Pertama, Pejabat pusat mengkhianati Aceh dalam  perjanjian pola hubungan Aceh dan Jakarta, terutama UUPA yang terakhir dan mudah kita updates.
Kedua, Pihak lain sudah pasti ditempatkan sebagai jahat atau berlaku buruk oleh masyarakat Aceh dan lawan politik dalam hati kecilnya, (meunyo kon ie leuhop, meunyo kon droe pasti gob).
Ketiga, Banyak tokoh Aceh yang berkhianat kepada Aceh untuk membangun kehidupan pribadi dan keluarganya dalam kemapanan dan meningkatkan derajat sosial dalam sistem kehidupan rakyat Indonesia.
Keempat, Masyarakat Aceh sebahagiaan besar merasa lebih taat dalam agama dan berkeyakinan hal itu sebagai kelebihan yang harus dihormati oleh siapapun bangsa lain.
Kelima, Masyarakat Aceh lebih pintar daripada masyarakat Indonesia lainnya dalam politik dan bernegara, rakyat miskin karena kebijakan Republik Indonesia yang salah kaprah dan korup.
Keenam, Masyarakat Aceh cukup tertinggal cara pikirnya dalam politik dan bernegara, maka rakyatnya juga miskin dan tertinggal.
Ketujuh, Para pemimpin Aceh yang dipilih oleh rakyat tidak paham membangun rakyat, bangsa dan negara. Mereka terjebak dalam membangun kekuasaan kelompok kekuasaan ditengah kehidupan rakyat.
Kedelapan, Para pimpinan Aceh baik dan normatif tapi pimpinan pusat yang tidak mampu dan tidak adil dalam memimpin rakyat.
Kesembilan, Rakyat Indonesia lain sejahtera, masyarakat Aceh dibodohkan dan dimiskinkan karena pemberontak.
Kesepuluh, Rakyat Indonesia secara keseluruhan memang non sejahtera, pemerintah belum mampu mewujudkannya.
Sepuluh hipotesa ini, tentunya tidak akan menjawab semua hipotesa pilitik tersebut, tetapi minimal dapat memberi gambaran keseluruhan secara umum karena pembahasan dalam media terbatas, yaitu artikel ini.