter di hadapannya, sebuah motor melintas dari pertigaan sebelah kiri Ilman. Ia yang tidak siap, terkejut dan segera membanting setir ke kanan. Nahas, gerakan tiba-tiba membuat mobil yang dikendarainya oleng dan berakhir ketika menabrak pohon besar di pembatas jalan.


Ilman merasakan nyeri di beberapa bagian tubuhnya. Cairan hangat ia rasakan mengaliri pelipisnya. Beberapa menit kemudian, ia baru menyadari bahwa dirinya terjepit oleh badan mobil yang diikuti rasa sakit luar biasa di bagian kaki. Ia merasakan pandangannya gelap, lalu tak ingat apa-apa.


***


"Pak, sarapannya dimakan dulu." Seorang gadis berseragam perawat menegur Ilman. Satu jam lalu, ia mengantarkan makanan untuk pemuda berhidung bangir itu, tetapi hingga kini makanan itu masih terlihat utuh.
Lelaki berusia 27 tahun itu bergeming. Meskipun wajahnya dihadapkan ke arah jalanan yang mulai ramai, pandangannya tampak kosong. 

Ilman mengalami fraktur pada tulang kaki kanan akibat kecelakaan yang menimpanya tiga bulan lalu. Dokter yang menanganinya mengatakan, manajer akuntansi itu akan mengalami kelumpuhan sementara.


Ayna, sang perawat, mendekati kursi roda Ilman sambil membawa sepiring nasi goreng kesukaannya. Dua minggu paska operasi, pihak keluarga memintanya untuk menjadi perawat tetap. Gadis yang senantiasa menjaga dirinya dengan berhijab itu tampak sabar melayani Ilman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun