Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Ganteng di Warung Mie Pangsit

23 April 2017   15:39 Diperbarui: 27 April 2017   18:00 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Itu bisa nanti, Ndhuk. Kasihan kalau pelanggan kita terlalu lama menunggu.” Bapak memaksa. Akhirnya terpaksa kusiapkan teh manis hangat pesanan si ganteng yang aku belum tahu namanya itu.  

“Cepet ya Sri!” Bapak kembali mengingatkan. Aku hanya mengangguk-angguk mirip  burung kukuk yang terangguk-angguk di jam dua belas.

Menyiapkan teh hangat yang sedap bukan hal baru bagiku. Aku sudah terbiasa membantu bapak di warung mie pangsitnya ini. Tinggal tuang air panas ke dalam poci berisi seduhan teh kental, lalu kutuang seduhan itu dalam gelas yang telah berisi beberapa bongkah gula batu.

Setiap pulang sekolah aku langsung menuju warung bapak dan membantu bapak hingga menjelang malam. Semenjak ibu meninggal setahun lalu, tinggal bapak dan aku yang melanjutkan usaha warung mie pangsit ini. Tugasku adalah membersihkan alat makan, membuat minuman, dan menyajikan hidangan ke pelanggan. Dulu ibu pernah mengajariku menyiapkan mie, namun bapak rupanya belum mempercayakan tugas itu padaku saat ini.

Aku menjalani tugasku ini dengan senang hati. Sampai akhirnya si ganteng itu menjadi pelanggan tetap warung mie bapak. Sialnya si ganteng itu mulai mencuri perhatianku. Semprulnya lagi, tampaknya dia tahu kalau ia berhasil mengobrak-abrik isi hatiku. Caranya melempar senyum itu seolah mengatakan “Aku ganteng ya? kamu suka kan?”Sialan…Sialan!

Selama membantu di warung mie bapak, banyak pelanggan (yang cowok tentunya) yang berusaha menarik perhatianku. Kata mereka aku manis. Ehem..ehem..ada yang bilang aku mirip Jessica Alba lho.. he he. Bagaimanapun aku bangga. Meskipun aku   anak tukang mie pangsit, wajahku nggak kalah dengan para model yang berseliweran di iklan-iklan tivi itu.

Bapak bukannya tak tahu kalau ada beberapa pelanggan prianya yang berusaha mendekatiku. Namun sebagai seorang bapak, beliau tidak pernah memanfaatkan keadaanku ini. Misalnya menjadikanku sebagai maskot di warungnya. Atau membuat gantungan kunci dengan gambar wajahku sebagai souvenir, lalu dibagi ke para pelanggan setia. Wah nggak dong! Bapak selalu bersikap ramah pada pelanggan, namun sikap ramahnya akan berubah jadi galak kalau ada pelanggan yang mulai kurang ajar padaku.

“Lebih baik bapak kehilangan pelanggan daripada kehilangan kehormatanmu, Ndhuk,” ujar bapak suatu hari. Saat itu bapak baru saja memarahi seorang pemuda yang berusaha mencolek pipiku saat aku sedang menyajikan mie pangsitnya.

Sejak saat itu memang tak ada yang berani mencoba-coba menggodaku. Kalaupun ada yang naksir aku, mereka akan melakukan pendekatan dengan cara yang  lebih sopan. Sayangnya aku bukan gadis yang gampang jatuh cinta. Dari beberapa cowok yang datang ke rumah, tak ada satu pun yang berhasil menarik hatiku. Ada yang mengataiku sombong lalu tidak pernah muncul lagi ke warung bapak. Namun itu tidak membuat bapak gusar. Beliau malah mendukungku.

“Hati-hati memilih teman!” Itu saja pesan bapak.

Namun anehnya, menghadapi si ganteng yang satu ini, aku  selalu blingsatan kayak cacing ditaburi garam. Aku bahkan sering kebingungan mencarinya kalau ia tak datang ke warung bapak. Waduh...jangan-jangan…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun