Oleh: goodfathers
Terdapat sifat kecenderungan dalam kebaikan, (demokratis dalam berbagai sisi kehidupan) secara alamiah pada orang yang memegang sikap teguh dalam hidupnya, dan hal itu bukan bikinan atau made in yang diproduksi khusus dalam politik.
Maka orang yang berjiwa pemimpin yang demokratis dari lahirnya sudah pasti terlihat memelihara sifat idealis karena dalam membuat keputusan-keputusan dalam dirinya juga penuh dengan pertimbangan demokratis, apalagi dalam cara hidup memimpin (membawa orang banyak dalam cara hidupnya).
Ajaran Islam juga menjelaskan bahwa setiap kalian adalah khalifah dipermukaan bumi ini. Khalifah tidak boleh di artikan terbatas sebagai pemimpin yang dibiayai oleh pemerintah seperti presiden, perdana menteri, walinegara, gubernur, bupati dan walikota.
Tetapi dalam mengelola diri juga jiwa dibutuhkan kepemimpinan atau khalifah.
Namun pada kebanyakan orang pragmatis menganggap idealisme sebagai berlebihan dan ribet.
Persepsi lainnya seperti kebanyakan menolak sesuatu tanggung jawab pada orang berjiwa demokratis, apakah jabatan atau proyek yang tidak jelas independensinya.
Padahal mereka bukan menolak rezeki sebagaimana persepsi awam.
Tetapi karena mereka tidak ingin mendapat uang secara tidak sah, misalnya melaui konspirasi, yang memangkas hak adil bagi masyarakat lainnya.
Sebagai konsekuensi berpikir demokratis maka mereka menjadi idealis, dan itulah orang baik dalam politik dan kualitasnya dapat dijamin dan dipertanggung jawabkan kepada publik.
Idealis itu terbentuk sebagai perpaduan sifatnya yang demokratis dengan kebaikannya dalam mempertimbangkan kehidupan pihak lain.
Tahukah, kenapa dalam kehidupan nabi yang sikapnya lebih mengutamakan kepentingan orang banyak bahkan kepentingan dirinya hampir tidak terurus?
Begitulah sifat demokratis dalam dirinya dan dalam kepemimpinannya.
Begitu sebaliknya mereka yang berpikir, bersikap serta bersifat anti demokratis (otoritarian) sudah pasti menjadi buruk sebagai pemimpin dan warga masyarakat karena mereka mengambil keputusan praktis dalam hidupnya, menghalalkan segala cara yang berdampak merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu yang dapat disebut pemimpin adalah mereka yang dapat membuat manajemen skala prioritas yang mengutamakan kepentingan orang banyak.
Misalnya Tahapannya sebagai berikut :
Pertama, antara kepentingan pribadi dan keluarga, mereka mengutamakan keluarganya.
Kedua, Antara kepentingan keluarga dengan kelompok politiknya, mereka mengutamakan kelompok politiknya.
Ketiga, Antara kepentingan keompok politik dan kepentingan partai politik, mereka mengutamakan Partai Politiknya.
Keempat, Antara kepentingan partai politiknya dengan kepentingan daerahnya, mereka mengutamakan kepentingan daerahnya.
Kelima, Antara kepentingan daerah dan negaranya, mereka mengutamakan kepentingan negaranya.
Dalam hal sifat demokratis maka mereka mengutamakan yang paling banyak orang terlibat di dalamnya, maka masa depan semua orang dalam daerah dan negara menjadi pertimbangan utama dari masa depan yang lainnya.
Oleh karena itu pemikir politik dunia yang berpikir dalam konsep sosialis yang mementingkan kehidupan rakyat hidupnya pasti melarat sebagaimana Karl Marx, karena aktivitasnya tidak mungkin berkisar pada sebahagian besar pekerjaan menghasilkan uang di muka bumi ini.
Kecenderungan seperti ini akan dialami oleh semua orang yang berjiwa besar sebagai pemimpin, karena mereka mengutamakan kepentingan orang lain, itulah yang disebut dengan khalifah. Tapi apakah ini bisa anda tolak? tentu siapapun tidak bisa menolaknya jika semua orang dimuka bumi ini orang yang berjiwa demokratis atau orang baik.
Perlu diingat bahwa demokratis itu adalah kata sifat, intinya adalah sebagai berikut :
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban setiap orang.
Sebagai Contoh :
Bersikap adil kepada semua orang
Menghargai perbedaan pendapat
Menghargai keputusan musyawarah
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong
Mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
Tidak membeda-bedakan status sosial semua orang.
Politik Demokrasi juga dapat diartikan sebagai sistem politik yang kompetitif, di mana para pemimpin dan organisasi bersaing untuk menjabarkan alternatif kebijakan publik. Dalam sistem ini, pendekatan yang paling wajar adalah sejauhmana dan sedalam mana kualitas partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.Â
Maka dalam sistem demokrasi ada indikator yang dipertaruhkan dalam kesungguhan yang membutuhkan kepercayaan (Trust) sebagaimana Iman (kepercayaan yang suci) dalam teology yang sulit mencari ukurannya, hanya Tuhan yang mengetahuinya.
Indikator yang paling berkualitas hanya bisa dinilai dengan fakta-fakta, maka tanpa kemampuan analisa yang objektif, kesimpulan terhadap prilaku pemimpin, atau seseorang sudah pasti tidak mampu diukur secara pasti.
Kalau kita memperhatikan dengan seksama ada hubungan sangat erat antara kepribadian yang demokratis dengan kepemimpinan politik pragmatis yang seringkali terlihat lamban dalam menemui keputusan. Karena pertimbangan dampak dan proses membuat keputusan dengan kordinasi sehingga bisa diterima semua yang terlibat di dalam kepemimpinannya.
Kenapa demikian? jawabnya adalah karena pemimpin yang demokratis memperhitungkan keputusan yang diambil secara cermat, mulai dari tingkat keputusan yang besar terkait bernegara, berdaerah, berpartai politik bahkan sampai pada tingkat keputusan dalam dirinya.
Untuk apa? Tentu saja untuk resiko yang paling minim bagi semua pihak dan keuntungan yang optimal untuk semua pihak.
Maka model pengambilan keputusan yang kualitasnya terbaik adalah seperti orang menarik rambut dalam tepung.
Karena rumusannya sederhana tapi sulit melakukannya, maka yang mereka yang memilih menjadi pemimpin adalah mereka yang mampu membuat rumusan keputusan dan menyelesaikannya semua tahapan sebagaimana penulis sampaikan diatas.Â
Maka pemimpin yang mampu itu sangat langka di masyarakat kita, yang banyak kita dapatkan hanya mereka yang diberi peluang menguasai jabatan sebagai bargaining alat politik yang lebih besar oleh para petinggi negara ini.Â
Bisa jadi untuk sebatas opini untuk menutupi prilaku petinggi negara terhadap masyarakat sedaerah yang terdhalimi.
Lalu pemimpin yang masyarakat pilih itu adalah sebagai tumbal dalam politik demokrasi.Â
Berikutnya, kalau pemimpin itu sebagai tumbal, lalu apa yang bisa diharapkan untuk perubahan perbaikan tahapan kesejahteraan rakyat sebagaimana cita-cita negara pada umumnya.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H