Mohon tunggu...
Tapa Shidiq
Tapa Shidiq Mohon Tunggu... Guru - Belajar mentuturkan gagasan lewat tulisan.

Seorang guru matematika di Kabupaten Serang Banten. Meski bakat menulis masih belum mumpuni tapi ingin menjadi bagian dari pejuang-pejuang literasi,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Risalah Burung Kedasih

13 Juni 2021   11:33 Diperbarui: 18 Juni 2021   11:15 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Disuatu senja bertuturlah seorang kakek tua kepada cucunya.

Ia tahu sang cucu sedang menahan amarah dan luka.

Seperti biasa sang kakek selalu memiliki segudang cerita untuknya.

Cukup untuk membasuh segala perih dari luka yang menganga.

Seperti senja-senja yang lalu.

Kakek mengajaknya berkeliling kampung dengan speda onthel kesayangannya.

Sambil mengayuh sepeda ia memulai kisah....

Nak dahulu kala hiduplah seekor burung bernama Kedasih.

Konon kedasih dahulunya hidup disebuah padang pasir nan tandus.

Namun Allah selalu mengilhamkan kepadanya cara untuk bertahan hidup.

Serangga2 gurun sesungguhnya adalah nikmat yang Allah sediakan untuknya.

Namun ketamakan melahap rasa syukurnya....

Ia mencaci saban hari, mengapa hanya serangga-serangga gurun yang dapat ia makan?

ia mengeluhkan betapa sulitnya perjuangan untuk mendapatkan seekor serangga.

Lalu Allah uji ia dengan kehadiran seekor burung pipit yang tersesat.

Si burung pipit menceritakan tentang keindahan negerinya.

Makanan dan minuman yang lezat,

Dan kesenangan-kesenangan lain yang bisa ia dapat.

Sang pipit menjanjikannya menjadi raja apabila kelak ia pulang kenegerinya.

Maka dengan suka cita kedasi mengantar sang burung pipit.

Keluar dari gurun yang tandus itu.

Kedasi terbelalak melihat betapa indah negeri sang burung pipit.

Seperti janjinya kedasi menjadi raja.

Lalu menyusullah istri sang kedasi menjadi ratu.

Mereka berdua mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang istimewa.

Setiap hari para pelayan dari burung pipit mengantarinya makanan dan minuman lezat.

Namun, semuanya berubah tatkala sang ratu hendak bertelur.

Tabiatnya keduanya memang tak mau berjuang.

Dengan liciknya Ia singkirkan telur-telur pipit dari sarangnya.

Lalu, ia ganti telur itu dengan miliknya.

Uniknya, sungguh sangat ganjil

karakter membunuh itu menurun kepada bayi-bayi mungilnya.

Manakala Sang Ratu kedasi tak sempat membuang telur-telur pipit.

 Bayi mungil kedasi yang baru menetas  akan menggantikan tugas induknya.

Membuang telur-telur pipit yang malang...

Kemudian dengan polosnya kedasi kecil memperbudak Burung kecil yang menjadi "Induknya"

Begitulah terus cara hidup sang kedasih hingga kini.

Meski Kedasi tak jadi raja dan ratu lagi.

Namun tabiatnya hingga kini masih sama.

Menggantikan telur-telur burung kecil dengan miliknya.

Kemudian ia lepaskan tanggung jawab pengasuhan anak-anaknya....

Ia hidup menyendiri dan selalu mencaci maki pipit yang pernah membawa nenek moyang nya kesini.

Kake menghentikan kayuhannya...

mereka berhenti disebuah gubuk dipinggir sungai.

"Nak janganlah hidup seperti burung kedasih.

Jangan bergantung kepada milik orang lain.

Bersyukurlah atas apa yang Allah berikan.

Jangan mencaci takdir.

Bangunlah masa depanmu sendiri dengan kerja keras.

Tetapi jangan menjadi penyendiri.

Bergaulah dengan baik hormatilah hak-hak orang lain".

Mereka berdua menyaksikan senja yang indah.

Sayup-sayup terdengar.

Cit   citcit   citcit  citcit  cit citcitcitcitcit .....

Burung kedasi meratapi nasibnya .....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun