Dia tak pernah takut dibenci walaupun berbeda, karena dia meyakini apa yang diperjuangkan adalah sebuah kebenaran.
Dia tulus tanpa pamrih, berjuang untuk orang-orang yang dilihatnya terdiskriminasi.
Terlebih, kami terdiskriminasi tanpa alasan yang jelas, sesuatu yang tak pernah bisa masuk logika.
Gus, sampeyan masih perhatikan Negeri ini?
Sampeyan masih peduli dengan kami yg tak berdaya ini?
Diskriminasi itu muncul lagi Gus, sebelumnya padahal orang-orang setelah mu berjalan melanjutkan perjuanganmu Gus.
Aku harus berceritera kepada Siapa Gus?
Presiden ku yang ke-5, baik sekali; menjadikan salah satu hari raya agamaku menjadi libur nasional, entah untuk yang lain, tapi bagiku itu hari raya keagamaan, karena ternyata Kitab Suci yang kuyakini tersurat ritual dan upacara dalam menyambut hari itu.
Presiden ku yang ke-6, juga sungguh baik sekali; meneruskan karya mu sehingga kami hampir bisa sejajar dengan yang lain. Meneruskan apa yang telah kau mulai, hingga kami benar-benar bisa mencantumkan kolom agama di KTP masing-masing. Kami juga bisa menikah dengan tenang, tidak perlu takut harus berganti agama, dan Negara mengakui itu.Â
Bahkan detik-detik terakhir dia memberikan angin segar kepada umat Khonghucu yang sudah kenyang di diskriminasi dengan goresan tinta yang melekat pada Inpres No. 14 tahun 1967, dia memberikan kepercayaan sebuah hadiah Dirjen, Eselon 1 di Kementerian Agama, yang membuatku tentu bisa berkembang sama seperti kawan-kawanku yang lain. Dengan itu, mungkin aku bisa lebih baik lagi menjaga tanah air tercinta secara bersama-sama.
Sesungguhnya aku amat bahagia saat menyambut hadirnya Presiden ke-7, karena yang aku lihat dia lahir dari rahim rakyat. Dia bukan 'siapa-siapa', tapi bisa jadi 'apa-apa'. Aku optimis, dia bisa menjaga kami yang kecil ini, mencoba menutup segala diskriminasi, mengakui kami ada, mencintai semua rakyatnya tanpa terkecuali dengan memberikan keadilan bagi semua, termasuk aku yang Khonghucu.