Kalau ini yang dilakukan kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dunia politik kita masih sebatas menebar citra baik bukan bagaimana menggunakan otak para pemimpin dan politisi untuk menjawab permasalahan masyarakat yang tidak pernah ada jalan keluar meski pemimpin telah silih berganti.
Akhirnya masyarakat menilai kemampuan politik dan pekerjaan politik dalam batasan yang sangat datar dan sempit dalam bentuk penyerahan bantuan ini dan itu, tentu yang baik dan banyak membantu langsung adalah yang terbaik sebagai pemimpinnya.
Sesungguhnya hal inilah yang telah merusak masyarakat, menjatuhkan martabat rakyat sebagai elemen yang selalu harus dibantu atau sebagai penerima sedekah atau bantuan, padahal negarapun tidak boleh menyebutnya membantu tetapi yang benar adalah mengimplementasikan kewajiban negara terhadap rakyatnya, bukan soal miskin atau tidak. Karena negara dalam konstitusinya adalah melakukan perencanaan pembangunan rakyatnya yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih cerdas dari rakyat.
Ketika batasan-batasan dan istilah-istilah itu dibenahi maka negara akan menjadi adil dan membangun kesejahteraan bukan sebagaimana yang berlaku sekarang bahwa pemerintah itu terposisikan sebagai si kaya dan rakyat sebagai si miskin maka pejabatnya yang baik adalah yang dermawan.
Menurut pandangan penulis kerancuan selama ini adalah bentuk penjajahan yang sempurna meski negara ini telah merdeka selama 75 tahun namun rakyatnya masih melarat.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H