Mohon tunggu...
TARYONO
TARYONO Mohon Tunggu... Buruh - Menempuh jalan sunyi kerinduan

Lahir Januari 1986 di Palembang tinggal di Magelang-Jawa Tengah Pernah sekolah di : - TK Pertiwi Tegalsari Candimulyo Magelang - SD N II Tegalsari Candimulyo Magelang - SMP N 1 Candimuyo Magelang - SMA Muhamadiyah 1 Mungkid Magelang - Politeknik Muhammadiyah Magelang - Universitas Muhammadiyah Magelang - STIE SBI Yogyakarta Pernah aktif di : - Ikatan Remaja/Pelajar Muhammadiyah dari ranting s.d pimpinan pusat - Pemuda Muhammadiyah Magelang - DPD KNPI Kabupaten Magelang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

SURAT CINTA UNTUK PAK MENTERI PENDIDIKAN

24 Juli 2020   23:48 Diperbarui: 25 Juli 2020   12:49 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto perjalanan dari Bandara Sentani ke SD Inpres Towe Kab. Keerom

Pak Menteri Pendidikan Yth,


Saya beberapa kali berkunjung ke sekolah di pedalaman Papua. Salah satunya berada di Kampung Towe Hitam, Distrik Towe, Kabupaten Keerom Provinsi Papua. Distrik Towe merupakan perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini. Jaraknya kurang lebih 300 km dari Bandara Sentani Jayapura. Jarak tersebut kami tempuh dengan mobil 4WD, mobil standar tak mampu melintasi jalan berlumpur dan menyeberangi sungai dengan derasnya arus.

Perjalanan berangkat kami agak beruntung, hanya kami tempuh satu hari satu malam. Namun perjalanan pulang kami di guyur hujan dan terpaksa menginap di hutan selama tiga malam.

Pak menteri, jika anda melihat kondisi sekolah di Papua anda mungkin bisa menangis. Banyak yang tak layak disebut sekolah. Sekolah ini masih mendingan agak bagus, yang lain tak tega saya melihatnya.

Puluhan sekolah di pedalaman papua pernah saya kunjungi walaupun saya bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, bukan pula kepala dinas apalagi menteri. Dan kondisi seperti itu tidak hanya terdapat di Papua saja, di pedalaman daerah lain juga masih banyak. Seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, dll.

Jangan bicara masalah sekolah daring di sini Pak, karena untuk sekolah tatap muka saja gurunya sudah kuwalahan agar kelasnya terisi anak didik, disamping memang belum ada jaringan internet. Kebetulan saat saya datang ke sekolah ada 3 guru yang standby di rumah dinas , rumah kecil nampak terbuat dari papan dengan dinding bolong-bolong. Saya disambut hangat oleh Pak Erik di rumah dinas beliau, guru muda yang asli Purwodadi Jawa Tengah. Saya bermalam di rumah dinas beliau, hingga larut malam kami berbincang "ngalor-ngidul" masalah pendidikan dimana beliau mengabdikan diri. Kebetulan beliau baru saja terkena malaria tropika stadium 3, wajahnya masih terlihat pucat letih namun tetap semangat berceritaa. Pak Erik setahun sekali pulang ke Purwodadi, karena istri dan anaknya berada di kampung halaman. Sudah 3 tahun beliau berada di sekolah yang letaknya berbatasan dengan negara Papua Nugini.

Untuk turun ke Ibu Kota Kabupaten, beliau harus carter mobil. Ongkosnya sekitar 5jt sekali jalan, jika pergi-pulang berarti 10jt untuk sekedar belanja bahan makanan dan bahan ajar. Pak Erik bercerita bahwa sering sekali makan singkong saja atau singkong dengan sayuran seadanya jika beras habis dan belum ada kiriman bahan makanan dari dinas pendidikan setempat.

Pak Menteri,
Bukan kah lebih baik anggaran kegiatan POP itu diperuntukkan bagi tenaga kependidikan di daerah2 terpencil-terluar-terdepan seperti ini? Atau untuk sarana dan prasarana pendidikan di sekolah2 yang masih sangat minim.

Memang peningkatan kapasitas guru itu penting, tetapi pendidikan itu tidak sekedar mentransfer ilmu lho pak. Tapi membentuk moral dan karakter anak didik itu juga tidak kalah penting. Bagi saya guru-guru yang ada sudah cukup kompeten, karena profesi guru adalah pengabdian dan panggilan jiwa. Jika bukan karena panggilan jiwa dan pengabdian, orang-orang seperti Pak Erik tidak mungkin mau berada di pedalaman Papua sementara anak dan istrinya tinggal di jawa.

Mendidik agar anak-anak paham sejarah, agar kelak anak-anak tidak lupa akan sejarah masa lampau, agar anak bisa "ngajeni" menghormati sejarah itu juga penting.

Pak Menteri,
Janganlah pendidikan bertumpu dan bertujuan pada materi saja. Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar Pak Menteri, tapi kekurangan orang yang pintar dan benar.
Bangsa kita ini juga tidak kekurangan intelektual, tapi kekurangan orang yang intelektual dan bermoral.

Pak Menteri,
Marilah kita bersama-sama membangun peradaban yang baik untuk bangsa kita ini. Membangun pendidikan yang bertumpu pada karakter dan moral. Saya yakin Pak Menteri lebih paham semua itu. Tapi kadang kita paham namun lupa apa yang kita pahami.
Dan pahamilah Pak, bahwa mundurnya Muhammadiyah, NU dan PGRI dari program Bapak adalah peringatan yang sangat keras dari para punggawa pendidikan bangsa kita ini. Jika saya ibaratkan anak SD, Bapak sedang "digitik" pake "tuding" oleh guru-guru Bapak.

*Digitik itu dipukul karena kasih sayang seorang guru agar anak didiknya memperhatikan

*Tuding itu tongkat kecil terbuat dari bambu yang fungsinya sebagai penunjuk di papan tulis, berfungsi juga untuk memukul anak didik yang nakal dan keterlaluan.

Saya yakin para tokoh Muhammadiyah, NU dan PGRI bukan karena tidak suka atau benci kepada Pak Menteri Pendidikan, namun justru karena kasih sayang dan cinta mereka kepada Bapak sehingga Bapak "digitik" agar memperhatikan dan tidak nakal lagi.

Hormat saya,

Taryono
Wali siswa SD Muhammadiyah 1 Muntilan Magelang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun