Para pimpinan partai politik memainkan ilmu kepemimpinan partai politik dalam budaya kerajaan partai dan kader hanya sebagai anak buah yang sama sekali tidak punya hak untuk berbeda pendapat.
Mereka boleh punya pendapat tetapi untuk berpendapat secara berbeda maka kader harus berpikir seribu kali.Â
Daripada banyak urusan sebagaimana dalam operasi Kang Ujang Bustomi yang terkadang mengeluarkan bahasa kepret terhadap dukun santet dalam masyarakat ilmu hitam.
Tetapi kalau pimpinan partai politik mengeluarkan bahasa kepret terhadap kadernya karena kader lemah dalam memahami ilmu politik dan penerapan kebijakan politik yang merugikan rakyat tentu partai akan menjadi normal kembali dan rakyat akan hidup normal dalam masyarakat berdaulat.
Tetapi kalau pimpinan partai menggertak dengan kata kepret untuk kader karena melakukan protes atau keberatan dengan kebijakan bertentangan dengan masyarakat, tentu akan lain warna partai politiknya. Minimal tidak gelap akan lebih terbuka dan terang. Masyarakatnya tentu akan mengikuti partai politik, apakah hidup dalam terang atau hidup dalam gelap sebagaimana masyarakat kena ilmu hitam.
Kehidupan masyarakat bergantung pada ajaran politik dari partai-partai politik terutama dalam kebijakan memilih pimpinan negara, kepala daerah dan lain-lain. Pola kepemimpinan dalam merumuskan dan membuat keputusan (decision maker) Â inilah yang menjadi contoh atau ketauladanan masyarakat. Mereka akan melihat pimpinan dalam menentukan kepala daerah, apakah pragmatis atau menghargai pendapat daerah-daerah. Begitu juga pimpinan partai menggunakan seni apa sehingga mereka bisa membawa masyarakat berpartisipasi dalam perumusan keputusan partai.
Oleh karena itu partai politik yang menghormati rakyat dan memahami demokrasi yang benar maka mereka akan mengejar kualifikasi tersebut dalam pengambilan keputusan partai politik.
Maka jangan heran kalau di eropa memilih pemimpin Opera saja mereka melibatkan rakyat dalam hal ini penonton. Begitu pola-pola yang membutuhkan seni dalam manajemen partai politik sejauhmana mereka bisa melibatkan rakyat.Â
Dalam rule of the game, permainan politik ini saja menjadi cukup menarik bagi rakyat dalam memandang partai politik.
Tapi sekarang keputusan-keputusan partai dibabat pakai pedang sekali tebas, kalau sudah petinggi atau ketua berkehendak maka jadilah dia, tanpa kompromi tanpa landasan dalam membuat keputusan.
Apa ini berlawanan dengan hukum dan etika demokrasi serta konstitusi negara ?