Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Ganteng di Warung Mie Pangsit

23 April 2017   15:39 Diperbarui: 27 April 2017   18:00 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun keesokan harinya, Alan tidak datang. Padahal aku sudah siap-siap pengen pamer senyumku yang paling manis buatnya. Berkali-kali aku memandang pintu warung saat ada pelanggan yang datang, namun saat kutahu itu bukan Alan, aku pun kecewa. Sampai siang cowok kembaran Ello itu tak muncul juga. Hari itu kebun bungaku mendadak layu. Kemana sih dia?

Hari-hari berikutnya, Alan tak datang juga. Aku mulai merasa kehilangan. Namun aku tetap berusaha menutupi kegelisahanku itu dengan tetap menyelesaikan tugasku. Membuat teh, membersihkan alat makan, dan melayani pengunjung, semua kulakukan dengan sebaik-baiknya. Warung mie bapak yang makin ramai pembeli akhirnya membuat bapak dan aku semakin  sibuk. Dan akhirnya aku tak punya waktu lagi untuk melamunkan ketidakhadiran Alan. Kadang memang terbersit rasa penasaran. Aku pengen banget lihat senyumnya lagi. Si Alan yang memang sialan itu sudah berhasil merampok hatiku!

Sampai pada suatu siang, warung mie bapak sedang ramai pembeli.  Alan akhirnya muncul di warung. Ia memakai topi pet warna hitam dan jaket coklat. Wajahnya yang ganteng hanya terlihat separuh karena tertutup topinya yang sengaja diturunkan. Setelah memesan segelas es teh, ia duduk di kursi favoritnya. Sekilas kulihat ia tersenyum padaku. Segera kubalas dengan senyumku yang paling manis, senyum yang sudah kusimpan untuknya selama berhari-hari.

Namun aku melihat ada yang aneh pada raut wajah gantengnya. Ia tampak  gelisah. Berkali-kali ia melongok ke arah jalan raya seakan ada yang dicarinya. Saat aku sedang menyiapkan es teh pesanannya, tiba-tiba ia sudah berdiri di belakangku. Aku tersentak sebentar merasakan tubuh jangkungnya yang begitu dekat denganku. Namun aku menangkap ada semacam ketakutan di matanya.

“Sri, boleh numpang ke toilet nggak?” tanyanya kemudian. Aku yang terpana karena memandang wajahnya sedekat itu hanya bisa mengangguk dengan bego. Lalu Alan berkelebat menuju ke toilet yang ada di belakang warung. Aku melanjutkan membuat teh. Oalahh, ternyata cuma kebelet pipis to? Aku lalu tersenyum geli.

Beberapa saat kemudian dua orang laki-laki bertubuh kekar masuk ke warung.  Yang satu botak, satunya lagi berambut lurus dan disisir ke belakang. Mereka tidak segera mencari tempat duduk, namun memandang berkeliling seolah mencari sesuatu. Bapak yang sedang meletakkan rebusan mie ke dalam mangkok-mangkok lalu mempersilakan mereka duduk. Namun si botak malahan melangkah mendekati bapak.

“Maaf  Pak, apakah tadi ada seorang pemuda memakai jaket coklat dan bertopi masuk kesini?” tanyanya. Mendengar itu, darahku langsung terkesiap. Aku langsung teringat Alan   Ada apa gerangan? Kenapa laki-laki itu mencarinya?

“Wah, saya kurang perhatian pak, warungnya lagi banyak pembeli. Kamu lihat nggak Ndhuk?” Bapak lalu bertanya padaku. Lalu dengan segala kepolosanku aku menceritakan kedatangan Alan yang  datang dengan wajah gelisah. Kukatakan juga ia memakai kostum seperti yang disebutkan laki-laki botak itu.

“Dia masih di toilet belakang pak, dari tadi belum keluar,” jawabku dengan  masih menyimpan tanda tanya. Si botak lalu mengajak temannya yang masih berdiri di pintu untuk menuju ke toilet. Setelah mengucapkan terima kasih padaku, kedua laki-laki itu bersama-sama menuju ke belakang. Bapak memandangku dengan wajah bingung, sama bingungnya dengan aku.

“Kenapa dengan temanmu itu Ndhuk?”

“Nggak tahu, Pak.” Aku menggelengkan kepalaku. Berbagai macam pertanyaan memenuhi benakku. Lewat cara bapak memandangku, aku tahu bapak menduga sesuatu yang tidak beres pada Alan. Aku jadi merasa tidak nyaman. Dengan gelisah aku melanjutkan menuang beberapa bongkah es batu ke dalam gelas teh pesanan Alan. Jadilah segelas es teh yang beraroma sedap. Kuangkat gelas teh itu untuk kubawa ke meja Alan. Pada saat bersamaan, dua orang lelaki yang mencari Alan tadi muncul lagi. Wajah mereka tampak kecewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun