Tak berkesempatan menyaksikan prosesi upacara? Tak usah bersedih. Kraton Jogja juga memiliki Tata Rakiting Wewangunan atau tata ruang dan arsitektur bangunan berusia ratusan tahun yang masih terjaga yang bisa dikunjungi dan dinikmati.
Apapun momen yang mengantarkan seseorang menginjakkan kaki di Jogja, sepertinya tak pantas pulang sebelum menikmati pesona budayanya. Begitu pula halnya dengan peserta lomba Mandiri Jogja Marathon. Rugi rasanya jika datang hanya untuk sekedar berlomba tanpa meluangkan waktu menyusuri sudut-sudut kota seraya menikmati eksotisme budaya yang ada.
Prambanan Nan Agung
Tak terbatas pada tradisi Kraton Jogja yang bercorakkan Islam, Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki warisan budaya bercorakkan Hindu yakni Candi Prambanan. Candi Hindu terbesar di Nusantara ini dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu (candi.perpusnas.go.id).
Candi Prambanan dan Candi Borobudur adalah bukti tingginya peradaban Nusantara masa silam. Nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki Kemampuan teknik rancang bangun yang mengagumkan yang diakui dunia.
UNESCO memasukkan Candi Prambanan dan Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO dengan kriteria I dan IV. Kretria I melambangkan mahakarya kreativitas dan kecerdasan manusia serta nilai yang berpengaruh secara signifikan terhadap budaya. Sedangkan kriteria IV merupakan wujud mengagumkan pada sebuah bangunan, arsitektur atau teknologi yang memiliki penggambaran tentang tahapan penting dalam sejarah peradaban manusia (Wikipedia).
Rute Lomba yang Tak Biasa
Mandiri Jogja Marathon adalah lomba marathon yang tak biasa. Peserta tidak hanya difasilitasi untuk memacu langkah memperebutkan hadiah (people's race), tapi juga diajak untuk menikmati keindahan alam, situs-situs bersejarah, seni pertunjukan, keramah tamahan penduduk dan suasana pedesaan yang bersahaja (sport tourism).