Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Terbuka untuk Pembaca, Habis Penjajahan Terbit Perampasan

1 Desember 2018   12:43 Diperbarui: 1 Desember 2018   12:57 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bangsa-bangsa di Hindia tidak pernah tidak korup. Mereka korup sudah sejak dunia pikiran. .... Mereka tidak mengerti nilai uang. Mereka hanya tahu nilai hawa nafsunya sendiri. ...."1

Assalamualaikum

Salam Hormatku...

Pembaca yang budiman, dalam tulisan ini, beta ingin menyampaikan beberapa hal yang sudah berlaku sejak zaman baheula hingga detik ini di tanah nusantara yang telah dialihnamakan menjadi Indonesia yang pada masa penjajahan dikenal dengan istilah Hindia Belanda baik oleh para Indo-eropa, Eropa, maupun pribumi.

Tapi, sebelum lebih jauh beta menceretikan soal itu, beta ingin mengajak pembaca yang budiman untuk mari sama-sama terlebih dahulu memahami apa sebenarnya kolonialisme atau yang lebih akrab di kenal dengan penjajahan. Dan inilah pengertian menurut beberapa para hali yang coba beta kutip:

  • 1. Andre Gunder Frank
  • Kolonialisme adalah pemindahan kekayaan dari daerah terjajah ke daerah penguasa dan menghambat kesuksesan pertumbuhan ekonomi negara jajahan. Dari pandangan Andre Gunder Frank dapat kita mengambil kesimpulan bahwa negara penguasa akan menguras kekayaan yang dimiliki oleh negara jajahan. Negara jajahan akan sulit mengembangkan perekonomian dalam negaranya karena kekayaan negara akan dikuasai penjajah , rakyat juga dibatasi ruang gerak dalam pembangunan negara.
  • Rochmadi (1993)
  • Dalam pandangan Rochmadi kolonialisme adalah Politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, suatu daerah jajahan, sebagian dari imperium. kesimpulannya adalah dalam negara jajahan negara penjajahan akan mempunyai perwakilan untuk memimpin daerah jajahannya sesuai dengan ketentuan negara penjajah. Biasanya para pemuka adat ataupun para rakyat yang melakukan perlawanan terhadap para koloni akan ditaklukkan dengan berbagai cara. Seperti menggunakan sistem politik adu domba dengan mempengaruhi para penguasa setempat untuk berpihak pada koloni dengan memberikan imbalan. Jika para penguasa sudah mereka taklukkan, para kolon akan dengan mudah untuk berkuasa atas wilayah tersebut.
  • Alan Bullock, 1986
  • Kolonialisme adalah bentuk implementasi yang didasarkan penegakan(hukum) yang cukup tajam dan radikal terhadap negara jajahan. Maknanya adalah para penjajah biasanya akan memulai penaklukan rakyat jajahan dengan cara cukup baik agar rakyat mudah dipengaruhi. seperti halnya pada penjajahan Belanda yang pada awalnya hanya ingin membeli rempah-rempah dari Nusantara dan akhirnya melakukan penjajan cukup lama di Indonesia. Setelah rakyat percaya, maka akan dilakukan pengendalian terhadap rakyat dengan melakukan berbagai kebijakan dan sanksi terhadap yang melanggarnya..2

Nah, demikian pendapar ahli soal penajahan atau kolonialisme. Dan beta rasa pembaca yang budiman sudah dapat memahami, akan tetapi beta ingin menyimpulkan penjelasan para hali di atas menjadi lebih sederhana, yaitu: kolonialisme atau lebih akarab dikenal dengan penjajahan merupakan sebuah tindakan penganiaan atas pikiran dan tenaga serta hak kepemilikan terhadap pribumi yang dilakukan oleh bangsa luar (penjajah) tanpa mengenal asaz hokum hanya untuk menguntungkan mereka (penjajah).

Maka dengan begitulah dapat beta dan pembaca yang budiman memahami, kalau kolonialisme dan penjajahan itu sangat menyakitkan akal pikiran dan perasaan setiap bangsa yang terjajah. Apa lagi jika penjajahan itu berjalan berates tahun tanpa henti dan berkelanjutan---beranak pinak pada pikiran bangsa yang terjajah sendiri---pada kepala elit negeri sendiri.

Sementara itu, tahukah pembaca yang soal perampsan, apa artinya? Secara realitas yang tergambar lewat visual kita, maka dapat kita artikan bahwa permapasan merupakan tindakan kriminil yang harus dilawan. Bukan tanpa sebab melawan, karena perampasan merupakan tindakan merampas---mengambil hak orang lain dengan secara paksa---untuk kepentingan dan pemuasan nafsu diri sendiri.

Begitulah beta mendefenisikan perampasan itu, namun ada baiknya, pembaca yang budiman dapat mendefinisikan menurut pembaca dengan bahasa yang lebih sederhana lewat gambaran realitas yang terjadi disekitar pembaca yang budiman.

Penjajahan yang Tak Pernah Usai

Rasanya ingatan pembaca yang budiman belumlah hiang dari sejarah bangsa Indonesia ini sendiri, baik yang pembaca temui lewat bahasa-bahasa tulisan para oenulis-penulis kesohor, maupun lewat bahasa tutur (lisan) dari orang tua atau pun leluhur tuan dan nyonya pembaca yang baik. Tapi benarkah kita sudah terbebas dari hal yang demikian pelik dan bangis itu? Inilah pertanyaan yang mesti terekam dan tak boleh sedikitpun hilang dari ingatan tuan dan nyonya---pembaca yang budiman.

Kita telah mengetahui, kalau bangsa kita---bukan Negara Indonesia---bangasa yang sudah terkuras sebelum kemerdekaan, sejak 350 tahun  lalu itu. Kita terpinggirkan dari kehidupan dunia yang sangat marjinal bagi kehidupan kita. Apa sebab yang demikian itu terjadi? Hal itu terjadi tidaklah kebetulan, namun ada sebuah perencanaan yang lahir dari konspirasi dunia terhadap bangsa kita, tapi Alhamdulillah, semuanya telah usai namun tetap beranak pinak dalam pikiran bangsa kita sendiri. Sempga secepatnya pikiran yang sedemikian itu hilang.

Dan bersyukurlah bagi mereka yang dapat mempertahankan hidup mereka dari gangguan orang-orang asing yang berkeliaran ditengah bangsa sendiri, karena dengan mempertahankan hidup, kita akan merasa merdeka dengan segala kepemilikan dan kepunyaan kita. Maja jangan larut dalam buaian yang membunuh karakter kita itu (Penjajahan).

Sebelum menulis tentang hal ini, beta pernah menulis soal "Bangsa Yang terjajah" dan itu di muat oleh media LAPMI Cabang Ambon (sapahmi.com) dan pembaca yang budiman dapat membacanya langsung di situ. Bagaimana bangsa yang terjajah ini tak pernah lepas dari tangan penjajah baik dari luar maupun dalam negeri sendiri.

Dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2018 ini, melalui berbagai media, baik media cetak maupun online, pembaca yang budiman dapat membaca dengan jeli persoalan-persoalan ayang sedang terjadi. Persoalan-persoalan itu tak lain dan tak bukan, adalah mengenai hajat hidup orang banyak yang tersu di ganggu oleh mereka (elit) negeri ini yang katanya akan mensejahterakan rakyat. Namun lain di mulut, lain pula di hati.

Merasa terganggu dengan tindakan pemerintah terhadapa mereka, pada 10 Oktober 2018, dalam edisi Kompasa.com diberitakan bahwa mahasiswa melakukan unjuk rasa di depan kantor gubernur Maluku dengan mengenakan kain (Berang) merah di kepala menuntut, agar tidak membiarkan investor asing datang merampas hak mereka dan aksi itu sempat ricuh ketika pemimpin negeri ini enggan menanggapi mereka.3

Walhasil berbgai cara merak lakukan untuk tetap melawan tindakn pemimpin mereka yang terlanjur membuat bangsa sendiri tersisihakan itu. Namun tak beruujung kesepakatan yang baik. Nah apakah mesti diam dengan hal yang demikian itu? Silahkan pembaca yang budiman menjawab sendiri.

Tapi beta masih sangat terbayang dengan apa yang Pramoedya sampaikan: "Berbahagaialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri."44 sebab memang benar yang disampaiakn, tapi bukanlah usaha yang didapt dengan mengambil hak orang lain lalu tertawa riang tanpa merasa bersalah.

Mungkin saja kita telah kelupaan dengan hal itu, tapi harus diketahui, bahwa sejak perang dunia I dan berlanjut ke perang dunia II, semua itu terjadi karena soal-soal agrarian yang memaksa bangsa lain dan bengsa sendiri melakukan hal yang bernama PENJAJAHAN.

Dan penjajahan itu berlanjut menjadi sebuah perampasan yang sungguh dahsyat terhadap bangsa sendiri. Dalam pada itu, perampasan yang semakin terjadi sangatlah membutakan pemimpin kita, buta bukan soal hilang kesadaran, namun nominal membuat buta dirinya (pemimpin kita) dari kehidupan pribumi. Kebutaan yang terjadi pada hati lalu menjadi pahit ditelan bangsa sendiri.

Cahaya Perampasan

setelah dengan bangga melakukan penjajahan, perampasan kemudian mendekat, sebablah benar, penajajahan dan perampasan tidak bisah terlepas pisahkan. Di setiap penjajahan, pastilah terbit perampasan, dan di setiap terbitnya perampasan, kemiskinan semakin menjadi-jadi. Miskin, moral, miskin daya piker, dan miskin karakter hidup. Itulah yang tampak saat ini di tengah kemajemukan kehidupan kita di tanah ini, Maluku.

Selain unjuk rasa atas perampasan tanah adat yang dilakukan mahasiswa di depan gedung bertuliskan "Gubernur" itu, kemudian pada pemebrintaan media online, kampanya tagar (#) "Sagu Identitas Kami" membuming di jagat media sosial. Hal yang demikian itu terjadi bukan tanpa sebab, dan itu lahir dari keresahan masyarakat sendiri atas perampasan hak ulayat adat yang mereka punya oleh asing melalui pemerintah sendiri.5

Bukan saja itu, di tanah tetangga sebelah (Maluku Utara) kini telah bergejolak dengan perihal semirip kita, adalah persangkutan hajat hidup orang banyak, hanya saja penuntutannya lebih pada hasil bumi (kelapa/kopra) yang tidak sesuai harga antara menguras tenaga dengan angka nominal yang di dapat. Maka terjadilah sudah "percekcokan" antara masyarakat dengan pemerintahnya sendiri, namun tetaplah berujung pada cecran darah.

Tidak saja soal-soal yang ada, aksi yang sama (penolakan penggusuran hutan) juga disurakan bukan saja di Maluku sendiri oleh mahasiswa, namun hal serupa (unjuk rasa) juga dilakuka oleh mahasiswa Maluku di makasar sebagaimana pemebritaan pada media lokal Maluku.6 dan itu dapat pembaca yang budiman temukan sendiri pada sumber-sumber yang sudah beta terakan di bawah tulisan ini.

Maka teranglah sudah kehidupan di tanah ini, dengan cahaya perampasan yang tak lekang oleh siang hari setelah malam menghilang tersapu kok ayam pada subuh yang kalut dan membisu dari kebisingan kendaraan berlalu-lalang.

Dan ingatlah, bahwa: perampasan adalah sebuah tindakan kriminil yang harus dilawan, entah terhadap siapa pun yang mencoba untuk merampas hak kita. Dalam pada itu, bukan berate melawan dengan tindakan kriminil pula, namun pastilah banyak jalan menuju roma utnuk menyelesaikan hal demikian itu.

Maka jagalah tanah adat yang kita punya, sebab akan naaslah kehidupan generasi kita berikutnya, jika kelak, hak-hak kita terampas oleh mereka. Dan perlu dingat kembali, sebelum melawan, berlakuu adillah seadil-adilnya dalam pikiran pembaca yang budiman sekalian, seba  bagi saya, kita semua adalah terpelajar pribumi yang harus melawan atas hak kita.

Wassalamualaikum...Wr...Wb

Ambon, 1 Desember 2018

Hormatku

Adam Makatita

Sumber Tambahan:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun