Mohon tunggu...
Tan Wee Chang
Tan Wee Chang Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Saya seorang Apoteker namun memiliki hobi dalam dunia musik dan digitalisasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pola Asuh yang Benar Merupakan Salah Satu Upaya Mengurangi Kedurhakaan Anak

29 Februari 2024   12:06 Diperbarui: 29 Februari 2024   13:24 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Kedurhakaan seorang anak merupakan issue yang meresahkan. Perilaku yang kurang ajar/tidak pantas seorang anak terhadap orang tua-nya merupakan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. 

Seorang anak yang sejak kecil dilahirkan dari Rahim ibunya yang sudah susah payah mengandung selama 9 bulan tidak sepantasnya mendapatkan perlakukan tersebut dari seorang anak. 

Menurut Departemen Kehakiman Amerika, pada tahun 1980, diperkirakan dalam 1,2 juta kasus, 47.000 kasus diantaranya adalah kekerasan anak terhadap orang tua. 

Pada periode 1977 hingga 1986, satu dari sebelas keluarga di seluruh dunia, anak-anak membunuh orang tuanya. 

Berdasarkan survey nasional Jepang, kekerasan yang dilakukan anak terhadap orang tua 80 persen-nya dilakukan oleh anak laki-laki berusia 15-24 tahun. Deskripsi ini menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan orang tua merupakan kedurhakaan anak terhadap orang tua.

Pentingnya pola asuh yang benar merupakan salah satu solusi dalam karakter anak. Menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia), terdapat 3 kebutuhan dasar anak: Asah, Asih, dan Asuh. 

Asuh merupakan kebutuhan fisik anak yang terutama dan hasil dari asuh yang benar pasti menghasilkan karakter seorang anak (bagaimanapun sifat anak yang diturunkan sejak dini). Para ahli mengatakan bahwa pada 20 tahun terakhir ini kasus pada anak-anak yang mengalami stres meningkat. 

Hal itu ditandai dengan banyaknya anak-anak dengan tindakan anti sosial, anak menjadi nakal, hal ini terjadi karena pada sistem keluarga (misal: broken home, pola pengasuhan, pertengkaran ayah dan ibu) akan memicu pribadi anak yang nakal (Rahayu, P. (2008) Orang tua perlu pahami pendidikan anak). 

Pola pengasuhan yang salah, anak bisa menjadi depresi sebagai gambaran di Amerika menunjukan 1% pada anak usia 1-3 tahun, 2% usia sekolah, dan 5-8% pada usia remaja yang mengalami depresi. Pola asuh dari keluarga dapat berdampak pada karakter anak.

Tindakan-tindakan durhaka yang dilakukan seorang anak jaman now perlu diketahui sejak dini. Banyak sekali perilaku atau tindakan anak yang seringkali tidak disadari sejak dini, seperti: suka berbohong kepada orang tua, sering memaksa orang tua untuk melakukan apa yang menjadi keinginan anak, mengabaikan perintah orang tua, dan lain sebagainya. 

Hal ini perlu diketahui sejak dini karena bila dibiarkan maka si anak akan menjalani hal ini hingga dewasa. 

Dilansir dari artikel Detikhealth.com, Persentase anak berbohong adalah: Pada usia 2 tahun, 20 persen anak-anak akan berbohong. Presentase akan meningkat sampai 50 persen pada anak usia 3 tahun. Dan hampir 90 persen pada usia 4 tahun.Hal ini menunjukkan bahwa tindakan durhaka anak sudah terjadi sejak dini.

Pola Asuh Orang Tua yang diterapkan Jaman Now. Di Era jaman now khususnya di era yang serba digital, orang tua dituntut extra dalam menjadi pedoman atau pondasi bagi anak. 

Hal ini disebabkan karena melalui teknologi digital seperti handphone/gadget, laptop, dan lainnya, anak-anak dengan mudah memperoleh segala sesuatunya dan salah satu pola asuh yang diterapkan orang tua jaman now adalah dengan memberikan gadget kepada anak agar anak tidak rewel. 

Berdasarkan hasil penyebaran angket (peneliti dimakassar) di salah satu TK pada bulan Agustus 2019 diketahui bahwa terdapat sejumlah siswa yang menggunakan gadget, dimana dari 52 orang tua yang mengisi angket terdapat sekitar 75,86% yang menyetujui anaknya menggunakan gadget, selain itu motif orang tua memberikan gadget kepada anaknya berdasarkan adalah (Because of motive) 34% untuk menuruti kehendak anaknya, 13,6% untuk mengikuti perkembangan zaman, 18.8% untuk memperkenalkan gadget, dan sisa nya in order motive orang tua. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hampir separuh anak usia dini di Indonesia sudah bisa menggunakan handphone (HP) atau gawai, juga mengakses internet pada 2022. Secara total, ada 33,44% anak usia dini di Indonesia yang menggunakan handphone atau gawai nirkabel. Dari data diatas menunjukkan bahwa, orang tua sudah menerapkan pola asuh dengan gadget pada anak sejak usia dini.

Anak-anak Durhaka jaman now semakin banyak sejak dini. Penggunaan gadget membuat anak-anak jaman now menjadi anti sosial, banyak sekali anak-anak lebih suka memainkan gadget dibandingkan bermain diluar rumah. Ketika anak selalu memainkan gadget maka didalam otak nya sudah terbentuk suatu barrier/kecanduan yang tidak mau diganggu lagi oleh dunia luar, sehingga orang tua yang selalu memberikan hal-hal positif kedalam hidup si anak sejak usia dini kalah dengan materi-materi yang dilihat si anak dari gadget. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan si anak menjadi durhaka ketika orang tua selalu ditolak atau tidak boleh mengganggu nya saat bermain gadget. Berdasarkan survey Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2020) terdapat sekitar 71,3% anak usia sekolah memiliki gadget dan atau memainkan gadget mereka dalam kurun waktu yang cukup lama dalam sehari. Dan sebanyak 55% diantaranya menghabiskan waktu bermain ponsel tersebut dengan game online maupun offline. Hal ini pun didukung karena di Indonesia sendiri, Indonesia berada di posisi keenam dalam jajaran negara dengan pengguna smartphone terbanyak, mencapai 73 juta pengguna. Jumlah ini diperkirakan akan mengalami pembengkakan menjadi 115 juta pengguna pada 2027 mendatang. Dari deskripsi ini dapat kita lihat bahwa banyak anak jaman now yang sudah kecanduan dengan gadget dan kecanduan ini sangat berpengaruh pada perilaku anak yang menjadi durhaka kepada orang tua.

Tindakan-tindakan atau contoh-contoh pola asuh yang benar sejak dini membantu perbaiki karakter anak. Setiap orang tua tentu nya ingin anaknya bertumbuh kembang dengan baik, namun tidak semua orang tua memahami cara polah asuh yang benar namun ingin karakter pribadi si anak baik. Tidak jarang juga ditemukan orang tua jaman now justru banyak yang memberikan contoh karakter yang tidak baik bahkan menjatuhkan karakter anak. Pentingnya pola asuh yang benar sejak dini agar karakter anak bertumbuh kembang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan pustaka, Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009) membagi pola asuh ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:

1. Pola asuh otoriter: Orangtua yang cenderung membatasi dan menghukum.

2. Pola asuh demokratis/otoritatif: Orang tua dengan gaya otoritatif merupakan salah satu pola asuh yang bersifat positif dan mendorong si anak untuk mandiri, tetapi orangtua tetap menempatkan kendali dan batasan atas perilaku si anak.

3. Pola asuh permisif: Orangtua dengan gaya pola asuh ini jarang atau bahkan tidak pernah berperan dalam kehidupan si anak.

Berdasarkan Santrock, John W. (2009). Perkembangan Anak edisi 11. Jakarta: Erlangga. Beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak., Hindari anak dari trauma fisik dan psikis, Penuh kasih sayang, Tidak membandingkan anak dengan anak lain, Tidak otoriter,Berikan tanggungjawab, Penuhi kebutuhan gizi Makanan, Menciptakan lingkungan yang positif, Aktif berkomunikasi dengan anak. Penerapan pola asuh diatas bila diterapkan dengan benar maka akan memberikan pengaruh yang besar dalam karakter.

Pola asuh yang benar akan sangat memberikan dampak pada kehidupan si anak. Pola asuh yang benar diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap karakter anak, banyak anak-anak yang ber-karakter baik menjadi orang baik bahkan sukses diusia mendatang. Kehidupan anak dimasa depan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor karakter yang dibentuk sejak kecil dan tentu-nya karakter ini terjadi setelah si anak mendapatkan pola asuh yang benar sejak kecil. Pada tahun 1900 pernah diadakan suatu penelitian tentang kehidupan anak-anak dan keturunan dari dua orang sahabat yang sama sama tinggal di New York. Mengisahkan tentang kisah dua keluarga yang hidup di abad 18, yaitu perbandingan antara keluarga Jonathan Edward dan Keluarga Max Jukes. 

Hasil dari keturunan Jonathan Edwards mempunyai 1000 lebih Keturunan dengan profesi berikut:13 orang menjadi rector, 65 orang menjadi professor, 3 orang terpilih sebagai senator Amerika Serikat / anggota DPR, 30 orang menjadi hakim, 100 orang menjadi pengacara, 75 orang menjadi perwira militer, 100 orang menjadi pendeta, 60 orang menjadi penulis terkenal/penulis buku terlaris, 80 orang memegang peranan penting dalam berbagai instansi/ pemuka masyarakat, termasuk menjadi gubenur, 1 orang adalah wakil presiden Amerika Serikat, 66 orang dokter, 135 orang editor, 1 orang penerbit, 100 orang lebih menjadi misionaris, 80 orang memiliki kantor public, 1 orang menjadi wakil presiden AS, 1 orang menjadi istri presiden AS, 1 orang penilik keuangan AS.

Hasil dari keturunan Max Jukes mempunyai 540 keturunan dengan profesi sebagai berikut: 310 mati sebagai pengemis, 150 orang keturunannya pernah masuk penjara dengan berbagai kejahatan yang pernah dilakukan, dengan hukuman penjara rata-rata 13 tahun, 7 di antaranya adalah pembunuh, 100 orang lebih adalah pemabuk, Banyak dari keturunannya menjadi wanita yang tidak baik. Dan keluarga ini telah merugikan Negara sebesar 1,25 juta, atau sebesar 12 milyard rupiah (pada abad ke 19). Keluarga Jukes, telah merugikan pemerintah Amerika Serikat lebih dari setengah juta dollar untuk merehabilitasi mereka. Artinya, mereka bukan saja tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada masyarakat namun malah merugikan.

Perbedaan dari hasil keturunan antara Keluarga Jonathan Edward dan Keluarga Max Jukes adalah pada Resep "Good Parenting" atau pengasuhan anak.

Anak yang Durhaka memiliki keterkaitan erat dengan Pola Asuh. Anak yang durhaka menjadi ancaman orang tua dikemudian hari apabila tidak ditangani dengan serius sejak dini, dapat kita lihat bahwa kasus-kasus kedurhakaan anak yang terjadi tidak lain disebabkan oleh pola asuh orang tua itu sendiri. Orang tua yang menerapkan pola asuh yang buruk, jelas menimbulkan dampak negative pada karakter anak dan tidak jarang ditemukan kedurhakaan seorang anak diturunkan dari orang tua yang didukung dengan pola asuh yang tidak baik. Diansir dari I-News Pangandaran, terdapat 7 kasus anak bunuh ibu kandung pada tahun 2023, jumlah kasusnya terdiri dari motif: tak direstui pacaran, marah disebut anak dajjal, tak siapkan makan siang, gelapkan uang anak, kesal tak diberi uang sabu, konflik jual beli tanah, dan dugaan ritual pesugihan. Data World Health Organization (WHO) 2021 menjelaskan, 10-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami kondisi permasalahan terkait kesehatan mental. Dari angka itu, 50% di antaranya dimulai sejak usia 14 tahun dan 75% dimulai pada usia pertengahan 20-an. Deskripsi diatas menggambarkan anak yang mengalami kesehatan mental berdampak buruk pada orang tua dimana kejadian-kejadian ini dimulai sejak dini. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua itu sendiri karena dapat dilihat dari motif pembunuhan yang dilakukan seorang anak tidak lain karena orang tua itu sendiri.

Pentingnya penerapan pola asuh sejak dini. Seorang anak lahir di dunia tentu-nya tidak bisa langsung menjadi seorang dewasa dengan sendiri nya, pengaruh dari keturunan dan lingkungan sangat berpengaruh pada karakter anak. Karakter anak yang diturunkan dari orang tua sejak dini dapat berubah menjadi baik apabila lingkungan dan pola asuh anak sejak dini baik dan benar. Menurut Benjamin S. Bloom et al. (dalam Widya Dewi Asy-Syamsa dan Eva Soraya, hlm. 4), hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa perkembangan intelektual seorang anak sangat pesat pada tahun-tahun awal perkembangan mereka. Seorang anak berusia empat tahun akan memiliki sekitar 50% ukuran penyebaran kecerdasan orang dewasa. Ada peningkatan 30% lagi pada usia delapan tahun, dan peningkatan dua puluh persen lagi pada pertengahan atau akhir sepuluh tahun kedua. Berdasarkan Hasil dari penelitian Hanisha Rahma Dhani (Journal Of Social Science Research) yang melibatkan 10 penelitian jurnal artikel & skripsi yang telah diteliti terkait pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosional anak sejak dini, menunjukkan bahwa Pola asuh orangtua berpengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak usia dini. Penerapan pola asuh anak sejak dini menjadi salah satu tindakan mengurangi kedurhakaan anak.

Pola Asuh yang baik dan benar sejak dini dapat mengurangi jumlah anak yang durhaka. Penerapan pola asuh yang baik dan benar telah menciptakan karakter anak yang baik, belum ada riset yang menyatakan pola asuh yang baik dan benar memiliki dampak yang buruk pada kehidupan/masa depan si anak. Hal ini tentu sangat mengurangi jumlah anak yang durhaka bila orang tua menerapkan pola asuh yang baik dan benar. Berdasarkan hasil bukti kisah nyata terkait perbedaan pola asuh yang diterapkan antara Keluarga Jonathan Edward dan Keluarga Max Jukes tahun 1900, didukung dengan jurnal "Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Moral dan Pola Pikir Anak" yang ditulis oleh Puji Ayu Handayani tahun 2021, dan jurnal "Pola Asuh yang Berbeda-beda dan Dampaknya terhadap Perkembangan Kepribadian Anak" oleh Gina Sonia, 2020. Menyimpulkan bahwa Pola Asuh anak yang benar memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap berkurangnya kedurhakaan anak di masa mendatang saat mereka dewasa nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun