Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Dilipat Waktu

18 Maret 2022   09:26 Diperbarui: 20 Maret 2022   21:46 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyia-nyiakan waktu. sumber: pixabay.com/Myriams-Fotos

Rona kemerahan dan oranye yang disebarkan sinar matahari oleh partikel debu dan partikel aerosol lain sangat menawan bagi Aksa. 

Hampir setiap pagi ketika bias memukau pada cakrawala terbit, Aksa abadikan melalui lensa kamera atau ponsel di mana pun berada. 

Keindahan cakrawala di waktu fajar mengingatkannya pada Aruna, seorang gadis yang sempurna secara fisik, cerdas serta memiliki keteguhan dalam menjaga kehormatan diri dan agamanya. 

Rona kemerahan sang surya yang memantul pada wajah tirus itu membuat kecantikannya berkilau. Aksa terpukau. Lukisan keindahan fajar tercetak sempurna pada wajah Aruna sehingga membentuk siluet estetik tanpa cela.

Aksa melangkah ringan, seakan-akan ada magnet yang menariknya hingga menyisakan sedikit jarak dari Aruna. Seperti sudah mengenal lama, Aksa mengucapkan untaian kata yang ditujukan pada gadis berkerudung biru pastel itu tanpa canggung.

"Sang surya selalu terbit dari satu titik yang sama, tetapi cahayanya melingkupi segala arah," ujar Aksa tanpa mengalihkan pandangan dari lukisan langit yang menawan. "Apa pendapatmu tentang matahari terbit?"

"Tidak ada yang lebih tepat janjinya selain matahari. Ia akan terbit setiap pagi pada titik dan waktu yang sama tanpa sedikit pun ingkar," ucap Aruna. Pandangannya tak lepas dari ufuk timur. 

"Hidup adalah campuran cahaya matahari dan hujan, tawa dan air mata, kebahagiaan dan rasa sakit. Namun, tak ada awan yang tak bisa ditembus matahari," pungkas Aruna.

Sejak pertemuan itu, Aksa tak pernah bisa menghapus wajah ayu bermata jeli itu dari ingatan hingga mendorongnya untuk mengenal Aruna lebih dekat. 

Keelokan budi dan kelembutan hati Aruna telah mencuri hatinya. Pada Aruna, Aksa mantap melabuhkan cinta dan membajakan tekad untuk memenangkan hatinya.  

"Aku tidak ingin cinta semu menjadi alasan agar kita bisa bersama," ucap Aruna ketika Aksa menyatakan isi hatinya. "Jika kamu serius, temuilah abangku! Ucapkan apa yang kamu janjikan dan mintalah aku padanya!"

Sepekan kemudian, Aksa mendatangi kediaman Aruna. Seorang lelaki berusia 30-an tahun menyambutnya hangat.

"Hanya ada dua lelaki dalam hidup Aruna. Lelaki pertama yang menjadi imam keluarga ini meninggalkan kami tanpa kabar," ucap Danu ketika Aksa menyatakan keinginannya menyunting Aruna. 

"Saya lelaki kedua dalam hidup Aruna. Dengan segala keterbatasan sebagai kakak dan tulang punggung keluarga ini, saya berusaha membahagiakan Aruna."

Danu menatap Aksa dalam, bagai hendak menyelami isi hatinya. "Jika kamu ingin bersama Aruna, berikanlah kebahagiaan sejati seorang lelaki kepada wanitanya!"

"Saya berjanji akan membahagiakan Aruna dan menjaga hatinya agar tidak tergores sedikit pun." Aksa berikrar dengan sorot mata penuh keyakinan.

Dua bulan setelah lamaran, Aksa dan Aruna menggelar pesta pernikahan. Rona bahagia terpancar dari wajah kedua mempelai dengan sorot mata penuh cinta.

Selanjutnya, hari-hari yang mereka lalui dalam pernikahan terasa manis bak madu. Aksa dan Aruna merasakan kebahagiaan di setiap denyut nadi mereka, terlebih ketika bayi perempuan mungil hadir di tengah-tengah kehidupan mereka.

Namun, Aksa beranggapan bahwa memberikan kebahagiaan dengan cinta tulus saja tidak cukup. Hari-hari yang ia lalui, kini disibukkan dengan bekerja hingga ia melupakan keluarga kecilnya. 

Keuletan Aksa membuahkan hasil. Semua kebutuhan hidup terpenuhi dengan berbagai fasilitas mewah.

Sayangnya, Aksa tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari hati Aruna. Perhatian tulus Aksa yang mewujud dalam hal-hal kecil tidak lagi Aruna dapatkan. Bahkan, sang istri merasa Aksa tidak lagi menjadi dirinya sendiri.

Hingga suatu hari, Aruna jatuh pingsan. Dengan panik, Aksa membawa sang istri ke rumah sakit. Setelah melalui berbagai rangkaian pemeriksaan medis, penyataan dokter membuat Aksa terhenyak. 

Aruna didiagnosa menderita leukemia. Aruna tidak pernah menceritakan sakitnya karena khawatir akan mengganggu aktivitas sang suami. Seketika rasa bersalah menyelimuti hati Aksa.

Namun, pena telah diangkat dan tinta takdir telah kering dituliskan. Tiga bulan setelah perawatan intensif, nyawa Aruna tidak bisa diselamatkan. 

Kepergian sang istri membuat dunia Aksa bagaikan runtuh. Kepedihan dirasakan hingga palung hatinya. Separuh jiwa Aksa seperti tercerabut dan menyisakan rongga besar di hatinya.

Kini hanya penyesalan yang menguasai hati Aksa. Semua kerja keras dan waktu yang ia korbankan terasa sia-sia. Aksa telah salah mendefinisikan kebahagiaan. 

Andai bisa melipat waktu, ia akan kembali pada masa ketika mereka dipertemukan pertama kali. Aksa akan selalu di samping belahan jiwanya hingga ajal menjemput.

Warna warni kehidupan tidak lagi terlihat indah bagi Aksa. Kicau burung kehilangan suara merdunya. Angin yang berembus, tak lagi menyejukkan hatinya. 

Akan tetapi, mataharinya tidak boleh redup. Aksa berjanji akan menjadi matahari yang memancarkan sinarnya tanpa pamrih dan memberi kebahagiaan sejati pada putrinya. Ia berharap cahaya yang diwariskan pada Ayda, buah cintanya dan Aruna, dapat menembus awan segelap apa pun.

~ Tamat ~

Baca  juga:

"Aku adalah Waktu"

"Mengukir Asa"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun