Mohon tunggu...
Tania Salim
Tania Salim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sang Petarung Sejati

22 Desember 2022   14:54 Diperbarui: 22 Desember 2022   15:24 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       "Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa

       Benturan dan hempasan terpahat di keningmu

       Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras

       Namun kau tetap tabah, hmmm ...", 

senandungku sore itu. Namun sosok yang muncul dalam ingatanku bukan Ayah seperti yang dimaksud dalam lagu kesayanganku, tetapi sosok Ibu yang selama ini mendampingi aku dalam suka dan duka.

Segera kucari Beliau di ruang keluarga tempat Beliau biasa duduk membaca buku cerita silat kesayangannya. Kuhampiri dan kupeluk Beliau dengan penuh kebahagiaan. Sungguh besar kasih sayang seorang Ibu kepada anak-anaknya dan ini merupakan berkat yang tak ternilai bagi siapapun yang memiliki seorang Ibu yang sangat mencintai anak-anaknya dan rela berkorban demi keluarganya.

Siapa yang menduga bahwa di balik tubuh yang lemah itu terdapat semangat yang luar biasa. Apa saja sepak terjang Beliau sehingga bisa mendapat julukan petarung sejati?

Masih segar dalam ingatanku peristiwa sepuluh tahun yang lalu ketika kedua orang tua kami terpaksa dilarikan ke rumah sakit di suatu senja yang kelam karena sakit parah. Kala itu hujan lebat disertai kilat dan guntur yang bersahutan seolah ikut bersedih atas kejadian yang menimpa kami. Ayah yang sudah dalam keadaan koma terpaksa dimasukkan ke ruang ICU dan Beliau meninggal 3 hari sesudahnya.

Kami sebagai anak-anaknya sangat sedih kehilangan Ayah, tetapi Ibu saya yang sedang dalam kondisi sakit dan tidak mampu memiringkan badannya ke kiri ataupun ke kanan, apalagi untuk berjalan, bisa menerima berita duka ini dengan tabah.

Memang sejak usaha Ayah bangkrut sekitar tahun 80 an, kami sekeluarga, kecuali adik-adik saya yang masih kecil, bekerja keras demi menghidupi keluarga. Kami bersama-sama menanggung suka dan duka. Tetapi justru di saat susah, kami merasakan kebahagiaan karena kami bisa saling mendukung dan saling menyayangi. Ibu selalu setia mendampingi Ayah dengan semangat. Tidak pernah terdengar keluh kesahnya biarpun keuangan kami pas-pasan saja.

Setelah 17 hari diopname di rumah sakit tanpa ada kemajuan yang terlihat, Ibu minta pulang dan menjalani fisioterapi di rumah saja. Di sinilah Ibu menunjukkan bahwa dirinya adalah petarung sejati. Di bawah bimbingan seorang suster yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya, dalam beberapa bulan Ibu berhasil berjalan seperti semula. Benar-benar dibutuhkan semangat yang luar biasa dan kemauan yang keras untuk bisa melewati cobaan yang berat ini. Sungguh sebuah prestasi yang hebat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun