Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Siapa Pun Capresnya, AHY Calon Wapres Favoritnya

1 Maret 2022   10:19 Diperbarui: 1 Maret 2022   15:45 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: twitter.com/demokrat_tv

Sangat menarik menganalisis para bakal calon presiden dan calon Wakil presiden Republik Indonesia dimasa yang akan datang. Persaingan dua pasangan dimasa lalu antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo sepertinya telah menemui titik endingnya. 

Masyarakat mulai jenuh membicarakan calon presiden itu dan itu saja. Selama sepuluh tahun terakhir sungguh terasa perubahan mengalami stagnasi yang berat bahkan pembangunan manusia Indonesia dalam kebangsaannya mengalami langkah mundur (step back) yang sangat berarti sejak reformasi. 

Pembangunan lain seperti pembangunan fisik sebagaimana ruas jalan tol boleh saja mengalami peningkatan yang luar biasa, pembangunan lain yang berlatar peningkatan di bidang teknology mengikuti perkembangan global juga boleh disebut berimbang. 

Namun sekali lagi penulis singgung agar kita selalu teringat bahwa hal yang berkaitan dengan perawatan dan pengembangan kebangsaan yang merupakan tugas utama pemimpin bangsa tidak mengalami kemajuan. 

Indikatornya dapat dilihat pada sejumlah kebijakan publik yang seringkali bertentangan bahkan menjadi blunder politik dalam masa kepemimpinan Jokowi. 

Jikapun ada aktivitas sebagaimana pendekatan dengan rakyat papua oleh presiden, kita memahami dan merasakan sebagai suatu aktivitas spontan bukan sebagai suatu skenario atau konsep politik pemerintah untuk menangani masalah secara komprehensif. 

Di bidang politik kekuasaan terjadi kordinasi yang sangat kuat oleh pemerintah sehingga partai politik dan DPR sepertinya telah bersatu dimata rakyat. Terlepas dari realita politik yang sesungguhnya namun partai politik terilustrasi hampir semua bungkam. 

Apalagi kelompok oposisi yang sebelumnya sangat kuat tapi kemudian berhasil dipersatukan ke dalam pemerintah dan kini bersikap diam. 

Terjadi riak yang cukup parah di bidang sentimen dalam teology karena sentuhan kaget pemerintah dengan sentimen dalam keagamaan tidak biasa dihadapi masyarakat dimasa presiden sebelumnya. 

Sehingga gejolak sosial begitu terasa dan kemudian pemerintah seakan memaksakan kehendak meskipun pemerintah sesungguhnya bisa berdiam diri. Hal ini dapat dilihat pada peristiwa sosial yang terakhir tentang statement publik menteri Agama Yaqut tentang penggedungan azan. 

Penggabungan kekuasaan di Indonesia dalam manajemen sosial dapat menjadi strategi membentuk opini sosial yang mudah dikembangkan dan diterima publik. 

Misalnya strategi konsolidasi politik, strategi konsolidasi sosial dalam kekuasaan politik partai. Sebagai contoh penyatuan kekuasaan dua rezim. Rezim saat ini adalah Jokowi, sementara Rezim masa lalu adalah SBY. 

Di rezim Jokowi ada Megawati, sementara di rezim SBY ada Hatta Rajasa. Elemen berikutnya adalah produknya yaitu di rezim Jokowi ada Puan Maharani dan Ganjar Pranowo di rezim SBY ada AHY. 

Lalu penyatuan pasangan politik antara kedua rezim ini dapat membangun akumulasi kekuatan politik yang signifikan. 

Misalnya formulasi antara Ganjar-AHY atau PUAN-AHY atau AHY-PUAN atau AHY-Ganjar Pranowo. Perpaduan kekuasaan politik ini tanpa memandang ideologi dan sentimen politik tetapi hanya dukungan sosial yang kuat dalam politik. 

Kemudian strategy trust public party, formulasi yang mempersatukan suara partai politik sebagai indikasi dukungan kekuasaan. Misalnya PDIP, Demokrat dan Gerindra.

Tiga partai ini bisa mewakili formulasi pasangan calon presiden yang sangat kuat. Tentu mereka semua peramu strategi harus paham tentang point-point dalam politik misalnya Saham Politik, Obligasi Politik dan termasuk Voucer Politik. Dimana semua itu untuk alat memberi hak dan kewajiban dalam politik modern. 

Politik partai tidak selamanya dilihat dengan kekuasaan pemerintahan. Karena kekuasaan dalam politik yang modern dan canggih tidak selamanya berada ditangan pejabat dalam pemerintah sebagaimana presiden atau wakil presiden. 

Bisa saja kekuasaan yang paling besar pengaruhnya ada ditangan orang lain atau orang yang dalam konsepsi presiden bisa saja ditempatkan sebagai kepala urusan lembaga Ideologi Negara sehingga ia bisa mengawal pemerintahan. 

Ada juga yang pengusaha kaya raya yang tidak memperlihatkan siapa dirinya atau posisi jabatan publik namun pengaruhnya dalam kekuasaan lebih dominan. 

Dalam kekuasaan politik sering terjadi pengkhiatan oleh orang yang diberi kuasa, kenapa? 

Karena sistem kekuasaan politik di negara ketiga yang belum matang. Aktor politik sering terjebak dengan logika fisik kekuasaan dimana mereka merasa berkuasa penuh atas kewenangan terhadap negara. Maka sebahagian besar aktor politik kerap meninggalkan perahunya dan berjalan secara one man show dalam kekuasaan politik.

Lihatlah bagaimana kekuasaan di daerah provinsi dan kabupaten/kota yang satu level atau beberapa level lebih rendah kualitasnya dibanding kepemimpinan negara. 

Hampir sebahagian besar para kepala daerah tidak menempatkan wakilnya sebagai orang kepercayaan utamanya (alter ego). Bahkan diantara mereka terjadi disharmoni sepanjang masa kepemimpinannya. Karena apa?  

Salah satu faktornya adalah mereka di daerah lebih dominan belajar merebut atau memenangkan politik tapi mereka sedikit belajar sistem perawatan kekuasaan. 

Sebahagian besar para pemimpin meninggalkan jabatannya dengan merusak image dan citra partai politiknya pada rakyat. Indikatornya setelah mereka memimpin dan berkuasa maka calon penerusnya sulit memenangkan pemilihan periode berikutnya. 

Hal ini adalah kecenderungan dalam kepemimpinan di sebahagian besar negara dan daerah di dunia. Namun bukan tidak ada sama sekali setelah pemimpin negara mengakhiri tugasnya karena konstitusi membatasinya, tetapi karena rakyat mencintainya dan mengharapkan si pemimpin melanjutkan.

sumber: twitter.com/demokrat_tv
sumber: twitter.com/demokrat_tv

Maka kader pemimpin lain dengan mudah mendapat dukungan rakyat melalui partai politik yang sama. 

Hal ini juga bisa terjadi di negara ini, namun di negara kita masih tersendat misalnya diakhir presiden pertama Ir.  Soekarno memimpin terjadi gelombang protes besar kemudian digantikan Jenderal Soeharto. 

Namun setelah beberapa waktu Soeharto berkuasa maka rakyat kembali merindukan Soekarno. Begitu juga setelah kepemimpinan negara setelah Soeharto diturunkan,  kemudian kepemimpinan negara berada pada kelompok reformasi, Gusdur, Megawati dan SBY, kemudian rakyat justru merindukan Soeharto kembali. 

Begitulah kecenderungan politik sosial pada sebahagian besar negara-negara ketiga. Siklus dukungan rakyat ini menjadi suatu pola politik yang berulang,  ketika disambut dengan baik maka akan menjadi kekuatan politik, bila tidak disambut maka tunas politik itu akan hilang. 

Diantara perjalanan presiden yang  penuh dan berpengaruh pada kepemimpinan sosial adalah presiden Soekarno, Soeharto dan SBY, sedangkan Jokowi masih dalam masa kepemimpinan yang akan menemukan titik jenuh (anti klimak) rakyat.

Tentunya dimasa kepemimpinan Jokowi kecenderungan politik sosial akan merindukan kepemimpinan SBY, apalagi dalam kepemimpinan Jokowi banyak masalah yang membuat riak politik ditengah kehidupan rakyat.

Sebagaimana penulis sampaikan diatas hal itu bergantung pada mereka yang menyambut simpul politik dimaksud. 

Nah,  dalam hal ini adalah AHY sebagai representatif SBY. Namun karena performance AHY terilustrasi dalam politik sebagai orang muda maka mengalami kendala yang cukup berarti dalam pengaruh politik. 

Lalu sebagai alternatif tentu akan muncul solusi politik terhadap AHY untuk mundur selangkah sekaligus menguji kesabaran dalam politiknya. Misalnya hanya berkonsentrasi pada bargaining kekuatan politik sebagai calon wakil presiden. 

Beberapa alternatif yang mungkin dapat di interpretasikan adalah memasangkan AHY dengan calon presiden seperti berpasangan dengan Anis Baswedan atau dengan Ganjar Pranowo atau dengan Prabowo Subianto. 

AHY dapat menjadi calon Wakil presiden favorit dan dapat menjadi calon wakil presiden yang terkuat diantara nama lain seperti Puan Maharani dan Gatot Nurmantio.

Karena, kapasitas politiknya yang merupakan representatif SBY sebagai presiden yang mampu mempengaruhi kondisi kehidupan rakyat dimasa lalu. Maka dalam ukurannya sebagai calon wakil presiden AHY dapat digolongkan sebagai calon wakil presiden plus. 

Faktor lain yang menempatkannya sebagai calon wakil presiden favorit juga karena kecenderungan sosial politik dengan pola politik yang berulang yaitu kerinduan rakyat terhadap kepemimpinan masa lalu. 

Nah...politik selalu memunculkan tunasnya, namun semua itu akan berpulang pada mereka yang jeli memanfaatkannya,  jika mereka bisa sudah pasti dapat berkembang menjadi kekuatan politik, tetapi bila tidak bisa maka semua akan hilang dengan sendirinya. 

Salam

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun