Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rekayasa Hati

24 Juni 2024   21:00 Diperbarui: 24 Juni 2024   21:05 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nggak usah." jas hujan plastik berwarna hijau kembali dimasukkan ke dalam jok motor. Kota Jakarta tidak terlepas dari masalah padat kendaraan dan akan menimbulkan kemacetan. Perbincangan kecil hadir di antara mereka. Deva berbagi kisahnya tentang hari ini.

"Hari ini hujan, banyak yang order?"

"Alhamdulillah. Hujannya turun jam tiga. Sebelum hujan, banyak yang order." Deva menimpali pertanyaan Sania.

Deva berprofesi sebagai driver ojek online. Pekerjaannya tidak akan pernah terlewat dari sebuah masalah yang tiba-tiba datang. Belum lagi harus bersabar dengan keadaan cuaca dan kalau tidak ada yang pesanan yang masuk. Menjadi seorang ojek online tidaklah mudah. Namun, Deva sudah terbiasa. Deva adalah teman kecil Sania. Sebuah aplikasi ojek online yang mempertemukan mereka kembali. Bukan suatu yang disengaja, dulu Sania lebih sering menggunakan busway untuk berangkat ke kantor. Sekarang Jakarta sedang dilanda hujan lebat, yang terkadang membuatnya lelah berdiri di dalam bus karena ramai. Dia lebih memprioritaskan ojek online. Belum lagi penyakit macet menyerang di kala para pencari nafkah telah kembali ke rumah masing-masing. Membuat jalanan kota Jakarta dipenuhi berbagai jenis kendaraan. Kalau Deva tidak ada yang memesan jasa ojeknya, maka ia akan mengajak Sania untuk pulang bersamanya. Tetapi, Sania juga harus melihat kondisi Deva apabila dia sedang menarik penumpang, maka kesempatan gratis pun akan hilang. Dia rela berdiri lama di dalam bus dan berdesakan dengan orang lain.

"Biasanya kalau sore hari banyak yang order, Dev. Lumayan loh cari penumpang sore-sore kaya gini. Daripada lu nganterin gue, nggak bisa dapat ongkos jajan."

"Santai aja kali. Gue kan sahabat lu."

"Makasi ya, lu udah mau nganterin gue."

"Sama-sama. Gue duluan ya, udah mau azan magrib soalnya."

Lambaian tangan Sania mengiringi kepergian Deva. Hari ini Sania merasa bahagia. Satu per satu flatshoesnya dilepas. "Pulang dengan tukang ojek itu lagi?" suara berat ayahnya membuat Sania terkejut. "Iya, yah." Sania hanya bisa menunduk menjawab pertanyaan ayahnya. Dia berdoa di dalam hati, semoga ayahnya tidak memarahi seperti hari-hari sebelumnya karena pulang bersama Deva.

"Sudah ayah ingatkan berapa kali. Jangan berteman dengan tukang ojek itu lagi. Kamu itu sudah ayah dan bunda jodohkan dengan Herman. Herman itu lebih cocok sama kamu. Dia lebih dewasa, mapan, sukses. Daripada kerja luntang-lantung seperti tukang ojek teman kamu itu. Susah ya mendidik anak yang satu ini. Masuk!"

Sania hanya bisa menunduk. Dia pasrah perkataan ayahnya seperti halilintar yang mengetarkan hatinya. Ingin sekali dia membela Deva di mata ayah, namun dia tidak ingin menambah masalah dengan orang tuanya. Dia tidak ingin kehilangan salah satu orang tuanya. Keluarga adalah tempat yang terindah untuk pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun