Persetujuan Tindakan Kedokteran pada Organ Reproduksi.
Baik wanita maupun laki-laki mempunyai organ reproduksi, yang berguna pada proses reproduksi manusia untuk menghasilkan generasi penerus. Tanpa organ reproduksi tidak mungkin terjadi penerusan generasi dalam keluarga. Oleh karena itu keberadaan organ reproduksi baik pada wanita maupun laki-laki dalam ikatan suami istri menjadi sangat penting. Sementara itu belum ada  peraturan yang mengatur secara jelas bagaimana persetujuan tindakan kedokteran pada organ reproduksi, bagi pasien yang berada dalam ikatan perkawinan.
Menurut Undang-Undang no 1/1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1) dan perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.(Pasal 6 ayat (1)).
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka setiap tindakan kedokteran yang akan berpengaruh terhadap pasangannya sebagai suatu kesatuan dan tidak bersifat terapi, yang sifatnya irreversible, missal: pengangkatan organ reproduksi yang akan berdampak pada proses regenerasi, Â dokter wajib memberikan penjelasan kepada suami dan istri, dan setiap tindakan kedokteran tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari suami dan istri. Â
Persetujuan pada Program Pemerintah.
Menurut Permenkes PTK Pasal 15: dalam hal tindakan kedokteran yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah, dimana tindakan kedokteran tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak maka persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan.
Tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan program pemerintah tersebut. Salah satu program pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak adalah pemberian imunisasi dasar pada anak-anak. Sehingga pemerintah dapat melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional secara berkala.
Tanggungjawab Persetujuan Tindakan Kedokteran    Â
Pelaksanaan tindakan kedokteran yang sudah mendapatkan persetujuan sepenuhnya merupakan tanggungjawab dokter yang akan melakukan tindakan tersebut, sementara fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit, bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan persetujuan tindakan kedokteran, melalui pembuatan regulasi yang berhubungan dengan proses persetujuan tindakan kedokteran. (Permenkes PTK Pasal 17)
Kekuatan Hukum bagi Dokter atas Persetujuan Tindakan Kedokteran
Selama ini yang dianggap sebagai tindakan kedokteran adalah tindakan yang bersifat operatif, padahal tidak semua tindakan kedokteran adalah tindakan operatif, karena ada tindakan kedokteran yang bersifat administratif. Tindakan kedokteran operatif, misal: pembiusan, sayatan atau penusukan terhadap tuhuh, yang dilakukan oleh dokter dapat dianggap sebagai penganiayaan (Pasal 351 KUHP). Walaupun tindakan tersebut dilakukan oleh dokter, tetap dianggap sebagai penganiayaan, kecuali: (Fred Ameln: Kapita Selekta Hukum Kedokteran- 1991)
- Orang yang yang dilukai tersebut memberikan persetujuan,
- Tindakan tersebut sesuai dengan indikasi medis dan untuk tujuan yang konkrit
- Tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan ilmu kedokteran.