Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berpeluang, Pimpinan Broker, Trader, Ilmuwan, dan Pribadi Sederhana Menjadi Kepala Pemerintah Indonesia

23 Desember 2020   08:49 Diperbarui: 23 Desember 2020   09:00 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, jawabannya bisa iya dan tidak, tergantung pada faktor apa yang dominan mempengaruhinya, jika dominan warga berpikir dalam standar perubahan masa depannya bisa saja semua mereka secara sadar tidak dalam tekanan faktor kecenderungan sosial lain, maka kualitas pengambilan keputusannya bisa dikatagorikan demokratis. 

Namun demokrasi akan sulit terwujud kualitasnya justru pada suatu masyarakat yang diwarnai dengan kesenjangan sosial yang tinggi, misalnya kepemilikan tanah para raja-raja masa lalu yang diwarisi anak cucunya yang hidup dimasa kini, sementara mata pencaharian masyarakat setempat berbasis agraris tentu saja mekanisme pemilihan masyarakat mesti namanya demokrasi tetapi aroma kontradiksi maka essensinya justru berubah arah.

Atau pada masyarakat biasa saat ini namun ada sejumlah kelompok masyarakat dengan tingkat kesenjangan yang tinggi maka mereka akan menguasai dukungan masyarakat dengan faktor sogok maka demokrasi tidak memenuhi kualifikasinya. Karena kekuasaan yang absolut pada mereka justru akan melahirkan sistem neokolonialisasi atau penjajahan baru justru dalam sistem demokrasi.

Kondisi seperti inilah yang terjadi pada negara berkembang terutama masyarakat transisi dalam sistem kepemimpinan sebagaimana di negara kita.

Lalu, sesungguhnya masalah apa yang mendominasi dalam sistem kepemimpinan yang dipilih rakyat tersebut? Tentu saja penyelengan kekuasaan (abuse power) terutama dalam hal korupsi anggaran atau uang negara, karena masyarakat standar kehidupan ekonominya lemah yang senantiasa berpikir dalam penggalian sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. 

Maka korupsi dalam lingkaran kekuasaan akan mewarnai kehidupan bernegara, karena sistem demokrasi masih membebani pelaku politiknya membiayai dan memfasilitasi pendukung dan pemilihnya secara ketat dalam hal pemenuhan kebutuhan standar hidupnya. 

Padahal demokrasi yang sesungguhnya justru kualitasnya diukur apabila pemimpin dan politisi yang akan dipilih oleh rakyatnya justru tidak membebani apapun pada yang dipilih, kecuali hal-hal yang berkaitan dengan tujuan membangun rakyat dalam kedaulatannya yang bermuara pada tahapan kesejahteraannya.

Berdasarkan pengalaman dalam kehidupan demokrasi di Indonesia banyak kepala Daerah yang akhirnya harus berakhir dalam korupsi anggaran negara. Hal ini adalah masalah krusial agar kasus-kasus ini tidak menjadi alasan melemahkan demokrasi dan sistem pemilihan langsung. Berikutnya apa formulasi yang bisa ditawarkan untuk mengantisipasi kasus korupsi kepala daerah, presiden atau kepala pemerintahan tersebut?

Pertama, Seorang pemimpin pemerintahan atau kepala Daerah atau presiden yang keuangan tercukupi, ada beberapa negara yang kepala pemerintahnya justru mampu hidup bertahan dalam kesederhanaannya. 

Bukan dari kalangan orang kaya atau orang yang diharapkan sebagai Tuan yang adil oleh masyarakatnya. Tetapi dengan sistem hidupnya yang sederhana ia mampu membangun kekompakan antara pemimpin pemerintah dengan rakyatnya secara sungguh-sungguh dan bukan sebatas lips service.

Kedua, Mencari kepala pemerintahan dari kalangan yang bebas finansial, misalnya pemilik broker atau trader yang sukses, mereka tidak lagi mencari uang dengan cara-cara tradisional sebagaimana rakyat kebanyakan. Sehingga mereka tidak memerlukan gaji, fasilitas atau intensif dari jabatan sebagai kepala pemerintahan biasa yang selama ini rakyat  mencurigainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun