Mohon tunggu...
Tasya NurhalizaPutri
Tasya NurhalizaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Transportasi Becak yang Terlupakan di Era Digital

18 Desember 2022   10:15 Diperbarui: 18 Desember 2022   10:37 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan zaman saat ini yang serba digital, hampir dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan jasa layanan online untuk kebutuhan sehari-hari. Karena hampir seluruh masyarakat telah memiliki gadget sebagai salah satu alat komuikasi yang efektif dan praktis. Ditambah semua yang diinginkannya dapat terpenuhi secara cepat dan mudah hanya dengan melalui gadget saja.

Sejak munculnya pandemi Covid-19 pada tahun 2020 di Indonesia, terjadi perubahan berskala besar yang dialami oleh seluruh masyarakat. Seperti halnya sekolah yang dialihkan menjadi online, berbagai toko ditutup kemudian beralih ke online, dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk tetap bertahan hidup dan mencegah adanya peningkatan kasus pasien positif Covid-19.

Tak terkecuali dalam hal pelayanan moda transportasi online yang sejak awal pandemi hingga kini semakin marak di tengah masyarakat. Persaingannya pun terjadi semakin besar antar para pekerja moda transportasi online. Seperti halnya masyarakat yang terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi beralih profesi menjadi pekerja transportasi online. Lalu, bagaimana nasib para pekerja transportasi tradisional dalam menghadapi situasi saat ini?

Salah satunya adalah transportasi tradisional becak. Becak merupakan salah satu alat transportasi tradisional yang keberadaanya masih ada hingga saat ini. Walaupun sudah banyak becak yang beralih menjadi becak motor (bemo), tetapi masih ada beberapa becak yang tradisional. Seperti halnya becak milik Marsudi (57) yang masih membutuhkan tenaga manusia untuk menggerakannya.

Marsudi (57) merupakan seorang pekerja becak tradisional yang merasakan dampak besar pada kemajuan teknologi saat ini. Ia mengatakan bahwa untuk mencari penumpang sudah sulit dan jarang ada penumpang yang mau naik becak lagi. Bahkan terkadang sehari pun tidak ada penumpangnya sama sekali. Kini keberadaan becak tradisional hampir punah dan mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Padahal becak tradisional merupakan alat transportasi umum yang ramah lingkungan.

Meskipun becak tradisional masih menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, namun hal tersebut tidak membuat para pekerja mengeluhkannya. Para pekerja becak tetap memilih untuk bertahan dikarenakan adanya keterbatasan usia jika mencari pekerjaan lain.

"Karena saya sudah tua mau usaha juga gak punya modal, paling kalau gak bisa apa-apa ya pulang kampung usaha di sana," ujar Marsudi (57) ketika diwawancarai di Pangkalan Becak Gintung pada Rabu (07/12/2022).

Selain menjadi tukang becak, Marsudi (57) mengatakan bahwa ia bersama pekerja becak lainnya sering diajak untuk membantu bekerja membangun rumah atau biasa disebut dengan pekerja kuli bangunan. Ia juga menambahkan terkadang ia membantu bawa barang ke berbagai tempat. Menurutnya dari pekerjaan tersebutlah yang membuat penghasilannya bertambah dibandingkan hanya menarik becak saja.

Kini keberadaan becak memang sudah terbatas, hanya di wilayah tertentu saja yang masih dapat beroperasi. Marsudi (57) mengatakan bahwa ia dahulu menarik becak di daerah Depok dan sekitarnya. Namun karena sudah tidak diberlakukan lagi becak di Depok, maka ia memilih pindah ke daerah yang masih diizinkan becak beroperasi. Terlebih becak tersebut merupakan milik pribadi sehingga harus dimanfaatkan untuk mencari nafkah sehari-hari.

Sebelum adanya Covid-19, becak masih menjadi salah satu transportasi alternatif pilihan masyarakat. Menurut pengguna jasa becak, Sadiyah (71) mengatakan bahwa ia sebelum adanya Covid-19 sering menggunakan becak sebagai alat transportasi sehari-hari. Alasannya adalah karena ia sudah terbiasa dan merasa mudah untuk menjangkau becak yang ada.

"Karena saya sudah tua dan gaptek jadi saya memilih becak sebagai transportasi sehari-hari. Apalagi saya sudah mengenal beberapa tukang becak dan mempunyai nomor telepon pribadinya jadi memudahkan saya untuk memesan becak," tutur Sadiyah ketika ditemui di kediamannya pada Selasa (13/12/2022).

Transportasi tradisional becak memang masih diminati oleh kalangan lanjut usia (lansia) karena keberadaan becak yang telah lama beroperasi di lingkungan masyarakat. Selain itu juga karena banyak lansia yang belum terbiasa dengan jasa transportasi online. Sejak virus Covid-19 merajalela di seluruh wilayah Indonesia, transportasi online semakin eksis dan menjadi pilihan utama masyarakat.

Namun, Sadiyah (71) memiliki pandangan yang berbeda. Ia mengatakan keraguannya dalam menggunakan jasa transportasi online. Karena ia merasa kesulitan dalam memesannya dan merasa cukup lama untuk menunggu kedatangannya. Sehingga ia lebih memilih untuk menggunakan jasa transportasi jika diperlukan.

"Kalau saya pribadi lebih memilih becak tetapi untuk masyarakat yang masih muda mungkin lebih memilih transportasi online. Saya terkadang merasa ragu ketika menggunakan jasa online karena tidak terbiasa dan kadang suka menunggu lama," tuturnya.

Walaupun demikian, Sadiyah (71) mengatakan bahwa ada kesulitan ketika menggunakan jasa becak yaitu ketika membayar. Alasannya adalah karena becak tidak menerapkan tarif pasti yang sesuai dengan jaraknya. "Mudah untuk dijangkau, hanya saja saya terkadang bingung mau bayar berapa yang padahal jangkauannya dekat tetapi saya merasa kasian karena mereka menggunakan tenaga sendiri," ujarnya.

Sadiyah (71), berharap untuk ke depannya masyarakat tetap menggunakan jasa becak sebagai pilihan transportasi alternatif dengan tujuan untuk menolong para pekerja becak mencari nafkah. Sehingga, becak dapat bertahan di tengah gempuran transportasi online yang sedang merajalela ini. 

Penulis: Tasya Nurhaliza Putri, NIM 11210511000171, Mahasiswi Jurnalistik Semester 3, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun