Para guru besar yang kita yakin bermental lebih dari masyarakat biasa tidak akan menyeret lembaga itu ke politik praktis. Apalagi jika lebih setengah mereka menyatakan sikap maka dapat dipastikan perguruan tinggi itu bernilai merah dan perlu ditangani untuk pembenahan.
Degradasi Sistem
Degradasi nilai suatu Perguruan Tinggi sesungguhnya lebih banyak ditentukan oleh pemimpinnya. Idealnya lembaga ini dalam kepemimpinannya justru lebih urgen sebagai kepemimpinan kordinatif yang memberi spirit dan fasilitasi kepada aparatur pendidik agar proses belajar, mengajar dan penilitian berjalan lancar dan optimal.
Berkaitan kebijakan sistem manajemen umum seyogyanya  tidak akan menimbulkan hal-hal diskriminasi dan pendhaliman terhadap orang lain, apalagi hingga timbulnya sentimen dari pengambil keputusan dilembaga tersebut. Jika hal inipun menimbulkan problema dilingkungan Perguruan Tinggi maka ada yang salah dalam kepemimpinannya dan dapat dikatagorikan kepemimpinannya bobrok.
Standar Kebutuhan Pemimpin
Sesungguhnya ada 4 hal yang dibutuhkan atas kepemimpinan suatu perguruan Tinggi, yaitu :
1. Â Penataan Organisasi (leading, empowering)
2. Â Kepatuhan terhadap aturan dan prinsip-prinsip good government
3. Â Mekanisme komunikasi yang efektif (fasilitating)
4. Â Monitoring
Jika salah satu saja dari keempat bahagian dari tugas dan peran kepemimpinan ini mengalami masalah maka Perguruan Tinggi ini perlu segera diperiksa, apalagi hingga timbul berbagai sentimen yang dominan dalam kepemimpinan yang telah berdampak terhadap ketidaknyamanan para pengajar dalam lingkungan tersebut. Tentu dampak yang paling parah adalah tingkat keseriusan pengajar, miskinnya penilitian dan dampak negatif lain secara keseluruhan.
Atas dasar itulah dibutuhkan pengawasan yang ketat terhadap kemimpinan perguruan Tinggi, tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat umum yang menempatkan Perguruan Tinggi itu sebagai jantung hati masyarakat suatu daerah. Para guru besarnya yang tergabung dalam senat diperlukan suara dan tindakannya untuk pengawasan tersebut. Sehingga keberanian itu jangan sampai menjadi alat yang justru melemahkan dirinya.Â
Lalu, bagaimana jika perguruan Tinggi mengalami kebalikan dari image standarnya tersebut?
Pertama, Pemilihan Rektornya beraroma sogok