Kesan pertama, aku sungguh kaget ketika beliau mencabut kembali hadiah Dirjen yang pernah diberikan oleh Presiden sebelumnya. Tapi tak apalah, aku tak mau berburuk sangka. Mungkin belum waktunya bagi kami, untuk dapat berkembang secara utuh, mendapat keadilan seperti kawan kawan yang lain. Aku paham, semua butuh waktu.
Tapi belakangan aku mulai berfikir, ternyata kami rasanya tak dianggap, apalagi diperhatikan.
Berkali-kali kami mengundang beliau dalam sebuah hajatan besar yang dahulu kuncinya diberikan kepada kami oleh Engkau Gus.
Iya betul, kunci itu bernama Imlek Nasional. Betulkan waktu itu kau percayakan kunci itu kepada kami Gus?
Aku yakin Engkau tidak sembarang memberi kunci itu Gus.
Sekarang, kunci itu tidak lagi asli Gus.
Banyak sekali duplikatnya, bahkan Presiden ku tak lagi mampu membedakan mana yang asli mana yang duplikat.
Kami tak ingin memonopoli kunci yang kau berikan Gus, semua berhak dan diundang untuk masuk ke ruang kebahagiaan itu. Tapi bagi kami, kunci itu sakral Gus, karena bagi kami di dalamnya bukan sekadar ruang kebahagiaan, tapi penuh dengan ruang-ruang spiritualitas yang kami yakini.
Itu saja ceritaku Gus. Aku pasrah, aku tak tau lagi harus berbuat apa. Terlebih aku dengar Presiden ku sendiri memberikan Kunci duplikat itu kepada kawan-kawan nya, dan akan hadir dalam ruang kebahagiaan bernama Imlek Nasional yang diadakan pada tanggal 7 Februari 2019 nanti.
Padahal kami juga ada acara menuju ruang yang sama Gus, tapi ini bukan sekadar ruang kebahagiaan bagi kami, penuh dengan ruang-ruang spiritualitas. Dulu Engkau pernah percayakan Kunci asli untuk membuka ruang itu.
Iya betul, Engkau beri kepada MATAKIN. Saat dimana aku yakin Engkau tau dahulu semua pihak menjauhi, memusuhi ruang itu Gus, hanya kami yang bertahan menuju ruang itu, Ruang Imlek Nasional.