Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pintu Nomor Sebelas

7 September 2020   09:19 Diperbarui: 26 September 2020   13:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, di depan pintu nomor sebelas itu, ia berharap Sonia keluar dan mengenalinya sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan hidupnya. 

Terbayang lagi kehidupan yang ingin dijalaninya bersama perempuan itu. Ia ingin membangun semuanya dari awal, memperbaiki luka-luka bersama-sama.

Tak berapa lama pintu itu terbuka. Degup di dada Baskara semakin kencang. Perempuan itu! Masih seperti dulu. Manis dan mendebarkan. Mereka bertatapan. Sekilas ia melihat bibir perempuan itu bergerak, namun tertahan.

"Sonia..." sapanya dengan suara parau. Mata mereka masih bertautan. Baskara mencari-cari binar yang dulu bersemayam di mata telaga itu. Namun ia tak menemukannya. Sonia menatapnya seolah ia adalah orang asing.

"Sssiapaa...?" tanyanya dengan suara lirih.

"Aku Baskara Nia, masih ingat aku? Aku telah kembali. Aku sudah bebas." Baskara berusaha memulihkan ingatan perempuan itu. Namun ia tak menemukan senyum sedikit pun di wajah Sonia. Ada apa dengan perempuan itu? Mengapa ia tak mengenalinya lagi?

"Aku...Aku...tak tahu." Lalu Sonia terlihat ketakutan. Perempuan itu segera berlari menuju pintu dan menutupnya dengan tergesa. Ditinggalkannya Baskara yang masih termangu ditelan kerinduan dan luka.

Bagaimana mungkin Sonia melupakannya? Baskara telah mengorbankan waktu dan hidupnya di balik dinding penjara hanya untuk membela perempuan itu, melindunginya dari kesia-siaan hidup. Sonia telah mengalami kekejaman luar biasa yang dilakukan ayah kandungnya sendiri. 

Perempuan itu juga menanggung beban rasa bersalah yang luar biasa berat karena telah menghilangkan nyawa ayahnya sendiri. 

Baskaralah yang membuatnya tetap bisa berdiri di luar tanpa cemoohan orang-orang, tanpa label "pembunuh" yang akan selalu melekat setiap saat bahkan setelah selesai menebusnya. 

Baskara telah merelakan itu semua, menelan penderitaan selama sepuluh tahun dalam penjara. Lelaki itu rela disiksa para tahanan lain, diperlakukan tidak adil, serta mengalami pelecehan-pelecehan yang tak terhindarkan. Apakah semua itu belum cukup untuk sekedar terbayarkan dengan sebuah ingatan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun