Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Ganteng di Warung Mie Pangsit

23 April 2017   15:39 Diperbarui: 27 April 2017   18:00 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 “Pelanggan kita yang satu itu ganteng ya Sri?” tanya bapak suatu sore saat warung hampir tutup. Aku tersentak dan gugup. Rupanya bapak juga ikut memperhatikan si Alan itu tiap kali datang. Wajahku langsung memanas lagi.

“Emmm yang mana ya pak?” tanyaku berlagak bloon. Padahal aku tahu percuma saja bersikap pura-pura bego di depan bapak. Dan benar, bapak hanya tertawa kecil.

“Sri..Sri.. jangan pura-pura bodo to! Bapak tahu kok kamu udah kenalan sama dia. Namanya siapa?” tanya bapak lagi bernada menggoda. Aku terdiam sesaat menyembunyikan kegugupanku.

“Alan pak…namanya Alan,” jawabku malu-malu. Bapak tertawa lagi.

“Nah tuh, benar kan kamu udah kenalan? Kenapa malu-malu gitu? Hati-hati Ndhuk kalo memilih teman. Ingat pesan bapak ya,” kata bapak lagi masih sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk. Bapak memang T.O.P abis deh! Bijaksanaaa banget! I love you bapak! Muah…muahhhh.

Akhirnya suatu hari kesempatan ngobrol itu datang juga. Alan sepertinya sengaja datang saat warung mie agak sepi karena sudah lewat jam makan siang.

“Asri, teh buatanmu enak!” Alan duduk di tempat biasanya, di sebelah meja racik mie. Kulirik bapak yang sedang sibuk mengaduk bumbu mie untuk dimasukkan ke dalam botol. Botol berisi bumbu itu akan mempercepat kerja bapak saat meracik mie pesanan pembeli.

“Ma kasih,” jawabku lirih sambil tersipu. Dengan lincah kutuang beberapa bongkah gula batu dalam gelas berisi seduhan teh. Soal teh yang enak, aku percaya, Alan memang tak bohong. Bapak sendiri juga mengakui kok kalau teh buatanku rasanya pas. Manisnya, wanginya, kentalnya. Mendiang ibuku  yang mengajariku bagaimana meracik teh yang sedap seperti ini.

Setelah selesai, kuangkat segelas teh hangat ke meja Alan. Pipiku seperti terbakar saat aku merasa cowok itu masih memandangiku.

“Kamu juga manis, kayak boneka,” bisiknya lagi, terasa dekat di telingaku. Ooopss, hampir aku pingsan mendengarnya. Aku jadi pengen teriak: Bapak, anakmu dibilang manis sama cowok ganteeeng!

 Hari itu aku merasa berubah menjadi sebuah kebun bunga. Rambutku, wajahku, sampai ujung kakiku serasa penuh bunga. Oh terutama hatiku! Tuhan, ijinkan aku norak sekali lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun