Alat Uji Politik
Sebagai alat keseimbangan (menimbang) maka kita mengambil dua kalimat umum yang dikutip dari inti kecenderungan politik yang dipercaya sebagai logika, menjadi bagian dari teori politik dan sosial ditengah masyarakat, hal ini juga untuk mudah dipahami oleh semua pihak sebagai berikut :
Pertama, Kondisi sosial yang buruk karena diamnya orang pintar atau diamnya orang-orang yang paham. Maksudnya mereka yang memahami tidak bersikap karena hegemony kekuasaan atau enggan karena potensi sosial yang tidak memenuhi kapasitas.
Kedua, Politik hanya mengenal kepentingan, berteman karena prospek, bersekutu karena power politik, politik cenderung sulit memahami kelemahan dan kasihan. Contohnya begini, Indonesia membantu Belanda dalam menghadapi perang politik dengan Australia, pada waktu yang lain Indonesia berhadapan perang politik dengan Malaysia, belum tentu Belanda berada di pihak Indonesia, tergantung prospektif dan kepentingan nasional bangsanya. Dalam pandangan sosial tentu ini kontroversial, tapi jika cukup dalih bagi Belanda maka dalam perspektif politik sikap tersebut justru normal.
Kesimpulan Politik
Menjawab sepuluh hipotesa politik diatas berdasarkan pengertian politik umum sebagai alat ujinya. Dimana yang terdiri dari dua kalimat diatas maka kesimpulannya sebagai berikut :
Pertama, Adanya damai, bermakna adanya perang politik, meski kedua belah pihak dapat saja berbicara diplomasi politik dalam konteks sebangsa, setanah air, sekeluarga, serumpun dan lain-lain.
Kedua, Karena ada kesebelasan atau versus, apakah tidak meungkin bersatu? Dalam politik sangat mungkin dan berpotensi jika alat pemersatunya ditempatkan alat politik yang benar dan diterima akal sehat. Berikutnya ada ruang yang dipahami oleh kedua pihak dimana negara dengan konstitusinya memiliki ruang kebangsaan atau kenegaraan dan masyarakat Aceh memahami politik dengan logika politik secara benar dengan teori dan kecenderungan politik. Bukan dengan sebatas sentimen politik atau emosional dan spirit berbangsa yang sempit.
Ketiga, MOU Helsinki sebagai kesepahaman menghentikan perang bersenjata, kemudian dikonversikan dalam UUPA (UU No. 11 Tahun 2006) sebagai wujud Hukum dalam ruang (konstitusional) bernegara dalam negara Republik Indonesia serta merupakan tahapan lanjutan dari perjanjian (MOU) yang telah dibawa pada hukum keIndonesiaan (dibahas dan disahkan oleh wakil rakyat (DPR RI)).
Keempat, Politik penguatan daerah dan masyarakatnya kemudian diperjuangkan dan hanya mengagacu dan berorientasi pada  UUPA (produk hukum konstitusional) atau produk hukum pasca kesepahaman (MOU) kesepahaman. Atau Kesepahaman yang berlanjut ketahapan persetujuan (agreement constitusional) yang melahirkan UU No. 11 Tahun 2006.Â
Kelima, Jika mengacu pada alat uji politik yang berstandar dengan dua kalimat yang kita sepakati diatas, maka politik dapat melakukan apa saja sesuai kepentingannya, apalagi tidak mengatur etika dan fatsun politik maka tidak ada yang terkhianati atau yang mengkhianati.