Mohon tunggu...
Tasyah Wahyuni
Tasyah Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang

Saya hobi menulis dan membaca buku, genre yang saya sukai adalah Self Improvement.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika dan Moralitas Menuntut Ilmu: Kajian QS. Al-Kahfi Ayat 60-82

13 Desember 2023   21:26 Diperbarui: 13 Desember 2023   22:15 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diriwayatkan bahwa air tidak memasuki perahu tersebut, ketika melihat Khidir berbuat demikian lalu Musa melepaskan bajunya dan menyumbat lubangnya. Setelah mendapat protes seperti itu kemudian Khidir mengingatkan tentang perjanjiannya sejak awal bahwa tidak boleh bertanya apapun. Kemudian nabi Musa As menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada Khidir.

g. Qs. Al-Kahfi ayat 74-76, meminta untuk diberi kesempatan dalam belajar (mengulang), ketika melakukan kesalahan Pada ayat 74-76 itu mengkisahkan tentang perjalanan nabi Musa As dengan nabi Khidir As, yaitu perjalanan yang kedua setelah kesalahan yang dilakukan oleh nabi Musa As yang kemudian dimaafkan oleh Khidir As. Mereka berjalan hingga bertemu seorang anak kecil, kemudian Khidir As membunuhnya, karena perbuatan itu Musa As pun protes terhadapnya dan mengannggap bahwa Khidir As telah melakukan sesuatu yang mungkar, atas protes tersebut kemudian nabi Khidir As mengingatkan bahwa Musa As telah melakukan kesalahan yang kedua. Kemudian nabi Musa As meminta maaf dan meminta kesempatan sekali lagi untuk mengikuti Khidir As. Oleh karena itu kita sebagai penuntut ilmu ketika melakukan kesalahan maka berhak untuk meminta kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut, maksimalnya adalah sampai 3 kali kesalahan. Jika sudah melakukan kesalahan yang ketiga maka penuntut ilmu harus menerima konsekuensi atas kesalahannya tersebut.

h. Qs. Al-Kahfi ayat 77-78, murid harus terima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan
Pada ayat 77-78 adalah mengisahkan tentang perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir yang ketiga yakni mereka berjalan hingga memasuki sebuah negeri yang penduduknya tidak mau menjamu mereka (penduduk yang pelit), kemudian mereka
mendapatkan sebuah dinding rumah yang hamper roboh di negeri tersebut, kemudian Khidir As membantu memperbaikinya. Karena perbuatan tersebut kemudian Musa As memberikan saran kepada nabi Khidir As untuk meminta upah kepada si pemilik rumah, setidaknya hanya untuk memberikan minum. 

Namun Khidir Aa pun mengingatkan Musa kembali bahwa ini adalah perpisahan antara kita (Musa dan Khidir), karena Musa telah melakukan kesalahan yang ketiga sehingga harus menerima konsekunsinya, sesuai dengan apa yang dikatakan sebelumnya, bahwa dia (Musa) tidak akan mengikuti Khidir lagi ketika melakukan kesalahan yang ketiga. Oleh karena itu kita sebagai penuntut ilmu harus meneriama konsekuensi ketika kita melakukan kesalahan dan sudah diberi kesempatan, namun kita mengulangi kesalahan itu lagi sebanyak 3 kali, maka kita harus menerima konsekunsi atau hukuman yang diberikan oleh guru.

4. Reinterpretasi Nilai Penghormatan Kepada Guru Dalam Konteks Kekinian

Kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidir As dalam surat al-Kahfi ayat 60-82 tidak secara langsung dapat ditafsirkan dalam konteks penafsiran tarbawi (pendidikan). Akan tetapi, ayat ayat tersebut mengandung nilai-nilai yang penting dalam pendidikan, yakni penghormatan tinggi yang dilakukan Nabi Musa As sebagai murid kepada Nabi Khidir As sebagai sang guru. 

Nilai tersebut dapat kita simpulkan dari permintaan/permohonan izin Nabi Musa As kepada Nabi Khidir As untuk berguru kepadanya, komitmen dalam menaati perintahnya, permintaan maaf setelah melakukan kesalahan, dan lain-lain yang telah penulis paparkan di atas. Jika cerita Nabi Musa As tersebut dilihat dengan cerita kehidupan Nabi Musa As yang lain dalam al-Qur'an, akan kita temukan nilai-nilai pendidikan lain.

Nabi Musa dilukiskan sebagai Nabi yang ketika bayi dihanyutkan ke sungai untuk menghindari kekejaman Fir'aun. Al-Qur'an tidak menyinggung secara jelas sosok kedua orang tuanya, terutama ayahnya, namun disebutkan bahwa Nabi Khidir merupakan guru dari Nabi Musa.

Jika mendadabburi al-Qur'an, akan kita temukan bahwa tugas mendidik anak merupakan tanggungjawab orang tua (Al-Tahrim: 6), atau kerabat terdekatnya. Di dalam ayat yang lain, al-Qur'an menyatakan bahwa anak adalah al-'aduw (musuh). Peringatan al-Qur'an tentang kehadiran anak sebagai musuh menunjukkan bahwa anak sesungguhnya tidak bisa dianggap sebagai hasil hubungan biologis suami istri semata. Orang tua harus memberikan hak dan kewajiban kepada anak, begitu pula sebaliknya. Apabila kedua belah pihak mendapatkan hak dan kewajibannya maka tidak akan permusuhan.

Salah satu kewajiban orang tua yakni mendidik anaknya, tugas tersebut biasanya dialihkan kepada guru sebagai pendidik di lembaga pendidikan. Menurut Nasr, guru adalah murabbi (pendidik), yang menjadikannya berkedudukan lebih tinggi daripada hanya seorang Muallim (pengajar). Dalam bahasa arab guru disebutkan dengan istilah mu'allim, murabbi, mudarris, dan mu'addib. Keempat terma tersebut, memiliki makna subtil yang berbeda-beda.

Pertama, mu'allim berasal dari kata 'allama, secara istilah diartikan kepada penggambaran seseorang (guru) yang mempunyai kompetensi keilmuan yang sangat luas. Kedua, murabbi berasal dari kata raba-yarbu, yang berarti: bertambah dan bertumbuh. Maka guru sebagai murabbi berarti mempunyai perana dan fungsi membuat pertumbuhan, perkembangan, serta menyuburkan intelektual dan jiwa peserta didik. Ketiga, mudarris yang berasal dari kata darasa yang berarti: meninggalkan bekas. Maka guru sebagai mudarris mempunyai tugas dan kewajiban membuat bekas dalam jiwa peserta didik. Bekas itu merupakan hasil pembelajaran yang berwujud perubahan perilaku, sikap, dan penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan mereka. Keempat, mu'addib merupakan isim faildari kata addaba yang berarti sopan. Maka guru sebagai mu'addib mempunyai tugas membuat anak didiknya menjadi insan yang berakhlak mulia sehingga mereka berperilaku terpuji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun