Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Money

Money Game Akibat Disorientasi Kebijakan Pemerintah

29 April 2022   10:03 Diperbarui: 29 April 2022   11:23 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp


Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Seringkali kita mendengar tentang money game tapi masih banyak diantara kita yang belum memahami money game yang sebenarnya. Ada orang yang anti terhadap money game tetapi karena mereka tidak paham sehingga mereka sering terjebak dengan money game itu sendiri.

Istilah money game sering diidentikkan dengan permainan uang yang mempunyai limit dengan sejumlah orang yang menjadi targetnya. Terkadang money game ini juga dibungkus dengan produk yang kelayakannya tidak masuk akal dalam memberi keuntungan kepada sipengikutnya (member). Produk ini hanya dikaitkan sebagai kedok atau tameng permainan bisnis tersebut.

Money game sering pula diberi label bagi program yang memutarkan uang peserta atau nasabahnya dimana hadiah dan bonus lainnya diambil dari terkumpulnya uang nasabah tersebut. Atau pemerintah mengelompokkan dengan aktivitas yang tidak mengurus izin secara resmi. 

Mereka tidak membayar pajak kepada pemerintah atas aktivitas perusahaan yang memainkan program perputaran uang masyarakat. Ketika perusahaan tersebut membayar pajak maka aktivitas perputaran uang tersebut diberi label sebagai suatu usaha yang legal atau No money game.

Lalu aktivitas bisnis yang tidak membayar pajak kepada lembaga negara yang dibentuk untuk itu semisal perusahaan di pasar derevatif, ada lembaga yang namanya Bapepti. Kemudian Bapepti ini menjadi dewa dalam menghalalkan dan mengharamkan aktivitas usaha trading. 

Kalau sudah mengurus izin kepada mereka maka perusahaan forex tersebutpun menjadi halal atau legal dan terlepas dari issu negatif, namun sebaliknya jika tidak mengurus izin kepada mereka maka perusahaan forex itupun di beri label ilegal, haram dan dengan segala issu negatif terhadapnya.

Realitanya yang kita rasakan justru sebaliknya, perusahaan yang sudah mengurus izin dan membayar pajak justru menambah beban masyarakat atau konsumen. Karena beban biaya pajak tersebut hanya menjadi tambahan birokrasi yang dibebankan kepundak masyarakat. 

Oleh karena itu dalam pasar forex ketika perusahaan mengurus izin Bapepti fee dalam trading masyarakat semakin besar, karena perusahaan mengeluarkan biaya lagi untuk lembaga Bapepti. Karena apa? Karena pengurusan izin tersebut berorientasi ke pajak, padahal lembaga yang diperlukan oleh negara seharusnya berorientasi pada kualitas pelayanan kepada masyarakat Indonesia dan tentunya harus meringankan beban masyarakat Indonesia.

Bila pemerintah tidak membebankan perusahaan yang berorientasi kepada pajak dan hanya memprioritaskan evaluasi perusahaan publik tersebut kepada pelayanan maka mungkin saja dana berantaipun tidak akan menjadi money game karena mentalitas masyarakat akan berubah, mereka akan menjadi manusia-manusia Indonesia yang fair dan bermoral baik kepada sesama warga Indonesia itu sendiri.

Begitupun terhadap perusahaan-perusahaan global yang bisa membangun sistem sosial yang baik, perusahaan yang bergerak dengan semangat dan ruhnya (trust building) seharusnya pemerintah hanya meminta perusahaan tersebut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Indonesia. 

Bukan sebaliknya setelah mereka bayar pajak perusahaan yang memberatkan masyarakatpun di legalkan sebagai perusahaan terbaik, sementara perusahaan yang pelayanan masyarakatnya sangat baik justru menjadi perusahaan negatif dan ilegal dan digolongkan dengan issu money game dan sebagainya.

Hal inilah yang melanda perusahaan yang melayani publik dan bisa meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat tiba-tiba di blokir oleh pemerintah karena belum membayar pajak. Kebijakan salah kaprah ini mengingatkan kita ke masa lalu dimana pemerintah berorientasi pada kekuasaan atas tanah (land) bukan pada pelayanan global dan masyarakatnya yang lebih mendapat prioritas.

Realita ini dapat membunuh konsep dan program cerdas dari berbagai masyarakat di dunia, yang bisa mendorong perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat di bumi ini,  

sementara masyarakat Indonesia akan tertinggal karena program-program peningkatan kesejahteraan yang berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat akan terusir di negara ini karena pemerintah mengutamakan kekuasaan negara ketimbang pelayanan untuk kualitas kehidupan rakyat Indonesia yang lebih baik.

Akhirnya apa yang terjadi? Masyarakat Indonesia harus larut dalam aktivitas yang sekedar bisa membayar pajak kepada negara meskipun konsep pemberdayaan yang buruk dan pelayanan yang minus serta menarik jiwa sosial untuk berlaku korup dalam berbagai aktivitasnya.  

Dengan karena kebijakan yang salah orientasi tersebut maka masyarakat Indonesia gagal berkembang dalam aktivitas sosialnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sebagaimana amanat konstitusi negara ini.

Akhirnya setelah 77 tahun Indonesia merdeka pun pemerintah Republik Indonesia belum mampu mengeksekusi keadilan bagi hak hidup rakyat karena otonomi daerah dan demokrasi mengalami jalan buntu ditengah perjalanannya. Pemerintah berganti baru sementara pembangunan rakyat negara ini justru mundur kebelakang. Lalu apa yang dialami rakyat Indonesia dalam proses kehidupannya?

Mereka akan tertinggal dengan perkembangan masyarakat global dimana masyarakat Indonesia akan lalai dan terbenam dalam kehidupan yang dibebani dengan kekuasaan negara kepundaknya akibat prilaku pemerintah dalam membuat kebijakan publik yang salah kaprah (salah orientasi) dimana kebijakan tersebut mengarah kepada pajak atau uang kepada negara dan mengabaikan beban rakyat.

Seharusnya jika ada konsep atau program pemberdayaan masyarakat yang cerdas apalagi yang telah berkembang di negara lain, seharusnya pemerintah justru memberikan peluang yang lebih luas kepada perusahaan yang menawarkan konsep pemberdayaan masyarakat global yang baik dan bahkan kepada mereka perusahaan tersebut justru diberi keringanan tanpa membayar pajak kepada negara demi keringanan bagi rakyat Indonesia.

Jika pemerintah masih terus berorientasi kepada pajak atau setoran perusahaan kepada negara sebagaimana dalam hari-hari kemarin yang melakukan blokir terhadap server perusahaan AGT. Seharusnya pemerintah bukan melakukan pemblokiran tetapi mengikat pemilik dan penyelenggara program untuk bertanggung jawab terhadap kelancaran operasi perusahaannya.

Kemudian mereka membebankan pemilik perusahaan dan pemilik program sosial tersebut dengan jaminan moral dan mentalitasnya bukan menjamin dengan uang (uang jaminan) kepada negara. Jika jaminan dalam tanggung jawab sosial dengan uang maka yang dibebankan oleh pemerintah maka pemerintah negara ini tidak berbeda dengan sedang menjajah rakyatnya sendiri.

Berikutnya pemerintahlah yang telah melahirkan money game baru bagi masyarakat karena penyelenggara program harus bersiasat menggunakan uang masyarakat untuk membayar pajak kepada negara. 

Karena itu yang terbebani siapa? Tidak lain adalah rakyat. Kemudian apa yang terjadi? pemilik program dan perusahaan publik global tersebut angkat kaki dari tanah negara ini. Maka terjadilah trauma sosial dan masyarakat Indonesia mengalami pembodohan yang parah akibat kasus-kasus tersebut.

Karena itulah sebagian besar rakyat Indonesia memaknai perusahaan investasi dan perusahaan global yang merekrut dana masyarakat sebagai money game. Mereka tidak mampu melihat secara jernih program tersebut tetapi mereka akan cenderung menggunakan kacamata kuda. 

Dengan begitu pengembangan global terhadap masyarakat Indonesia semakin lemah dan selamanya dalam ketertinggalan. Siapa yang salah? Jawabnya pemerintah itu sendiri kerana kebijakannya salah kaprah!

Tulisan ini diturunkan sebagai suara terhadap disorientasi pemerintah dalam kebijakannya yang berlaku kasar dalam pemblokiran usaha bisnis yang telah diikuti masyarakat banyak dan sempat meresahkan member seluruh Indonesia atas kebijakan pemerintah. 

Tulisan ini kami turunkan juga untuk tanggung jawab moral dan untuk kebersamaan rakyat, tanpa paksaan ataupun tanpa diminta oleh manajemen perusahaan tersebut yang bersangkutan.


Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun