Jika kita melihat kebelakang dimasa lalu kehidupan masyarakat Aceh pernah dijalani dengan cara-cara tersebut. Dimasa lalu masyarakat Aceh yang hidupnya bertani,  berkebun, melaut, berdagang dan bertukang,  tentu mereka memiliki pendapatan diberbagai profesinya. Tetapi dijaman ini kehidupan masyarakat  Aceh dipengaruhi dengan profesi lain, misalnya daya tarik yang besar dalam bidang politik dan pemerintahan yang intinya mendapat pendapatan dari uang negara telah menyebabkan degradasi dalam produktifitasnya, sehingga ketahanan masyarakat dalam politik dan ekonomi semakin lemah. Tidak hanya sebatas itu, sekaligus telah terjadi pergeseran nilai dalam kehidupan sehari-hari,  dimana mereka yang bekerja sebagai abdi negara justru memiliki taraf hidup yang dianggap bergengsi bahkan mendapat kemudahan dalam memperoleh fasilitas negara dan berdampak terhadap kekayaannya. Â
Sementara kebersamaan dalam sistem hidupnya juga semakin terdegarasi ke level yang paling rendah, karena sikut, intrik dan saling menjadi kanibal akan terbuka begitu lebar dalam kompetisi dibidang politik dan pemerintahan yang dengan sendirinya akan membangun karakter masyarakat di wilayah tersebut.
Pergeseran nilai dalam hidup masyarakat sesungguhnya juga telah mendorong terjadi pergeseran substansi dari peringatan maulid nabi. Â Jika masa-masa sebelumnya acara tersebut mampu menyuguhkan perbaikan moral dan mental bagi warga masyarakat yang sungguh-sungguh mengikutinya. Â Namun di masa kini bisa saja kita temui kebanyakan orang hanya memenuhi tuntutan yang diharuskan oleh kecenderungan budaya. Mereka tidak menjadikan maulid tersebut sebagai bentuk tambahan ibadahnya. Bahkan menggunakan momentum tersebut untuk menunjukkan kredibilitas dirinya sebagai orang yang berada.
Perubahan cara pandang ini sudah sewajarnya memdapat evaluasi terhadap suatu budaya, ia perlu dikembalikan ke esensi yang sesungguhnya atau diubah dengan pola kegiatan yang disesuaikan dengan perubahan itu sendiri sehingga target yang ingin dicapai justru bertolak belakang dari harapan membangun masyarakat di daerah tersebut.
Jika anda menanyakan, kenapa pergeseran nilai semakin jauh, tentu saja pemimpin daerah yang begitu dangkal dalam pemahaman  kehidupan rakyat. Mereka lebih banyak terikat dengan keharusan memenuhi standar tugas pemerintahan dan politik dalam laporan seperti ketundukan dalam pemerintahan serta lobby ke atas bahkan pijak ke bawah.  Sehingga target pembangunan rakyat yang sesungguhnya telah bergeser secara jauh. Â
Jika kita perhatikan secara seksama pemimpin dijaman ini lebih banyak yang memanfaatkan jabatannya untuk berbisnis dan menghasilkan uang yang banyak untuk mempertahankan stabilitasnya yang establis dimata rakyat. Sehingga kepemimpinan mereka menjadi kering kerontang dalam nilai membangun mental dan moralitas rakyatnya. Â Mereka tidak menjadi tauladan sebagaimana kriteria pemimpin yang sesungguhnya. Ilustrasinya jabatan tersebut hanya sebagai pabrik industri yang ukurannya seberapa banyak mereka memproduksi Rupiah.
Demi memperbaiki standar hidup yang lebih baik dari kondisi kekinian, dimana masyarakat yang melarat dan kesusahan maka segenap budaya dan sistem hidup yang boros sudah saatnya dievaluasi dan mengarahkan masyarakat pada kehidupan yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada sekedar jabatan pemerintahan yang terkesan dewanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H