Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembodohan Politik Rakyat Akibat Pengaburan Hak Politik dan Pemimpin Anti Demokrasi

14 November 2020   12:46 Diperbarui: 14 November 2020   13:00 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: barometerjatim.com

Pembodohan Politik Rakyat Terjadi Karena Pengaburan Hak Politik dan Pemimpin Anti Demokrasi

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Pernahkan anda mengalami mengikuti orang tertentu yang anda anggap pemimpin karena mereka menjabat dalam pemerintahan? Mungkin saja sebahagian dari warga masyarakat Indonesia mengalami hal itu.

Tentu menyisakan berbagai rasa dan pemahaman baik puas dan bermanfaat tetapi tidak sedikit dari masyarakat yang akhirnya kecewa atas sikap pejabat itu baik dalam kebijakan publiknya maupun dalam hubungan antara pengikut dengannya.

Anda sebagai warga masyarakat menjadi kader partai politik,  kemudian mengikuti politik seseorang yang anda tuakan dan mendukung penuh setiap aktivitas politik bagi dirinya. Bisa saja dia pejabat atau ketua partai politik di daerah anda. Tapi ketika anda butuhkan dukungannya diapun selalu berpaling dan tidak mau tahu tentang hak anda dan kewajibannya sebagai pemimpin. Kenapa? Bisa saja saat itu hatinya tidak berkenan dengan diri anda, karena ada informasi yang kurang baik bagi diri anda. 

Secara politik mentalitas si pemimpin itu sesungguhnya tidak siap sebagai pemimpin, ketika menghadapi masalah ia tidak bisa bersikap atau berlaku bijak. Sementara anda membangun hubungan dengannya atas emosional dan sentimen yang setiap saat dapat berubah karena manusia itu pada dasarnya adalah baharu. Tanpa aturan maka setiap saat orang bisa berubah karena tidak menguntungkan kepentingannya. Itulah yang bisa dilatagorikan egoisme, emosional, berjalan didepan dengan modal sentimen. Maka pemimpin itu sikap egonya adalah Zero atau Nol.

Yang perlu diingat bahwa pada masa sebelum reformasi mengenal satu orang pejabat bagi kalangan masyarakat bawah adalah keberuntungan dan terjadi peningkatan derajat sosial karena hubungan antara keduanya tidak terjadi secara kausalistik dalam pemerintahan.

Anggota legislatif dimasa itu diangkat oleh partai politik, sementara masyarakat hanya memilih logo partai politik dan hingga sekarang orang awam yang masih hidup hingga kini dapat ditanyakan bahwa mereka menganggap partai politik itu seperti kepercayaan dalam teology dan budaya.

Di daerah-daerah pedalaman pengurus atau kader lintas partai dimasa itu menjadi musuh atau setidaknya bersentimen dalam perpolitikan antara partai-partai tersebut. Partai yang mengatasnamakan logo agamis  melihat partai politik nasionalis sebagai kafir dalam perspektif politiknya. Demikian pula sebaliknya kader partai nasionalis memandang kader politik agamis dengan persepsi yang negatif.

Maka masa itu ilmu politik begitu sederhana, dimana orang politik bebas mengeksploitasi agama, budaya dan apa saja yang menjadi alat pengikat masyarakat banyak dengan tujuan mencintai logo yang digunakan partai politik ketika mengikuti pemilu.

Dalam hal ini hak politik warga masyarakat tidak menjadi sesuatu yang penting dalam berpartai politik, yang utama mendekati pemilu masing-masing warga di pedesaan sudah bangga sebatas mengenai kaos oblong partai yang disenanginya. Kemudian pada tataran tokoh sebatas mendapat surat tugas atau didatangi oleh seorang anggota DPRK sudah menjadi kehormatan dalam derajat sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun