Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Tergantungnya Mata Mungil

6 November 2018   12:16 Diperbarui: 6 November 2018   13:43 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalanan kembali ramai. Barisan truk-truk pengangkut barang sibuk menghujat sombongnya lampu jalan. Sedari tadi ia hanya diam dan terus menghitung mundur laju kendaraan. Klakson-klakson mengering sudah dipaksa berteriak kencang. Begini ternyata suasana ibukota. Dimana-dimana penuh saingan. Kasihan rem kendaraan, berulang kali mengeram kesakitan. Apa itu...?

Tak sengaja kutangkap sepasang mata mungil menatapku. Ia tersenyum. Lalu ia berbisik pada wanita di sampingnya. Kupastikan ia adalah ibunya. Ibu dan pemilik mata mungil itu kini menatapku secara bersamaan. Ada dua hal yang berputar pada kepalaku saat ini melihat mereka tak jemu menangkap suasana tentangku. Mungkinkah mereka berpikir sama seperti tempayan, atau malah ia juga iri seperti saudara-saudaraku. Tetapi atas dasar apa? Beragam tanya kini berkutat di kepala. Alih-alih pergi, mereka justru mendekat. Aku seperti kehilangan atmosfer yang kupunya. Dunia serasa sempit. Jantungku berdebar. Bukan aku takut ataupun gentar mengahadapi mereka. Hanya saja senyuman tulus dari sepasang mata mungil itu serasa mencekik belum ada yang tersenyum padaku seperti itu. Selain tuan semuanya mendengki padaku.

" Yang itu Ali...?" mata mungil itu mengangguk. Tak lama pemilik toko menyambut mereka. Mata sipit itu kemudian menanyakan maksud kedatangan mereka di sini. Aku tak mau lagi memperhatikannya. Kupalingkan wajah agar mereka tak menyadari posisiku. Malangnya mata mungil itu tetap berhasil menemukanku. Ia raih tubuhku dan mendekapku erat. Seolah-olah tak ingin aku lepas.

" Mulai sekarang kau jadi temanku, kopiah."

Aku tertegun. Darimana mata mungil mengetahui namaku. Bukankah tuan memberiku nama itu agar aku menjadi istimewa? Aku celingukan. Barangkali sebelum pergi tuan memberi papan nama di sebelahku. Aku kebingungan. Lidahku kelu menyadari ternyata otakku buntu. Semua permainan kata ini melelahkan. Saudara-saudaraku saja riuh saat tuan mendeklarasikan namaku. Aku bangga karena itu. bagaimana pemilik mata mungil ini mengetahui namaku? Caping, saudara yang paling tua menyebutku " sok istimewa". Sebabnya adalah karena ia iri tuan membuatku dari kain yang indah sedang ia dari bambu.

" Yang ini Bu." Suara mata mungil menyadarkanku.

" Alhamdulillah... di kota ini jarang sekali yang jual kayak gini. Kaki anak saya sampai kesemutan jalan keliling-keliling untuk mencarinya." Seperti selebritis. Wajahku berkerut seketika. Aku tersanjung mendengar usaha seseorang untuk bersua denganku. Kelangkaankulah yang membuatku istimewa.

Dengan penuh kasih, mata mungil menggendongku. Ia biarkan tubuhku nyaman di dalam ranselnya. Di sanalah dapat kurenggangkan setiap sendi. Ternyata berposisi beberapa jam saja sudah cukup membuat sakit pinggangku.

***

Menyingsing sore, senja datang ditemani rintik hujan yang kesepian. Burung-burung berpayung angin kencang menghadang sayap keriuhan. Bertumpuk-bertumpuk jemuran disisihkan. Mengantarkan sekelebat asa pulang. Aku terlelap. Tak kusangka berpejam mata aku di dalam ransel tanpa sedikitpun kehabisan napas. Mata mungil mengeluarkanku dengan bahagia. Ia dudukkan aku pada sebuah meja kayu di tengah ruang santap. Tak seutuhnya dapat kulihat ia. Lensaku dipenuhi semut-semut nakal. Aku masihlah mengantuk.

" Tunggu disini, ya!" Ucap mata mungil padaku. Paling tidak aku mulai terbiasa olehnya. Sinar surya menerobos masuk jendela berpagar besi di atas sana. Menyilaukan mata jika aku punya mata. Beruntung yang kupunya hanya lensa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun