Demikian juga halnya sistem politik lokal yang disfungsi politik, karena orientasi kekuasaan diatur melalui keputusan menteri dalam negeri dan akibat kelemahan sumber daya manusia anggota parlemen daerah sendiri sehingga peran dan fungsi politik masyarakat daerah dimasukkan ke dalam peti mati. Mereka selalu di kalahkan dalam diplomasi politik daerah dan pusat yang seharusnya sudah dalam sistem yang desentralistik tetapi sekarang justru sentralistik.
Peran dan fungsi politik masyarakat lokal begitu kaku dan lemah, bahkan mereka ibarat aparatur Pegawai Negeri Sipil Kontrakan lima tahunan untuk sekedar kelancaran sistem administrasi negara jauh dari nilai-nilai politik di negara yang sudah menganut sistem desentralisasi.
Semoga ada pemahaman yang lebih baik bagi angota DPD terhadap keberadaan politik masyarakat lokal dimasa yang akan datang. Namun jika kondisi sebagaimana sekarang tetap bertahan dan tanpa perubahan maka menurut analisa penulis tidak ada seorangpun anggota DPD yang layak dipertahankan pada pemilu tahun 2024 meskipun mereka membagi fasilitas dan uang kepada masyarakat pemilihnya diseluruh daerah.
Karena apa? Ya karena peran DPD justru telah melenyapkan desentralisasi politik. Mestinya mereka terbangun dari tidur panjangnya agar menyadari bahwa sentralisme kini telah menghantui sistem kepemimpinan Indonesia kembali sebagaimana masa lalu, bedanya hanya lembaganya saja yang demokratis atau bungkusannya tapi isinya otoritarian bahkan kekuasaan absolut pada pengelola pemerintah dipusat. Sementara anggota parlemen lain apalagi para senator atau DPD RI fungsinya bagaikan celebriti ompong kebanyakan alkohol dan shabu-shabu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H