Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maulid di Aceh, Pemimpin dan Kehidupan Rakyat yang Susah

21 November 2021   15:49 Diperbarui: 21 November 2021   15:53 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Ada fenomena menarik ketika menghadapi bulan Maulid di Aceh.  Dalam pandangan kemeriahan dan kampanye Islam terasa begitu gegap gempita masyarakat menyambut bulan kelahiran nabi Muhammad SAW. Berbagai macam model perayaan yang terilustrasi di dalam kehidupan masyarakat, terutama memasak,  bersilaturrahmi dan berujung pada kenduri dimana dimasa lalu sering disebut dengan "meutandara" meskipun ada yang diisi dengan acara dakwah atau ceramah Islam tentang sejarah kelahiran nabi.

Fenomena ini penulis amati dan rasakan selama penulis menjadi orang tua dan anak-anak bersekolah serta mengikuti pengajian di dayah dan balai pengajian di provinsi Aceh dan khususnya di Aceh Besar. Tulisan ini hanya selayang pandang terhadap pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat yang perlu disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat disuatu daerah.

Sekilas semangat perayaan maulid nabi ini mengindikasikan ilustrasi kehidupan masyarakat yang sejahtera. Setiap institusi menyelenggarakan acara maulid.  Sekolah,  dayah,  balai pengajian diberbagai tingkatan mulai SMA,  SMP,  SD bahkan TK dan PAUD. Berikutnya organisasi dan perkumpulan juga tidak terlepas dari budaya tersebut.

Jika anda memiliki empat orang anak maka sudah pasti anda berkewajiban melakukan kenduri sembilan kali.  Setiap anak sekolah melakukan kenduri dua kali, yakni  satu kali di dayah dan satu kali disekolah. Jika setiap perayaan maulid seorang anak diwajibkan oleh kepala sekolah atau kepala dayahnya untuk mengumpulkan uang sebesar Rp. 150.000 maka anda sebagai orang tua harus menyediakan setipa anak Rp. 300.000 untuk bulan maulid. Kalau anda memiliki empat orang anak yang bersekolah dan mengaji maka anda harus menyediakan Rp. 1.200.000 untuk bulan Maulid di Aceh. Tidak berhenti disitu setiap masyarakat di Aceh, pada bulan yang sama juga harus mengadakan kenduri maulid di balai desa atau mesjid yang telah ditentukan.

Setiap rumah menyediakan satu hidangan yang terkesan makanan yang mewah, biasanya daging sapi, ayam, ikan dan sejenis yang paling bagus serta kelengkapannya. Hidangan ini kemudian diantar ke mesjid atau menasah kemudian mengundang orang-orang yang berada ditempat lain untuk menyantap hidangan tersebut.

Fenomena ini masih berlaku hingga sekarang dan telah menjadi tradisi dalam kehidupan warga masyarakat di Aceh. Lalu timbul pertanyaan, apakah sebagai warga masyarakat Aceh anda keberatan dengan agenda bulan maulid tersebut?

Dalam perspektif semangat bergama tentu saja tidak, karena diperkuat dengan keyakinan dalam beragama yang menurut warga masyarakat Aceh sudah menjadi standar kehidupan pada bulan ini sebagaimana melakukan puasa di bulan Ramadhan.

Dalam perspektif ekonomi, timbul tanda tanya besar bahwa Aceh masuk dalam wilayah termiskin ke enam di Indonesia.  Sementara rutinitas budaya kehidupan masyarakat yang dipertahan secara turun temurun. Bagi warga masyarakat yang mapan barangkali kewajiban semacam ini  tidak menjadi masalah, tetapi bagi warga masyarakat miskin beban biaya maulid terhadapnya terasa berat ketika berkali-kali mengadakan maulid yang dibebankan kepada anak-anak mereka.

Lalu ketika mereka tidak memiliki cukup uang,  apa yang mereka lakukan?  Tentu mereka akan melakukan segala cara bahkan hingga berhutang kepada pihak lain untuk menjaga integritas dirinya dalam menunaikan penyelanggaraan budayanya yang berkait dengan kepercayaan sebagai ibadahnya.

Dengan ilustrasi tersebut bagi mereka dalam skala kalangan ekonomi lemah maka bulan maulid akan merupakan bulan pengeluaran yang berat setiap kepala keluarga di Aceh terutama mereka yang memiliki banyak anak bersekolah diberbagai tingkatan.

Jika kita melihat kebelakang dimasa lalu kehidupan masyarakat Aceh pernah dijalani dengan cara-cara tersebut. Dimasa lalu masyarakat Aceh yang hidupnya bertani,  berkebun, melaut, berdagang dan bertukang,  tentu mereka memiliki pendapatan diberbagai profesinya. Tetapi dijaman ini kehidupan masyarakat  Aceh dipengaruhi dengan profesi lain, misalnya daya tarik yang besar dalam bidang politik dan pemerintahan yang intinya mendapat pendapatan dari uang negara telah menyebabkan degradasi dalam produktifitasnya, sehingga ketahanan masyarakat dalam politik dan ekonomi semakin lemah. Tidak hanya sebatas itu, sekaligus telah terjadi pergeseran nilai dalam kehidupan sehari-hari,  dimana mereka yang bekerja sebagai abdi negara justru memiliki taraf hidup yang dianggap bergengsi bahkan mendapat kemudahan dalam memperoleh fasilitas negara dan berdampak terhadap kekayaannya.  

Sementara kebersamaan dalam sistem hidupnya juga semakin terdegarasi ke level yang paling rendah, karena sikut, intrik dan saling menjadi kanibal akan terbuka begitu lebar dalam kompetisi dibidang politik dan pemerintahan yang dengan sendirinya akan membangun karakter masyarakat di wilayah tersebut.

Pergeseran nilai dalam hidup masyarakat sesungguhnya juga telah mendorong terjadi pergeseran substansi dari peringatan maulid nabi.  Jika masa-masa sebelumnya acara tersebut mampu menyuguhkan perbaikan moral dan mental bagi warga masyarakat yang sungguh-sungguh mengikutinya.  Namun di masa kini bisa saja kita temui kebanyakan orang hanya memenuhi tuntutan yang diharuskan oleh kecenderungan budaya. Mereka tidak menjadikan maulid tersebut sebagai bentuk tambahan ibadahnya. Bahkan menggunakan momentum tersebut untuk menunjukkan kredibilitas dirinya sebagai orang yang berada.

Perubahan cara pandang ini sudah sewajarnya memdapat evaluasi terhadap suatu budaya, ia perlu dikembalikan ke esensi yang sesungguhnya atau diubah dengan pola kegiatan yang disesuaikan dengan perubahan itu sendiri sehingga target yang ingin dicapai justru bertolak belakang dari harapan membangun masyarakat di daerah tersebut.

Jika anda menanyakan, kenapa pergeseran nilai semakin jauh, tentu saja pemimpin daerah yang begitu dangkal dalam pemahaman  kehidupan rakyat. Mereka lebih banyak terikat dengan keharusan memenuhi standar tugas pemerintahan dan politik dalam laporan seperti ketundukan dalam pemerintahan serta lobby ke atas bahkan pijak ke bawah.  Sehingga target pembangunan rakyat yang sesungguhnya telah bergeser secara jauh.  

Jika kita perhatikan secara seksama pemimpin dijaman ini lebih banyak yang memanfaatkan jabatannya untuk berbisnis dan menghasilkan uang yang banyak untuk mempertahankan stabilitasnya yang establis dimata rakyat. Sehingga kepemimpinan mereka menjadi kering kerontang dalam nilai membangun mental dan moralitas rakyatnya.  Mereka tidak menjadi tauladan sebagaimana kriteria pemimpin yang sesungguhnya. Ilustrasinya jabatan tersebut hanya sebagai pabrik industri yang ukurannya seberapa banyak mereka memproduksi Rupiah.

Demi memperbaiki standar hidup yang lebih baik dari kondisi kekinian, dimana masyarakat yang melarat dan kesusahan maka segenap budaya dan sistem hidup yang boros sudah saatnya dievaluasi dan mengarahkan masyarakat pada kehidupan yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada sekedar jabatan pemerintahan yang terkesan dewanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun