Kisah cinta Tan Malaka sama tragisnya dengan hidupnya yang klandestin. Mengidolakan sosok Kartini, ditolak dua kali oleh perempuan yang sama. (Buka: Manifesto Wacana Kiri, karya Nur Sayyid Santoso Kristeva).
Tan Malaka sempat menolak perjodohan yang diatur oleh ibunya, sebab, rupanya telah ada gadis lain yang mengusik hatinya: Syarifah Nawawi namanya.
Dalam perpisahannya yang ribuan mil, nyatanya bukanlah sebuah halangan bagi seorang Tan untuk menjalin hubungan kasih, bagaimana tidak? Dari Belanda ia rajin menulis dan mengirim surat pada Syarifah. Sayang cintanya tak terbalaskan, bertepuk sebelah tangan.
Selanjutnya dengan Fenny Struijvenberg mahasiswi kedokteran berdarah Belanda, Tan membuka hati dan menjalin hubungan bersamanya, Fenny sering datang ke pondokan, pernah menyusul Tan ke Indonesia dan kabarnya hubungan mereka terjalin kelindan. Sayang Fenny keburu meninggal.
Saat menghadiri sidang Komunis Internasional di Rusia lalu menetap selama 3 tahun, menurut Harry A. Poeze, diberitakan koran setempat Tan sempat menjalin hubungan dengan perempuan di sana. —Tan memang selalu punya hubungan mendalam dengan perempuan di tiap negara yang ia kunjungi.
Selalu ada sosok perempuan yang menolong, merawat kala sakit atau sekedar teman di balik cerita heroiknya yang berpindah-pindah dalam pelariannya.
Tan pernah menulis sejumlah nama perempuan di sekitar hidupnya, tetapi tak ada penjelasan apakah hubungan itu juga dilandasi cinta. Di Kanton, misalnya, ia menyebut "Nona Carmen" anak perempuan Rektor Universitas Manila yang memberi petunjuk masuk Filipina, merawat dan mengajarinya bahasa Tagalog, di China pada tahun 1937, ada gadis tahun yang ia sebut AP sering datang mengadu dan meminta diajari bahasa Inggris. (Buka: Dari Penjara ke Penjara).
Paramita Rahayu Abdurrachman, seorang ponakan Ahmad Subarjo, dengannya juga Tan pernah membangun asmara. Tan yang tak lagi klandestin saat itu sering datang ke Cikini tempat Paramita tinggal. Lagi-lagi hubungan mereka tak sampai ke jenjang pernikahan .
Seperti yang diceritakan salah seorang koleganya di Persatuan Perjuangan, Adam Malik (mantan Wakil Presiden era Suharto 1978–1983) dalam buku Mengabdi Kepada Republik.
“Apa Bung pernah jatuh cinta?” tanya Adam Malik .
"Pernah. Tiga kali malahan," jawab Tan Malaka.