Tadi dia minta aku jelaskan, tapi dia lebih lihai memainkan sarkas dari pada aku. Lalu suasana kembali hening, Al begitu garang dengan penaympaiannya, sementara aku hanya mematung, memperhatikan lagaknya, mendengar bacotannya, sudah itu suasana kembali hening.
Memang sulit untuk ditafsirkan apa sebenarnya demokrasi ini, tapi ketika memikirkan hal itu, aku buka fb sebentar dan kutemukan postingan salah satu akun "jangan sampai demokrasi negeri ini menjadi democrazy".
Belum juga diskusi selesai, Al bediri dari tempat duduknya, mengambil gelas bekas minumnya, berjalan ke dapur, menuangkan air ke gelas itu, sudah itu dia minum, dan kembali lagi ke ruangan diskusi kami, terus pamit kemudian bersalam dan pulang.
Ahhh.. anak itu memang benar suka rusakin suasana orang lain, sudah itu pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pokok soal yang dimulainya sendiri.
Setelah kepulangan Al, aku masih duduk memikirkan percakapan kami tadi, dan pada sebuah kesimpulan, aku mematung lalu memikirkan semua dalam kepala "Marsinah, Mahasiswa 98 yang hilang, Munir, Agni, 6 anggota FPI dan lainnya" memang menjadi pokok masalah yang tiada pernah usai diselesaikan pemimpin-pemimpin di negeri ini dengan baik.
Sebelum semuanya aku tumpahkan pada lembaran software MS Word di Notebook, waktu keburu menutup usianya, senja hampir tertelan tubir langit, dan ayam-ayam seperti biasanya mencari tempat untuk bermimpi dan aku terus menatap notebook dan belum juga menulis. (***)
Tanah Beta
Ambon, Akhir 2020.