Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rumah Subsidi Hijau, Wujud Komitmen Lingkungan Berkelanjutan dan Pemerataan Ekonomi Bank Tanah

21 Januari 2025   12:01 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:01 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Subsidi Hijau di Bumi Svarga Asri Kendal (Sumber: idxchanel.com, 17/1/2025)

Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), bisa memiliki rumah mungkin hanya sebatas mimpi. Harganya itu lho yang bikin frustasi. Semakin ke sini, harganya semakin membumbung tinggi. Sementara penghasilan stagnan tergerus inflasi.

Tingginya harga rumah memicu terjadinya ketimpangan di tengah masyarakat. Rumah layak huni dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai seolah hanya pantas dinikmati oleh mereka yang berpenghasilan tinggi.

Padahal memiliki tempat tinggal dan lingkungan hidup yang layak adalah hak seluruh warga negara tanpa terkecuali. UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Valuasi tanah yang terus meningkat adalah hambatan terbesar dalam pengembangan perumahan untuk MBR. Hal ini memicu terjadinya backlog perumahan dimana jumlah kebutuhan akan rumah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah rumah yang tersedia.

Mengutip Kompas, berdasarkan data Kementerian PUPR, jumlah backlog kepemilikan rumah sebanyak 12,7 juta. Terdiri dari 10 juta atau 79 persen berada di perkotaan, dan 2,7 juta atau 21 persen di pedesaan.

Pemerintah berupaya mengatasi faktor yang kerap menghambat pembangunan perumahan. Satu diantaranya adalah spekulan tanah yang kerap memanfaatkan tanah sebagai objek spekulasi demi keuntungan pribadi atau korporasi.

Ihtiar pemerintah dalam mengatasi masalah pertanahan yang dibutuhkan untuk pembangunan adalah dengan mendirikan Badan Bank Tanah. Badan khusus yang dibentuk dipenghujung tahun 2021 ini diharapkan mampu menghambat gerak spekulan tanah, mengatasi backlog perumahan bagi MBR, dan mampu mengelola aset tanah yang dikuasainya secara adil dan berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat.

Badan Bank Tanah

Badan Bank Tanah atau disebut juga Bank Tanah adalah kepingan puzzle yang selama ini dibutuhkan dalam tata kelola pertanahan di Indonesia. Negara Indonesia yang memiliki tanah yang luas membutuhkan satu badan khusus yang bertugas sebagai land manager.

Selama ini dikenal istilah tanah negara, tapi dalam prakteknya negara tidak dapat mengendalikan tanah tersebut. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), selama ini hanya bertindak sebagai regulator dan administrator pertanahan.

Melalui UU Cipta Kerja dan PP 64/2021, Pemerintah membentuk Badan Bank Tanah sebagai badan khusus (sui geneis) yang memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah. Dengan kewenangan khusus ini Bank Tanah bisa menguasai tanah dan mengelolanya.

Sebagai land manger, Bank Tanah menjalankan fungsi manajerial pertanahan yang meliputi perencanaan, perolehan tanah, pengadaan tanah, pengelolaan tanah, pemanfaatan tanah, dan pendistribusian tanah.

Aset Bank Tanah diperoleh dari penetapan pemerintah atau dari pihak lain. Tanah bekas hak, kawasan dan tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah hasil reklamasi adalah contoh tanah yang bisa dikuasai Bank Tanah melalui penetapan pemerintah.   

Sampai dengan akhir 2024, Bank tanah menguasai 33.115 Ha tanah yang tersebar di 45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia (Kompas, 18/1/2025). Bank Tanah menggunakan aset tanah tersebut untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah, dan reforma agraria.

Penyediaan lahan untuk pengembangan rumah untuk warga berpenghasilan rendah adalah salah satu bentuk dukungan Bank tanah dalam pemerataan ekonomi (Pasal 20 PP 64/2021). Sedangkan penyediaan lahan untuk kepentingan umum diantaranya mencakup pembangunan jalan, pelabuhan, rumah sakit, kawasan industri, dll.

Rumah Subsidi Hijau

Wujud nyata komitmen Bank Tanah dalam mengatasi backlog perumahan adalah melalui kolaborasi dengan stakeholder lain dalam pembangunan dan pembiayaan perumahan. 

Foto penandatanganan MoU Bank Tanah dengan Stakeholder (sumber: Bank Tanah)
Foto penandatanganan MoU Bank Tanah dengan Stakeholder (sumber: Bank Tanah)

Pada tanggal 23 Juli 2024, Bank Tanah menandatangani MoU dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), BP Tapera, Pemerintah Kabupaten Kendal dan PT Asatu Realty Asri tentang perencanaan, pembangunan dan pembiayaan perumahan bagi MBR, di Desa Mergosari, Kendal, Jawa Tengah.

Penandatanganan ini sekaligus menandai dimulainya pembangunan rumah subsidi hijau oleh pengembang PT. Asatu Realty Asri. Sebanyak 386 rumah subsidi tipe 36/60 dibangun di atas tanah seluas 4,2 Ha yang disediakan Bank Tanah.

Rumah subsidi hijau di perumahan Bumi Svarga Asri (BSV) Kendal yang dibangun PT. Asatu mengadopsi konsep hunian ramah lingkungan (green housing). Hal ini ditandai dengan mengedepankan pemanfaatan material ramah lingkungan, efisiensi energi untuk penerangan dan pengaturan suhu, efisiensi pemanfaatan air, dan pengolahan limbah rumah tangga.


Guna memenuhi standar bangunan hijau, PT. Asatu membangun hunian MBR di Bumi Svarga Asri Kendal dengan material precision interlock brick yang ramah lingkungan. Sirkulasi udara dirancang sehingga meminimalisir penggunaan AC dan memaksimalkan pencahayaan matahari untuk penerangan.

Upaya konservasi sumber daya air dilakukan pengembang dengan menyediakan tendon air untuk menampung air hujan yang selanjutnya dimasukan ke dalam tanah sebagai tabungan air. Pengembang juga menyediakan tempat sampah yang mendukung konsep pilah dan pilih sampah di setiap unit rumah. 

Rumah hijau subsidi di BSV dijual dengan harga 165,5 juta per unit dengan perkiraan cicilan Rp1,05 juta - Rp1.2 juta per bulan untuk jangka waktu 10 - 20 tahun. Dengan subsidi uang muka dari pemerintah sebesar Rp4 juta, konsumen cukup merogoh Rp1 juta untuk uang muka (idxchanel.com).  

Mengutip Detik.com, perumahan hasil kerja sama Bank Tanah, PT. Asatu dan stakeholder lainnya di Kendal ini, merupakan pilot project perumahan dengan konsep ramah lingkungan. Selanjutnya, pembangunan perumahan MBR diseluruh Indonesia di atas tanah yang disediakan Bank Tanah, akan menerapkan konsep hunian ramah lingkungan.

Semoga hadirnya Bank Tanah menjadi solusi atas permasalahan ketersediaan tanah yang selama ini menghambat pembangunan rumah bagi MBR. Konsep rumah subsidi hijau yang ramah lingkungan juga menjadi jawaban dalam mewujudkan lingkungan perumahan berkelanjutan yang rendah emisi carbon.

Lewat rumah subsidi hijau, Bank Tanah mewujudkan harapan jutaan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki hunian yang baik dan sehat sesuai UUD 45. Lewat rumah subsidi hijau, Bank Tanah mewujudkan pemerataan ekonomi dan mewujudkan komitmen untuk membangun lingkungan berkelanjutan (tasbul).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun