Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ingin Perubahan Hidup Rakyat? Perlu Standar Seleksi Calon Pimpinan Daerah dan Wakil Rakyat

15 Januari 2021   13:41 Diperbarui: 17 Januari 2021   21:19 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Sejak tahun 1999, rakyat Indonesia  mulai mengenal politik dalam berwarga negara secara menyeluruh. Terutama pengenalan dan pemahaman hak-hak politiknya.

Dimasa sebelumnya orde lama dan orde baru, politik rakyat Indonesia masih dalam transisi antara perang senjata dan pemeliharaan teritorial meski Indonesia sudah merdeka, hingga akhir orde baru rakyat Indonesia masih sebatas mengenal pembangunan ekonomi atau tatacara hidup sebagai bangsa baru merdeka.

Mentalitas bangsa ini masih pada tataran pembentukan kebangsaan, maka masalah-masalah sosial yang negatif, kriminalitas, teror, ancaman, agitasi bahkan pemberontakan masih mewarnai kehidupan rakyat yang perlu di kontrol dengan formulasi sistem keamanan yang ketat.

Maka hak-hak politik dimasa itu masih terbatas atau belum sepenuhnya menjadi hak warga negara secara utuh untuk tujuan kedaulatan rakyat.

Sejak masuk dalam pintu gerbang demokrasi hingga saat ini yang telah berusia lebih kurang 30 tahun dunia politik Indonesia masih dalam tahapan pertumbuhan dan saat ini masih terjerumus dalam sistem politik yang terbawa ke dalam industri, dimana politik masih sebagai alat menghasilkan uang dan fasilitas negara. Paling tinggi kualitasnya hanya sebatas konsolidasi kekuasaan politik pragmatis di tingkat pimpinan pusat.

Lalu, bagi masyarakat Indonesia di dserah, politik masih sebatas celah untuk alur memperoleh pendapatan, atau mengarah pada sikap dalam usaha meningkatkan status sosial untuk kemapanan hidup kelompok masyarakat. Oleh karena itu sistem politik di daerah masih terjebak dalam ranah kemampuan merebut pengelolaan uang negara.

Kenapa hal ini bisa terjadi? 

Pertama, masyarakat daerah terbangun dalam masyarakat non produktif baik dalam konsepsi pemerintah maupun swasta, masyarakat daerah tidak terbangun dalam mental dan jiwa interpreneur sebagaimana masyarakat di negara-negara produsen yang cenderung berpikir dalam konsep discovery dan inovasi untuk menghasilkan alat pemuas kebutuhan yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari.

Kedua, dunia politik di daerah masih terjerumus dalam konsepsi lapangan pekerjaan, dimana menjadi anggota partai sebagai masuk dalam sistem, pemilu dan pilkada sebagai ajang peluang dan pembukaan lapangan kerja, kampanye untuk mencari uang, menjadi anggota parlemen sama dengan mendapat kontrak kerja lima tahunan pada negara dan giliran membuka pintu gudang mengembalikan modal dan memperoleh hasil.

Ketiga, Pimpinan negara dan daerah juga wakil rakyat tidak kita lihat bertanggung jawab dan berupaya membuka lapangan kerja baru bagi rakyatnya, sebagaimana idealnya target kerja pimpinan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.

Keempat, Pemerintah daerah juga parlemen daerah, hanya melakukan aktivitas mengelola distribusi anggaran negara kepada daerah, terutama membangun fasilitas publik milik pemerintah, sehingga semua aktivitas masyarakat daerah hanya bertumpu pada pada anggaran negara.

Kelima, Pemerintah daerah tidak kreatif (tidak cerdas) dalam menggunakan anggaran pembangunan rakyat, dimana uang negara tidak diprioritaskan untuk mendorong terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Uang negara hanya untuk membangun fasilitas tidur (sleeping facilities), bahkan seringkali terbengkalai setelah bangunan publik tersebut menghabiskan uang negara yang besar.

Keenam. Kelemahan dalam memahami ilmu politik bernegara, pada masyarakat hanya terdidik dalam propaganda untuk mendapat kursi dan jabatan dengan menyogok masyarakat dan penyelenggara pemilu, akhirnya politik terdegradasi ke ranah industri yang menjadi media usaha untuk fungsi sebagaimana pabrik yang menghasilkan uang, sehingga fungsinya sebagai media membangun rakyat justru kamuplase.

Begitu fenomena kondisi pengelolaan negara di daerah, sehingga setiap tahun hanya kita lihat bahwa pemerintah dan masyarakat terjadi rebutan dalam menguasai uang negara oleh rakyat daerah dalam berbagai bidang kehidupannya.

Berikutnya kepala daerah sendiri yang seharusnya menjadi pemimpin rakyat justru berperang dengan rakyat dalam rebutan uang negara. Karena itulah akhirnya sistem pemerintah di daerah menjadi sistem kekuasaan dalam menguasai uang dan fasilitas negara. 

Peran kepala daerah sebagai pimpinan rakyat dengan sendirinya terkikis akibat kualitas seorang kepala daerah diukur dengan kekuatan modal sebagai kekuatan rencana membangun pabrik atau usaha bersama.

Jika demikian kondisi rakyat dan pemerintahan, dan politik rakyat juga secara kualitas tidak menunjukkan fungsi dan perannya dalam pembangunan rakyat, sementara nyaris semua masyarakat termasuk pemerintah berkompetisi dalam perbutan uang negara, maka wajarlah mentalitas rakyat dan pemerintah daerah korup, akibat ketergantungan hidup yang tidak punya pilihan selain orientasi pada uang pemerintah. 

Oleh karena itu jangan heran, politisi korup, kepala daerah ditangkap KPK, dan bahkan tokoh masyarakat yang pemuka agama juga mentalitasnya justru lebih korup dan terselubung. 

Lalu, masyarakat daerah diajak berpolitik secara benar, apa mungkin?

Jawabnya jangankan pimpinan politik daerah, pimpinan pusatpun curang, culas dan jauh dari kepemimpinan rakyat yang sesbenar-benarnya. Mereka yang kelihatan baik juga standarnya dalam perspektif propaganda politik, atau ibarat bungkusan yang indah untuk membalut bangkai yang busuknya sama dengan yang terbuka.

Maka indikator politik pada seseorang warga masyarakat terhadap keteguhan dalam ideology serta kebenaran dalam sistem politik baik dipusat maupun daerah, tidak dapat diukur dengan keberadaannya dan kesetiaannya pada suatu partai politik. Kenapa? Karena mereka berpartai politik hanya untuk celah mencari kehidupan yang baik atau lepas dari kemelaratan, sementara partai politik apa saja tidak menjadi ukuran yang penting berpotensi membuka jalan kepadanya.

Lalu, bagaimana dan siapa yang berpotensi merubah itu semua?

Membangun gerakan terhadap perbaikan kualitas kepemimpinan daerah tanpa melihat kepada partai politiknya, tetapi yang dibutuhkan dalam menempatkannya sebagai pimpinan daerah atau jabatan tinggi di daerah adalah mereka yang berorientasi dan berkemampuan dalam ilmu pengetahuan dan kapasitas wawasannya dalam membangun rakyat, bangsa dan negara. Mereka adalah sebagai guru-guru rakyat dalam politik yang benar dan bernegara.

Hal itu dapat dilihat dengan karya-karyanya yang membuka pikiran dan mencerdaskan rakyat bukan lagi berorientasi pada elektabilitas karena menyogok rakyat atau penciteraan kebaikan pada rakyat dengan membantu rakyat secara kamuplase.

Mekanismenya bagaimana? Seleksi kapasitas dan kualitas pemimpin secara tertulis atau ujian. Yang utama adalah memahami arah pembangunan rakyat, bangsa dan negara. Ketika lulus standar seleksi, selanjutnya baru boleh mendaftar sebagai calon pemimpin daerah dan calon wakil rakyat melalui partai politik. Dengan begitu politik  akan lebih berkualitas dan lebih dipercaya dimasa depan.

Sekian
*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun