Dinamika yang begitu kompleks, saat ternyata sejak dulu dan sampai saat ini masih terasa aku sebagai Tionghoa mendapat segelintir diskriminasi.
Saat ternyata sejak dulu dan sampai saat ini masih terasa aku sebagai Khonghucu mendapat sekelumit diskriminasi.
Ternyata, dinamika kehidupanku saat ini masih sama dengan apa yang diceritakan tetuaku!
Aku selalu dinasehati orangtuaku, bahwa aku tak boleh bicara terlalu keras, walau mungkin itu sebuah kebenaran.
Aku selalu diperingati orangtuaku, bahwa aku tak boleh meluapkan emosi atas hak-hak ku yang kurasa masih dianggap sebelah mata oleh negara, walaupun itu hanya berupa guratan tinta.
Begitulah Negeriku, aku sadar lahir dan hidup dengan predikat minoritas ganda. Tapi apa aku tak boleh berteriak atas hak-hak ku? Sementara aku dituntut melakukan kewajiban yang sama dengan orang lain, tetapi mengapa tidak dengan hak-hak ku?
Aku diminta membayar pajak atas segala apa yang kupunya, karena pajak melekat pada apapun yang aku beli.
Aku diminta berbangsa, berbahasa, dan ber tanah air satu yaitu Indonesia; aku pun sudah menjiwai hal itu.
Aku diminta Cinta Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika; rasanya aku sudah merasuki diriku dengan hal itu.
Aku tak minta apa-apa, aku hanya ingin hak-hak yang melekat pada diriku diperhatikan. Ada keadilan yang sama dalam hidup sebagai umat manusia.
Aku ingin berceritera, dulu Tuhan mengutus orang yang begitu luar biasa di Negeriku Indonesia.