Namun ia telah menjadi monster yang mengerikan. Dalam waktu singkat, Baskara langsung paham apa yang telah terjadi. Darah yang berleleran pada bilah pisau, lelaki setengah baya dengan perut koyak, serta pakaian Sonia yang berantakan sudah cukup menceritakan semuanya.
"Berikan pisau itu padaku Sonia, lalu pergilah sejauh mungkin. Kau akan melupakan kejadian ini. Kau harus lupakan semuanya! Kau tak pernah mengalaminya," teriak Baskara lagi.Â
Lelaki itu lalu merebut pisau dari genggaman Sonia. Didorongnya pelan tubuh perempuan itu agar menjauh dari sosok lelaki berlumuran darah yang masih berusaha menghirup sisa-sisa napas penghabisannya itu.
"Cepat pergi! Lupakan semuanya!" Baskara mengulangi perintahnya.
Pisau telah berpindah tangan. Sonia pun berlari meninggalkan tempat itu dengan hati hancur. Ia terpaksa meninggalkan sosok lelaki yang bersimbah darah yang masih mengerang kesakitanitu.Â
Sosok lelaki itu dulu pernah dibanggakan dan dihormatinya. Namun situasi hidup yang memporak porandakan keluarganya membuat lelaki itu berubah. Sonia tak lagi mengenal ayahnya sendiri.
Baskara sadar apa yang telah dilakukannya. Cerita hidup di depannya telah ia tulis sendiri. Sebilah pisau penuh darah yang digenggamnya itu akan membawa masalah besar. Ia sangat tahu hal itu.Â
Sebuah keputusan telah dibuatnya. Ia tak rela perempuan bermata telaga itu harus menanggung lukanya sendirian. Dengan dada serasa pecah dan tubuh gemetaran, ia memilih untuk menggantikan posisi Sonia.
Akhirnya semua orang pun melihatnya sebagai pembunuh. Pembunuh yang menghabisi nyawa seorang lelaki terhormat di kampung itu.Â
Sepuluh tahun adalah waktu yang dibayarkannya demi Sonia. Baskara rela menjalani hari-hari suram dalam dinding tinggi yang tak menawarkan apa-apa selain kepedihan dan keputusasaan.
***