Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ojol Batavia

20 Maret 2024   20:26 Diperbarui: 20 Maret 2024   20:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Gue Oman. Hidup itu tak semanis gula jawa yang ada di kue putu mayang. Tak juga sepahit kopi hitam. Hidup itu butuh pengorbanan tuk gapai keinginan. Sebagai ojol Batavia, gue harus hidup sebagai bunglon bukan sebuah balon. Bunglon bisa hidup karena mimikri yang menyelamatkannya dari pantauan mangsa. Sama seperti manusia, dimana tempat kita berada, harus selalu siap siaga kala dihantam masalah."

Bayangan hitam itu semakin lebar dan pekat. Bergerak perlahan-lahan memayungi hewan kecil di bawahnya. Hewan kecil itu tampak tenang menikmati aroma sambal terasi yang tumpah sedang disesapnya. Bayangan hitam itu terus mendekati hewan mungil itu. Plakk! Bunyi nyaring yang ditimbulkan alat tepokan lalat berbenturan dengan meja triplek melamin membuat hewan malang itu tewas. Tangan yang dipenuhi keriput halus dengan cepat menyingkirkan lalat yang telah mati. Rasa puas terlihat di wajah Mbok Rasmi yang sudah mulai kendur. Satu prajurit lalat telah gugur di medan makanan milik Si Mbok. Tak terima temannya telah mati, kini rombongan lalat menganggu raksasa yang sedang menggengam erat alat tepokan itu.

Bunyi berdengung dari kepakan sayap membuat Mbok Rasmi bergerak mengeluarkan jurus kungfu untuk mengusir lalat yang ingin mencicipi masakannya. Tepokan lalat dimainkan dengan mahir ke segala penjuru arah. Perilaku Mbok Rasmi mengherankan pembeli yang sedang menikmati makanan khas Jawa Tengah itu. Salah satu pembelinya yang sudah menjadi langganan, memberikan saran kepada Si Mbok agar membeli cairan penyemprot lalat. Namun, Si Mbok menolak. Dia lebih memilih bahan yang sederhana dan mudah dijangkau. Kantong plastik bening diisi air dan digantung dengan tali rafia hitam bergelayutan di sepanjang meja makan, tepatnya di atas etalase. Apabila datang angin dari luar, maka kantong plastik itu akan bergoyang kesana-kemari terlihat seperti orang yang kembung berjalan.

Kantong plastik yang berisi air akan membiaskan cahaya, lalat yang beterbangan akan mudah terhipnotis. Pembiasan cahaya dari kantong plastik itu akan mengusir lalat secara halus tanpa ada yang tewas. Namun, tetap saja lalat-lalat itu akan datang mengintai celah etalase yang terbuka untuk bisa disantap. Suasana hening hadir di antara para pembeli, yang terdengar hanya bunyi sendok dan garpu yang berulang kali meninju piring. Si Mbok terlihat sibuk hilir-mudik melayani pelanggan yang meminta tambahan lauk. Jam makan siang telah datang. Banyak orang yang datang dengan perut yang menyetel musik keroncongan ke Warteg Amanah milik Mbok Rasmi.

Warteg sangat terkenal di Jakarta. Tidak heran, jika sepanjang ruas jalan raya warung makan khas Daerah Tegal ini akan mudah dijumpai di kanan kiri jalan raya. Selain harganya yang bersahabat dengan dompet para pencari nafkah, warteg menyediakan beragam jenis masakan yang enak. Tak kalah enak dengan warteg yang bertetangga dengannya, Warteg Amanah jauh lebih banyak pembeli. Warteg Amanah tidak seluas restoran dan warteg ini sangat terkenal walaupun terletak di Gang sempit di Jalan Dermaga. Si Mbok tidak sendiri, dia dibantu oleh cucu semata wayangnya yang biasa disapa Ewok. Ewok terkenal sangat rajin, walaupun harus rela meninggalkan sekolah menengah pertama karena Mbok Rasmi tidak mampu membiayai sekolahnya.

Oman memperhatikan piring yang sudah tersedia di depannya. Kali ini menu makanan yang akan siap disetor ke tabung pembakar tenaga adalah telur dadar dan tumis toge. Tidak lupa, segelas es teh manis membuat pikirannya menjadi lebih harmonis. Makan siang hari ini ditemani dengan aplikasi bukan seorang kekasih. Embun-embun keringat terlihat di keningnya. Hari yang panas sedang melanda Kota Jakarta. Terlihat di sepanjang jalan raya, ribuan pasang mata menjadi menyipit karena teriknya cahaya matahari. Warteg Amanah adalah tempat makan favorit Oman. Jika mendapat penumpang di daerah Condet, maka dia akan mampir di warteg Mbok Rasmi untuk mengisi bahan bakar tenaganya atau hanya minum kopi.

 "Wok, ini semua jadi berapa?" teriak Oman.

"Sepuluh ribu, Mas." Ewok mencoba berteriak mengalahkan suara-suara pembeli yang kelaparan.

Oman dengan cepat merogoh uang yang ada di dompet lipat berwarna hitam. Uang berwarna hijau berhasil diambil dan diberikan kepada Ewok. Ewok menerima uang dengan senyum merekah. Terlihat gigi ginsul menyembul di balik bibirnya yang hitam. Kini, Tarian Gong asal Suku Dayak yang ada di selembar uang dua puluh ribu berganti dengan Tarian Pakarena yang berasal dari Sulawesi Selatan. Sayang sekali, di jam istirahat seperti ini, seharusnya Ewok menghabiskan waktunya untuk bergaul dengan teman-temannya dan beristirahat di sekolah impiannya. Namun, tidak ada kata lelah baginya setiap hari dia rela bangun sebelum fajar tiba demi membantu Neneknya memasak makanan yang akan disajikan keesokan hari. Ewok sangat menyayangi Si Mbok, ketika ada langganan wartegnya ingin mempekerjakan Ewok di salah satu proyek bangunan, Ewok menolak. Dia lebih memilih tetap bersama dengan Si Mbok. Ewok sudah menganggap Si Mbok menjadi sosok pengganti Ibunya yang bekerja di Negeri Dua Masjid Suci.

Aplikasi Yu-jek itu ditunggunya dengan sabar. Sebatang rokok filter dihisapnya untuk mengobati bibirnya yang panas akibat bumbu tumisan toge yang terlalu pedas. Kumpulan asap dari mulutnya keluar menyebar tersapu oleh angin yang datang. Duduk di atas jok motor yang terasa panas karena terlalu lama dijemur di bawah teriknya sang mentari. Oman melihat pemandangan lalu lintas Jakarta yang rumit. Satu batang rokok telah habis disesapnya. Keinginan menyesapnya lagi, pupus. Oman teringat bahwa harus hidup hemat, uang kost bulan ini belum sempat dibayar. Jika bulan ini menunggak, air di kamar kostnya pasti akan otomatis mati. Kehidupan di Kota Metropolitan menurutnya sangatlah keras. Mencari pekerjaan sangat sulit. Sulit bagi mereka yang tidak mempunyai keterampilan maupun ijazah.

Walaupun korban broken home, dia tidak sudi duduk di pinggir jalan sambil meminta-minta. Bekerja sebagai driver ojek online membuatnya cukup untuk memenuhi kebutuhan di sepanjang kisah hidupnya. Pergi dari rumah dan hidup tanpa ada semangat dari orang tua, Oman merasa lega. Tidak ada lagi kata-kata yang selalu menekannya. Dia perantau, sejak umur 15 tahun Ayahnya memboyong dirinya menuju kerasnya hidup di Ibukota. Oman dan Ratu telah lama menjadi piatu. Ibunya telah meninggal saat melahirkan Ratu sang adik ketika usia Oman genap delapan tahun. Ting! Aplikasinya berbunyi. Order-an membawa barang langsung diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun