Mohon tunggu...
Tasya Ratri Putriyana
Tasya Ratri Putriyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hello... Selamat datang di laman Tasya, semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Hukum Ekonomi Syariah: Belum Adanya Bank Syariah di Indonesia yang Masuk Kategori Buku 4

1 Oktober 2024   04:14 Diperbarui: 1 Oktober 2024   06:17 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

Nama : Tasya Ratri Putriyana

NIM    : 222111198

Kelas  : HES 5E

*Masalah Hukum Ekonomi Syariah

Hingga beberapa tahun terakhir, belum ada Bank Syariah di Indonesia yang masuk dalam kategori Buku 4 (kategori bank dengan aset di atas Rp 100 triliun), meskipun Bank Syariah terus berkembang. 

Kasus ini menjadi perhatian penting karena keterbatasan dalam mencapai skala ekonomi besar dapat mempengaruhi daya saing Bank Syariah di pasar yang lebih luas, termasuk kemampuannya untuk berinovasi, memperluas jangkauan layanan, dan bersaing dengan Bank Konvensional.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan lambatnya Bank Syariah mencapai aset Buku 4 adalah "permodalan" dan "skala operasi" yang relatif kecil dibandingkan dengan Bank Konvensional. 

Bank Syariah di Indonesia cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih kecil, meskipun jumlah nasabahnya terus bertambah. Selain itu, keterbatasan dalam diversifikasi produk dan layanan yang ditawarkan Bank Syariah juga mempengaruhi kemampuan mereka untuk menarik lebih banyak nasabah dan investor.

Namun, dengan merger yang dilakukan pada awal 2021, yakni penggabungan tiga Bank Syariah milik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah, menjadi "Bank Syariah Indonesia (BSI)", ada optimisme bahwa industri perbankan syariah di Indonesia dapat memiliki bank syariah dengan aset Buku 4. 

Merger ini berhasil menggabungkan aset dan kekuatan dari ketiga bank, sehingga diharapkan BSI dapat tumbuh lebih besar dan mencapai kategori Buku 4 dalam beberapa tahun mendatang.

Selain itu, pemerintah Indonesia melalui "Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)" juga berupaya mendorong pertumbuhan Bank Syariah dengan memberikan dukungan kebijakan yang lebih kondusif, termasuk insentif dan regulasi yang mendukung ekspansi aset dan kapabilitas Bank Syariah.

Meski saat ini belum ada Bank Syariah yang secara resmi masuk kategori Buku 4, langkah-langkah strategis seperti merger, dukungan pemerintah, dan pertumbuhan industri syariah global memberikan potensi besar bagi Bank Syariah untuk mencapai status tersebut di masa depan.

*Kaidah-Kaidah Hukum

1. Kaidah Larangan Riba

Dalam hukum Islam, riba (bunga) dilarang. Kaidah ini menjadi dasar bagi transaksi di bank syariah, yang mengharuskan produk keuangan yang ditawarkan bebas dari unsur riba.

2. Kaidah Gharar dan Maysir

Gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian) juga dilarang dalam transaksi syariah. Kaidah ini menekankan pentingnya kejelasan dalam kontrak dan tidak melibatkan unsur spekulatif.

3. Kaidah Musyarakah dan Mudharabah

Prinsip ini merupakan dasar dalam pembiayaan syariah, di mana bank dan nasabah berbagi keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan yang jelas. Kaidah ini memastikan bahwa hubungan antara bank dan nasabah bersifat adil dan transparan.

4. Kaidah Keadilan dan Keseimbangan

Hukum syariah mengedepankan keadilan dalam transaksi. Kaidah ini menekankan bahwa semua pihak dalam perjanjian harus diperlakukan secara adil dan tidak ada pihak yang dirugikan.

5. Kaidah Akad yang Sah

Dalam hukum perbankan syariah, akad (kontrak) harus memenuhi syarat sahnya akad menurut hukum Islam, yaitu adanya ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) serta tidak adanya unsur yang dilarang.

6. Kaidah Kepatuhan Terhadap Regulasi

Dalam konteks hukum positif di Indonesia, bank syariah harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Kaidah ini memastikan bahwa operasional bank syariah berada dalam kerangka hukum yang jelas.

7. Kaidah Transparansi dan Akuntabilitas

Kaidah ini menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan dan akuntabilitas kepada nasabah dan pemangku kepentingan lainnya.


*Norma-Norma Hukum

1. Norma Hukum Islam

  • Larangan Riba: Hukum syariah melarang praktik riba (bunga), yang menjadi dasar operasional bank syariah.
  • Larangan Gharar dan Maysir: Hukum Islam melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir), memastikan bahwa semua transaksi jelas dan adil.

2. Norma Hukum Positif

  • Undang-Undang Perbankan Syariah: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur pendirian, operasional, dan pengawasan bank syariah.
  • Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Berbagai peraturan dan pedoman dari OJK yang mengatur standar dan praktik bagi lembaga keuangan syariah.

3. Norma Hukum Perdata

  • Prinsip Kebebasan Berkontrak: Dalam hukum perdata, pihak-pihak yang berkontrak harus saling sepakat dan tidak ada paksaan. Kontrak syariah harus memenuhi syarat sah dalam hukum perdata.

4. Norma Administratif

  • Prosedur Pendirian: Terdapat prosedur hukum yang harus diikuti untuk mendirikan lembaga keuangan syariah, termasuk pengajuan izin dan pemenuhan persyaratan administratif.

5. Norma Etika Bisnis

  • Tanggung Jawab Sosial: Bank syariah diharapkan menjalankan tanggung jawab sosial, termasuk transparansi dalam operasional dan perlindungan terhadap nasabah.

6. Norma Hukum Internasional

  • Standar Internasional: Jika ada interaksi dengan lembaga keuangan internasional, bank syariah juga harus mematuhi norma dan standar internasional dalam operasionalnya.

7. Norma Keadilan

  • Prinsip Keadilan dan Keseimbangan: Dalam setiap transaksi, harus ada prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

*Aturan-Aturan Hukum

1. Undang-Undang Perbankan Syariah

UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Aturan ini mengatur prinsip-prinsip dan operasional bank syariah di Indonesia. Bank syariah diwajibkan untuk beroperasi sesuai dengan prinsip syariah, yang meliputi larangan riba, gharar, dan maysir.

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

POJK No. 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Aturan ini menetapkan kategori bank berdasarkan modal inti. Bank yang ingin masuk kategori Buku 4 harus memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun.

3. Peraturan Pemerintah

PP No. 23 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah. Mengatur pelaksanaan kegiatan perbankan syariah, termasuk izin usaha, jenis produk, dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah.

4. Peraturan Bank Indonesia

PBI No. 11/2/PBI/2009 tentang Implementasi Prinsip Syariah pada Bank Umum Syariah. Aturan ini mengatur implementasi prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank syariah, memastikan bahwa seluruh transaksi dan produk yang ditawarkan sesuai dengan syariah.

5. Regulasi Pasar Modal Syariah

POJK No. 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk. Mengatur penerbitan sukuk sebagai instrumen investasi yang sesuai dengan syariah. Bank syariah dapat menggunakan sukuk untuk mengumpulkan modal tanpa melanggar prinsip syariah.

6. Kebijakan dan Rencana Strategis dari KNEKS

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia melalui kebijakan dan strategi yang mendukung pengembangan bank syariah, termasuk peningkatan akses permodalan dan konsolidasi.

7. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)

Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pedoman dan aturan mengenai produk dan layanan yang dapat diterapkan oleh bank syariah. Fatwa ini mengatur berbagai aspek transaksi untuk memastikan kesesuaiannya dengan hukum syariah.


*Pandangan Aliran Positivism Hukum dan Sociological Jurisprudence

1. Positivism Hukum

  • Kepatuhan Terhadap Regulasi: Positivisme hukum menekankan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan yang ada. Dalam hal ini, bank syariah harus mematuhi Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur modal minimum untuk bank. Ketiadaan bank syariah dalam kategori Buku 4 bisa dilihat sebagai indikasi bahwa bank tersebut mungkin tidak memenuhi ketentuan modal atau regulasi yang ditetapkan.
  • Struktur Hukum dan Implementasi: Dalam perspektif ini, penting untuk menganalisis apakah ada kekurangan dalam struktur hukum yang ada atau dalam implementasi regulasi yang diatur. Jika bank syariah tidak mencapai kategori Buku 4, perlu diteliti apakah ada masalah dalam penerapan peraturan atau ketidakcukupan dalam modal dan struktur keuangan mereka.
  • Aspek Normatif: Dari sudut pandang positivisme, analisis ini berfokus pada apa yang diharuskan oleh hukum. Jika tidak ada bank syariah dengan aset Buku 4, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap ketentuan hukum yang berlaku dan melihat apakah ada kebutuhan untuk memperbarui atau merevisi regulasi untuk memfasilitasi pertumbuhan bank syariah.

2. Sociological Jurisprudence

  • Faktor Sosial dan Ekonomi: Analisis sosiologis akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bank syariah, seperti tingkat pemahaman masyarakat tentang produk syariah, kepercayaan terhadap bank syariah, dan kebutuhan pasar. Masyarakat mungkin belum sepenuhnya memahami produk-produk bank syariah, sehingga menghambat pertumbuhan nasabah dan aset bank.
  • Interaksi Antara Pemangku Kepentingan: Pendekatan ini juga melihat bagaimana interaksi antara berbagai pihak (pemerintah, OJK, lembaga keuangan, dan masyarakat) mempengaruhi pertumbuhan bank syariah. Kerja sama dan dukungan dari pemerintah dan OJK sangat penting dalam mendorong perkembangan industri perbankan syariah.
  • Kepatuhan Hukum dan Efektivitas Penegakan: Dari perspektif sosiologis, penting untuk menilai tidak hanya kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga bagaimana hukum ditegakkan dalam praktik. Efektivitas pengawasan oleh OJK dan implementasi regulasi menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan bank syariah.
  • Adaptasi dan Inovasi: Sosiologi yurisprudensi juga melihat bagaimana bank syariah beradaptasi dengan perubahan di masyarakat dan pasar. Apakah mereka cukup inovatif dalam menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini? Ini menjadi faktor penting dalam menarik nasabah dan meningkatkan aset.

Jadi kesimpulan dari kedua pandangan tersebut adalah:

  • Positivisme Hukum: Pendekatan ini akan berfokus pada analisis kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang ada. Jika bank syariah belum mencapai kategori Buku 4, analisis akan menyelidiki apakah mereka memenuhi persyaratan hukum yang ditetapkan, serta apakah regulasi yang ada cukup mendukung pertumbuhan mereka.
  • Sosiologi Jurisprudence: Pendekatan ini akan memberikan gambaran yang lebih luas dengan mempertimbangkan faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan bank syariah. Ini termasuk analisis terhadap kebutuhan masyarakat, kepercayaan terhadap bank syariah, interaksi antar stakeholder, serta adaptasi terhadap perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun