Mohon tunggu...
Tata Tambi
Tata Tambi Mohon Tunggu... Guru - mengajar, menulis, mengharap rida Ilahi

Belajar menulis. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sayangi Binatang Anda! (Petani 2 Negeri #35)

3 Februari 2025   05:15 Diperbarui: 2 Februari 2025   17:52 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak beberapa waktu lalu, ada sebuah kardus besar berisi 30 anak ayam kampung pemberian seseorang. Keberadaan ayam-ayam kecil itu kebetulan bersamaan dengan datangnya musim liburan semesteran. Sehingga jadilah aktivitas anak-anak memberi makan unggas-unggas berbulu kapas itu.

Beberapa hari pertama mereka begitu antusias, bangun pagi hari, terus dipegangi, dikasih makan hingga malam hari. Tempat makan tidak pernah kosong, bahkan berlebih. Sampai-sampai saya harus mengingatkan dia akan pekerjaan lain yang ia tinggalkan gara-gara ayam itu.

Itulah alur cerita khas para bocah, selalu diawali dengan klimaks yang kepagian. Setelah itu, bisa ditebak, antiklimaks yang juga terburu-buru. Bahkan, saya sampai harus adu mulut tiap hari dengan anak agar ia segera memberi makan ayamnya. Jangan sampai binatang tak berdaya lagi tak berdosa tadi terzalimi.

Sambil marah, sebenarnya saya juga senyum-senyum kecil. Bagaimana tidak, perilaku anak saya adalah cermin perilaku saya di usia yang sama, walaupun tidak separah dia. Mungkin saya termasuk orang tua yang suka membela diri dan tidak mau kalah dengan anak, ya.

Ingon-ingonan saya dulu yang berupa ayam, merpati, marmut, dan kambing itu sesekali juga kadang tidak saya berikan haknya secara layak. Kadang karena jam sekolah yang mundur, tapi lebih seringnya karena asyik dapat mainan baru, nguber layangan, mandi di sungai, cari buah, cari kijing, cari tunas dari biji, atau dolanan lainnya.

Ajaibnya, ketika saya pulang, kambing sudah terikat di padang rumput. Tembolok para unggas telah menggelembung. Tugas saya telah diambil alih seorang wanita yang menyayangi anaknya dan piaraan anaknya. Itulah ibu saya, beliau hanya sesekali berbicara, tapi lebih banyak bertindak. Semoga Allah menyayangi orang tua kita sebagaimana mereka menyayangi kita sewaktu kita kecil. Khusus untuk ibu saya, semoga Allah menyayanginya, sebagaimana ia menyayangi saya dan piaraan-piaraan saya sewaktu saya kecil.

Apa kabar sapi atau kerbau yang biasa kita gunakan untuk membajak sawah atau menarik hasil panen? Binatang piaraan yang telah kita gunakan jasa mereka ini? Apakah kita telah memberikan haknya, berupa makan, minum, dan istirahat yang cukup? Apakah penggunaan tenaga mereka tidak berlebihan? Beberapa hadis berikut adalah untaian kasih sayang Islam terhadap para binatang. Semoga kita termasuk muslim yang penyayang pada semua makhluk ciptaan-Nya.

Abdullah bin Ja'far menuturkan bahwa suatu hari Rasulullah memasuki kebun orang Anshar. Tiba-tiba seekor unta mendatangi beliau sambil merintih dan berlinang air mata. Rasulullah mengelus  pangkal telinganya dan ia pun menjadi tenang. "Siapa pemilik unta ini?" tanya beliau. Lalu datanglah seorang pemuda Anshar dan mengatakan, "Dia milik saya, wahai Rasulullah." Beliau menegurnya, "Tidakkah kau takut Allah dalam memperlakukan binatang yang Allah kuasakan padamu ini? Dia tadi mengadu padaku bahwa kau menyakiti dan menyiksanya" (HR Ahmad, 1.745, dan Abu Dawud, 2.549. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 2.269).

"Ketika seorang pria menggiring seekor sapinya, ia menaikinya sambil memukulnya. Si sapi mengatakan, 'Sesungguhnya kami tidak diciptakan untuk ini (kendaraan). Kami diciptakan untuk membajak" (HR Al-Bukhari, 3.471 dan Muslim, 2.388).

Imam Adz-Dzahabi mengatakan, "Sapi ini dikehendaki berbicara oleh Allah di dunia dalam rangka membela diri, bahwa ia tidak seharusnya disakiti dan tidak boleh dipergunakan untuk selain tujuan penciptaannya. Barangsiapa membebaninya di luar batas kemampuannya atau memukulnya tanpa alasan, di hari kiamat kelak akan dibalas sesuai dengan pukulan dan siksaannya" (Al-Kaba’ir, I/205).

Jabir menceritakan bahwa Nabi pernah melewati seekor keledai yang dicap wajahnya. Beliau bersabda, "Semoga Allah melaknat orang yang mencapnya (dengan besi panas) (di wajah)" (HR Muslim, 2.117).

Dalam riwayat lain disebutkan, "Rasulullah melarang memukul di wajah dan mencap (dengan besi panas) di wajah" (HR Muslim, 2.116).

Ibnu Umar pernah mendengar, "Nabi melarang mengurung binatang atau selainnya hingga mati" (HR Al-Bukhari, 5.514).

Masih dari perawi yang sama, "Nabi melaknat memutilasi (memotong anggota badan) binatang (dalam keadaan hidup)" (HR Al-Bukhari, 5.515).

Lebih indah daripada itu, Islam tidak hanya menjamin keselamatan fisiknya, bahkan melukai perasaannya pun dilarang. Menakut-nakuti, membuat sedih, dan menyusahkan mereka adalah kejahatan dalam pandangan Islam. Agama kita yang mulia memerintahkan agar kita juga berbuat baik, kepada hewan sekalipun, terhadap fisik maupun perasaannya.

"Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada apa pun. Jika kaliau membunuh, bunuhlah dengan baik. Jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan baik. Hendaknya salah seorang di antara kalian menajamkan goloknya dan melegakan sembelihannya" (HR Muslim, 1.955).

Suatu ketika, Nabi melewati seorang pria yang sedang meletakkan kakinya di atas lambung seekor domba sambil mengasah goloknya, sedang domba itu memandanginya dengan kedua matanya.

"Kenapa tidak sebelum ini? Apakah kau hendak membunuhnya dua kali?" tegur beliau (HR Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, 3.590. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 24).

"Kami pernah mengadakan perjalanan bersama Rasulullah," kenang Ibnu Mas'ud, "Ketika beliau sedang pergi untuk suatu keperluan, kami melihat seekor unggas dengan dua anaknya. Kami mengambil kedua anaknya lalu unggas itu datang sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Tiba-tiba Nabi datang sambil berkata, 'Siapa yang membuat marah binatang ini dengan anaknya? Kembalikan anaknya kepadanya!" (HR Abu Dawud, 2.675, Ibnu Abi Syaibah, 196, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, 4.143 dan Al-Mu’jam Al-Kabir, 10.375. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 25)

Sedang hadis-hadis  di bawah ini adalah tentang pahala besar berbuat baik kepada binatang lain yang bukan milik kita sekalipun. Nabi berkisah, "Di saat seorang pria sedang menempuh perjalanan, terasalah panas yang sangat olehnya. Ia lantas menemukan sumur dan segera menuruninya lalu minum. Ketika keluar, ternyata ia dapati seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya sambil memakan tanah karena begitu panasnya. 'Anjing ini merasakan kehausan yang sangat seperti yang barusan kurasakan,' gumamnya. Ia lantas menuruni sumur itu, memenuhi sepatunya dengan air, ia bawa ke atas dengan menggigitnya lalu memberi anjing itu minum. Allah pun berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya."

"Wahai Rasulullah, benarkah kita mendapat pahala karena berbuat baik kepada binatang?" tanya para sahabat.

"Ya. Kebaikan kepada setiap yang bernyawa mengandung pahala," jawab beliau (HR Al-Bukhari, 60.09 dan Muslim, 2.244).

Bahkan, seorang wanita pelacur diampuni dosanya oleh sebab empatinya pada binatang terlunta bernama anjing. Nabi berkisah, "Sesungguhnya seorang wanita pelacur melihat seekor anjing pada hari yang sangat terik yang mondar-mandir mengitari sumur sembari menjulurkan lidahnya karena begitu hausnya. Ia kemudian melepas sepatunya dan mengambil air dengannya lantas memberinya minum. Ia pun diampuni" (HR Muslim, 2.245).

Padahal, anjing adalah binatang yang tidak boleh dipelihara, kecuali untuk beberapa kepentingan yang diperbolehkan agama. Kata Nabi, "Barangsiapa memelihara anjing, akan dikurangi pahalanya setiap hari sebesar satu qirath, kecuali anjing untuk menjaga pertanian atau anjing penjaga ternak" (HR Al-Bukhari, 2.322 dan Muslim, 1.575).

Dalam riwayat lain, "Kecuali anjing penjaga tanah atau anjing pemburu" (HR Muslim, 1.574).

Beliau juga bersabda, "Sesungguhnya para malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar" (HR Ahmad, 16.369  dan Ibnu Majah, 3.650). Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, 1.963).

Bila menyantuni binatang najis semisal anjing mendapat pahala dan wanita pelacur tadi mendapat ampunan, sebaliknya, wanita yang menyiksa binatang juga mendapat azab karena hal itu. Rasulullah menuturkan, "Ada seorang wanita yang disiksa lantaran seekor kucing yang dikurungnya sampai mati, sehingga ia pun masuk neraka karenanya. Ketika mengurungnya, ia tidak memberinya makan, tidak pula memberinya minum. Ia juga tidak melepaskannya agar bisa memakan binatang melata" (HR Al-Bukhari, 3.482 dan Muslim, 2.242).

Bila pahala berbuat baik terhadap anjing yang aslinya binatang najis begitu besarnya, padahal kenal pun tidak, berjasa apalagi, bagaimana pula jika binatang itu adalah binatang-binatang yang kita rasakan langsung kemanfaatannya, alias jasanya? Bukankah tidak berperikehewanan memperlakukan binatang itu dengan cara yang menyakitkan?

Bila demikian besar perhatian Islam terhadap makhluk tak berakal, bagaimana pula terhadap manusia yang bekerja untuk kita? Para buruh, pekerja, dan rekan bertani kita? (Serial Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #35)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun