– Jean Paul Sartre
"Yang kita perlu bukan pembiakan kelompok, kontradiksi dan proses penyelesainnya bukan di situ, namun pada persatuan-kesatuan untuk menghapusnya."
– Tan Maulana
---
Seperti cikal bakal pendirian KOPRI, bertujuan untuk supaya lebih fokus menggali, mengaji, dan mengampanyekan serta mengaktualisasikan konsep kesetaraan gender secara riil. Pendeknya bisa bebas dan merdeka dari budaya dan praktek maskulin-patriarki dalam relasi sosial.
Alih-alih untuk proses penyadaran, kenyataannya kelompok ini melanggeng dan konsep kesadaran tidak dapat disosialkan---kesetaraan gender menjadi segudang percakapan dan rencana tindak lanjutnya hanya menjadi slogan modal semangat.
Lagi-lagi ini adalah persoalan yang harus diselesaikan, bagaimana tidak, upaya untuk menghapus streotip buruk dan kelas (kuat lemah) malah yang ada adalah pemisahan simbolik diterjemahkan secara riil dalam struktur sosial yang pada gilirannya egaliter menjadi absurd untuk diperjuangkan.
Salah dua dari sekian persoalannya adalah SIG---proses kaderisasi ini diberlakukan hanya bagi kaum perempuan di tubuh PMII. Padahal di sana ada kata 'gender' maksudnya dalam proses kaderisasi itu mestinya laki-laki juga ikut dilibatkan. Ingat kata 'gender' yang menjelaskan sifat (aspek sosiologis) antara laki-laki dan perempuan.
Yang kedua, proses penjaringan penyelesaian isu-isu asusila, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak nyaris tidak dengan laki-laki. Penyelesaiannya selalu secara kelembagaan ke-KOPRI-an.
Lalu, apakah iya proses penyelesaian masalah seks atau lebih tepatnya yang dialami kaum perempuan apakah harus dituntaskan oleh perempuan saja?
Ada ketertarikan dalam melihat fenomena ini dengan pendekatan Akselerasionisme Gender.
Yang mana dalam lingkungan sosial kemasyarakatan, perempuan dinomorduakan sehingga ini memantik semangat perlawanan dan menjadi pengaruh penting untuk menganalisis kekuatan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan libido sampai melahirkan proses akselerasi.
Apa itu Akselerasi gender?
Dalam bukunya Eme Flores & Vikky Storm, Manifesto Akselerasionis Gender, "Akselerasionisme gender menggunakan proses pembusukan alamiah gender guna menghancurkan sistem kelas gender.
Sedangkal yang saya pahami, buku ini sangat provokatif. Jika dikaitkan KOPRI tentunya mereka telah melakukan pembusukan secara radikal guna mendapatkan kemerdekaannya.
Pendekatan dalam konsep ini menunjukan bahwa, KOPRI didirikan karena kontradiksi dan ketidakstabilan internal, dan penghapusan sistem struktur kelas internal harus dilakukan dengan segera.
Kendati demikian, sahabat-sahabat militan jangan sampai terjebak pada kemerdekaan kaum perempuan (tanpa ada perjuangan laki-laki).
Lalu apa masalahnya? Yang saya soroti di sini adalah, pendirian KOPRI justru melahirkan kontradiksi antagonistis baru, meskipun iya, bahwa perempuan harus membentuk komunitas agar lompatan kualitatif lebih mudah untuk digerakan.
Tetapi seperti yang saya sampaikan di atas, akan lebih buruk jika kelompok perempuan melanggeng dalam relasi sosial, artinya ini malah menjadi sebuah kelas baru, dan konvergensinya sukar untuk disatukan karena berpotensi melahirkan ego seks dan klaim kebenaran atas kelompok tadi.
Tidak sedikit dari kader PMII baik yang perempuan maupun laki-laki mempersoalkan dengan pertanyaan-pertanyaan retorik seputar KOPRI. Apa perlu, apa pentingnya, haruskah didirikan lembaga keperempuanan di tubuh PMII?.
Ada sederet tanggapan yang muncul dari segudang kepala kader PMII. Di antaranya, untuk mengakomodir kepentingan kaum perempuan---perempuan PMII. Apa iya kepentingan perempuan PMII tidak terakomodir.?
Pun pemahaman terkait jejak sejarah yang menggambarkan bahwa bias gender telah berlangsung lama dan apa yang kita kenal dengan patriarki adalah budaya yang mapan, makanya perempuan membutuhkan ruang, waktu dan effort (usaha) yang lebih guna meruntuhkan sistem yang usang dan akut ini.
Saya meminjam dan mengajak kita untuk menelaah istilahnya Alyson Escalante dalam Anti Manifestonya, "hal ini (perlambatan ini) adalah ekspansi gender. Yang kita butuhkan bukanlah ekspansi (perluasan) maupun kontransi (penyempitan) gender, yang kita inginkan adalah abolisi (penghapusan)!.
Oleh karenanya, mesti dimaknai bahwa keberadaan KOPRI harusnya bukan pada ekspansi (perluasan) yang Alyson maksudkan di atas. Pendirian KOPRI bisa didudukan sebagai bentuk kecerdasan alami manusia (perempuan) yang tumbuh dan mencoba mencari ruang yang lebih sesuai untuk berdialektika, berfikir kritis serta membangun relasi guna meng-cover dan meng-counter ihwal yang menyangkut keperempuanan.Â
Akan tetapi, abolisi (penghapusan) tidak akan mungkin tercapai jika kesadaran kolektif (laki-laki dan perempuan) belum terkonstruk secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Pengetahuan gender tidak bisa dimonopoli oleh satu golongan (perempuan) saja. Kesadaran gender harus terbangun secara universal agar melahirkan kesepahaman tanpa harus ada sekat, mesti termanifestasi secara kolektif, maksudnya bukan lagi pada tataran soal ego tubuh dls. Yang berujung pada perilaku abai terhadap pengetahuan yang datang dari laki-laki.
Basis pengetahuan gender bahwa perempuan yang lebih memahami dirinya, menggeneralisasi semua laki-laki adalah patriakh, serta menaruh curiga secara berlebih-lebihan pada pikiran semua laki-laki adalah subjektifitas dan tidak boleh dibenarkan. Model pemahaman demikian bukan lagi harus didekonstruksi melainkan wajib untuk didestruksi.
---
Gender adalah tiada,
Dan identitas gender adalah ketiadaan.
Jika gender adalah penjara,
Maka itu adalah penjara yang tiada.
Tak eksis.
Hanya eksis di pikiran kita.
Menghapuskan eksistensi penjara gender berarti
Menghapuskan cara berpikir di bawah penegakan gender.
Jeruji itu hanyalah ilusi, maka lampauilah!
Without gender-being,
We are free to become-every-gender-Thing.
(Menifesto Akselerasionis Gender)
Bacan, 27 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H