Pertanyaannya siapakah yang melakukan infiltrasi politik tersebut?
Jawabannya adalah mereka kader partai politik yang memahami demokrasi secara kabur dan mereka mengutamakan jabatan dalam politiknya dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara transaksi yang terang-terangan.
Kebiasaan ini kemudian menjadi budaya dalam politik (money piro) yang sebenarnya tabu sebelumnya tapi justru pilihan membanggakan bagi politisi dimaksud.
Lantas dengan apa semangat dan prilaku politik dalam menjalankan dan mendapatkan jabatan pemerintahan? Tentu saja lebih dominan dengan cara-cara preman yang sesungguhnya menafikan etika demokrasi.
Pemerintahpun akhirnya secara terbuka melakukan infiltrasi dari politik kepemimpinan demokrasi ke politik kepemimpinan otoriter, maka Korupsi, Kolusi dan Nepotisme berkembang termaklumkan sebagai kebijakan publik yang mau tidak mau rakyat harus menerimanya.
Anda mungkin bertanya dalam hati, siapa sih pengkhianat demokrasi yang sesungguhnya?
Jawabannya sebenarnya tidak sulit, mereka adalah orang-orang yang memimpin partai politik dengan cara otoritarian, tanpa pertimbangan kemampuan ilmu politik pada kader partainya. Mereka mengambil orang dari mana saja asal mereka membayar kepada pemimpin partai politik bersangkutan bisa atau tidak itu urusan belakangan.
Pemimpin partai hanya berpolitik dengan membunuh karakter pimpinan lain yang ada dalam partai, Kenapa demikian?
Karena mereka hanya merebut jabatan misal jabatan menteri yang terbatas kalau hanya diberi peluang satu orang saja oleh presiden maka yang lainnya harus dibunuh karakternya, supaya jangan ada per saingannya. Atau kalau hanya dua kursi menteri maka dilakukan rekayasa agar bukan orang yang mumpuni tersebut atau saingannya yang jadi menteri, bahkan lebih baik dia serahkan pada anak buahnya yang patuh dan mendewakannya.
Lihatlah kecenderungan partai politik di negara anda kata teman pencerita tersebut, yang sebelumnya menerapkan pemilihan kepemimpinan secara terbuka dan memilih pimpinan disetiap tingkatan dengan memberi hak suara kepada kadernya, tapi kemudian di ubah dengan menunjuk pimpinan daerah oleh pimpinan pusat. Sehingga ketergantungan tanggung jawab penuh hanya kepada pimpinan pusat.