Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menyongsong Kebangkitan Produk Halal Indonesia

2 November 2017   14:52 Diperbarui: 7 November 2017   14:30 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah rumah makan padang pada saat jam makan siang. Dua orang sedang bercakap di meja no.13 di dekat kasir.

"Eh, kenapa kalo makan di warteg atau rumah makan padang, loe gak ambil pusing sama label halal? Maen sikat aja. Padahal gak ada tuh sertifikat halalnya mejeng di dinding."

Sebuah pertanyaan sederhana, tapi "nendang".

"Bro, kalo loe mau makan ayam goreng, loe mau pilih belinya di rumah makan padang atau di rumah makan yang biasa menyajikan menu B1 dan B2?"

Temannya balik bertanya tanpa memberikan penjelasan bahwa menu B1 dan B2 yang dimaksud adalah masakan daging hewan yang diharamkan.

"Ya di rumah makan padang lah"

"Pastinya. Saat ini tidak ada paksaan bagi pemilik warung makan untuk mengurus sertifikat halal. Jadi sifatnya sukarela. Kalo kita merasa nyaman dan tidak merasa khawatir dengan kehalalan makanan di warteg atau warung padang, itu karena semata-mata konsensus tak tertulis. Pada umumnya pemilik warteg atau warung padang adalah Muslim"

"Tapi memang sudah pasti semua warteg atau warung padang tidak menjual B1 atau B2"

"Nah disitulah kelemahannya. Selain sifatnya yang sukarela, tidak ada lembaga yang berwenang untuk mengawasi dan memberi sangsi bila terjadi pelanggaran. Hanya sanksi sosial. Tapi kalo mereka ada yang jualan B1 dan B2, biarlah itu jadi urusan mereka sama Allah SWT langsung"

***

Bagi seorang muslim, persoalan kehalalan makanan yang dikonsumsi adalah persoalan mendasar. Al-Quran telah memberikan gambaran yang jelas tentang perintah, batasan mauapun keringanan dalam menkonsumsi makan halal atau haram. Salah satunya QS Al Maidah : 3 yang artinya

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.”

Oleh karena itu sertifikat halal sebagai jaminan produk halal seharusnya mutlak ada pada setiap produk konsumsi seperti makanan, obat dan kosmetik. Sehingga memberikan kenyamanan dan ketentraman batin bagi seorang muslim dalam menggunakan atau mengkonsumsinya.

JAMINAN PRODUK HALAL

Setelah lama ditunggu, Indonesia ahirnya memiliki sebuah produk hukum yang mengatur tentang produk halal yakni Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Kehadiran Undang-Undang ini tentunya sangat penting bagi bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Undang-Undang 33 Tahun 2014 merupakan upaya bersama untuk menghadirkan peran negara dalam memberikan jaminan dan perlindungan kepada warganya untuk mendapatkan produk halal. Selama ini, proses sertifikasi halal dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI).

Secara syariat, sertifikat halal yang dikeluarkan LPPOM-MUI dianggap sudah cukup dijadikan sebagai pedoman. Akan tetapi, tidak adanya landasan hukum yang kuat dan status LPPOM-MUI yang hanya sebatas organisasi non-pemerintah, secara legal formal semua kebijakan yang dikeluarkan LPPOM MUI tidak mempunyai kekuatan memaksa. Dengan kata lain pengajuan sertifikat halal oleh pelaku usaha hanya bersifat sukarela. Hal ini berimbas pada masih banyak ditemukan produk berupa makanan, obat dan kosmetik tanpa label halal yang beredar di pasar.

Dengan diberlakukannya UU Jaminan Produk Halal, maka barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh Masyarakat yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal (Pasal 4).

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL (BPJPH)

Undang-Undang Jaminan Produk Halal mengamanatkan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang kedudukannya berada di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia. Kedudukan BPJPH dalam organisasi Kemneterian Agama kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 42 Tahun 2016 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Agama. Pada tanggal 11 Oktober 2017 Pendirian BPJPH diresmikan oleh Menteri Agama. Berikut wewenang BPJPH sesuai UU JPH:

  • Merumuskan & menetapkan kebijakan JPH
  • Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH
  • Menerbitkan dan Mencabut Sertifikat halal
  • Melakukan registrasi produk halal luar negeri
  • Melakukan Sosialisasi dan publikasi produk halal
  • Melakukan Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)
  • Melakukan pengawasan terhadap JPH
  • Melakukan Registrasi dan Pembinaan Auditor Halal

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua BPJPH Prof. Ir. Sukoso, MSc., PhD
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua BPJPH Prof. Ir. Sukoso, MSc., PhD
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal memiliki visi Menjadi Penyelenggara Jaminan Produk Halal Terbaik Di Dunia. Sedangkan misinya adalah mewujudkan sistem layanan registrasi dan sertifikasi halal yang berkualitas, mewujudkan system pembinaan dan pengawasan yang efektif, mewujudkan jaringan kerjasama kelembagaan dan standardisasi jaminan produk halal, dan mewujudkan manajemen organisasi yang berkualitas dalam mendukung reformasi birokrasi.

PROSES SERTIFIKASI HALAL

Berbeda dengan proses sertifikasi halal sebelumnya yang hanya melibatkan MUI, UU Jaminan Produk Halal mengamanatkan  proses sertifikasi halal melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majlis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Auditor Halal.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim. Bersama-sama dengan BPJPH, MUI bekerja sama dalam sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan Produk, dan akreditasi LPH. Penetapan kehalalan Produk dikeluarkan MUI dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk. Pemerintah dan/atau masyarakat dapat mendirikan LPH. Dalam hal LPH didirikan oleh masyarakat, LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum (Pasal 13). Peran LPPOM-MUI dalam proses sertifikasi halal sebelumnya sekarang dijalankan oleh LPH.

Auditor Halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan Produk. Sebuah LPH wajib memiliki Auditor Halal minimal 3 (tiga).

Secara sederhana alur proses sertifikasi halal dimulai dengan Pelaku Usaha melakukan pendaftaran ke BPJPH. Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi BPJH akan mengarahkan ke LPH untuk dilakukan pemeriksaan oleh Auditor Halal dan pengujian oleh LPH.

Hasil pemeriksaan oleh auditor dan LPH diserahkan ke BPJPH untuk diverifikasi. Apabila dirasa masih ada keraguan, BPJPH akan melakukan “second Opinion” ke LPH lain untuk memperjelas hasilnya. Apabila lolos verifikasi, BPJPH menyerahkan hasil verifikasi ke MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk.

Melalui sidang fatwa, MUI mengeluarkan fatwa halal produk yang kemudian oleh BPJPH diterbitkan dalam bentuk sertifikat halal. Seluruh proses sertifikasi halal dipastikan tidak lebih dari 60 hari kerja. Berikut adalah diagram alur proses sertifikasi di BPJPH:

Alur Proses Sertifikasi Halal
Alur Proses Sertifikasi Halal
HARAPAN DAN TANTANGAN

Dengan diwajibkannya sertifikat halal bagi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh Masyarakat yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia tentunya akan memberi ketenangan dan kenyaman kepada seluruh Masyarakat Indonesia. 

Produk halal bukan hanya untuk dikonsumsi atau digunakan oleh pemeluk agama Islam, tapi juga untuk pemeluk agama lain. Setiap produk bersertifikat halal yang beredar di pasar dipastikan sudah melewati proses pengujian yang terstandarisasi sehingga baik untuk dikonsumsi oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kelak tidak adalagi kekhwatiran akan kehalalan makanan ketika makan di restoran besar maupun rumah makan kaki lima. Menggunakan kosmetik baik lokal maupun impor. Mengkonsumsi obat-obatan dan vitamin. Kita akan merasa aman, nyaman dan terlindungi.

Bagi pelaku usaha, adanya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang merupakan badan resmi pemerintah tentunya mempunyai kredibilitas yang tinggi. Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH secara legal formal memiliki legitimasi yang kuat dibandingkan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI yang merupakan lembaga non-pemerintah. Kecil kemungkinan sertifikat halal BPJPH ditolak oleh negara lain seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

Melalui kerja sama dengan instansi-instansi terkait baik di dalam negeri mauapun di dunia internasional, BPJPH diharapkan menjadi salah satu penggerak industri halal dan peningkatan ekspor produk halal Indonesia. Kelak eksportir produk halal Indonesia dapat menggarap potensi pasar halal dunia yang semakin hari semakin meningkat. 

Sebagai gambaran, menurut Global Islamic Economy Indicator 2017, Indonesia masuk 10 besar negara konsumen industri halal terbesar dunia. Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan masyarakat belanja makanan halal. Di sektor pariwisata halal, Indonesia menempati urutan ke-5 dunia. Sementara untuk obat-obatan dan kosmetika halal dan keuangan syariah, Indonesia menempati peringkat ke-6 dan 10 dunia

Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi BPJPH diantaranya adalah sumber daya manusia dan infrastruktur, perlakuan khusus terhadap pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pendidikan dan sosialisasi kebijakan BPJPH untuk meningkatkan kesadaran Masyarakat akan pentingnya produk halal.

Semoga produk halal Indonesia menjadi raja di negeri sendiri dan menguasai pasar dunia (tasbul). 

Referensi:

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun