Penyakit yang mempunyai banyak kemiripan gejala dengan penyakit lainnya.
- Penyakit yang memerlukan pemeriksaan penunjang medis berbiaya besar.
- Kebiasaan dokter yang sering memberikan obat-obatan termasuk  antibiotika yang
- berlebihan.Â
Mencari pendapat kedua (second opinion) adalah hak pasien yang sudah diatur pada:
Undang-undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 huruf (b) :
- Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Undang Undang no. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 32 poin h : Setiap pasien memiliki hak: meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.
Permenkes No 4/2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Ps 17 ayat (2) huruf h: Â meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada Dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
Hak Pasien untuk Pendapat Kedua
Banyak pasien (bahkan juga dokter) mempunyai pemahaman yang kurang tepat tentang hak mendapatkan pendapat kedua.  Pasien beranggapan bahwa yang dimaksudkan dengan mencari pendapat kedua adalah: pasien yang merasa kurang yakin dengan diagnosa atau tindakan medis yang akan dilakukan dokter pertama, akan mencari dokter lain dan memeriksakan diri kepada dokter tersebut (dokter kedua), atau dengan berbekal semua dokumen hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan oleh dokter pertama, pergi ke  dokter kedua,  lalu "mengadukan" hasil analisa pemeriksaan dokter pertama kepada dokter kedua, tanpa sepengetahuan dokter pertama. Â
Hal seperti ini dilakukan pasien, selain ketidakpahaman tentang pendapat kedua, juga karena pasien kuatir, apabila berterus terang kepada dokter pertama, akan menyinggung  perasaan dokter pertama, seakan pasien tidak percaya akan kemampuannya dan meragukan hasil diagnosanya, bahkan pasien takut, apabila kelak dokter tidak lagi mau mengobati penyakitnya.
Jika hasil analisa pemeriksaan dokter pertama dan kedua sama, mungkin tidak akan menimbulkan permasalahan, tetapi bagaimana jika seandainya pendapat dokter pertama berbeda dengan dokter kedua? Â Karena dalam dunia kedokteran perbedaan pendapat antar dokter adalah hal yang biasa dan bukan hal yang ditabukan. Perbedaan pendapat antara dokter pertama dan kedua akan menimbulkan permasalahan baru bagi pasien, perbedaan pendapat bisa timbul apabila keahlian atau kompetensi dokter pertama, berbeda dengan dokter kedua, yang akan menyebabkan sudut pandang yang berbeda pula dalam mengatasi suatu penyakit, misal antara dokter spesialis saraf dengan dokter spesialis bedah saraf, sementara pasien kurang memahami keahlian dan kompetensi antara dokter pertama dan dokter kedua.
Untuk mencari dan memilih dokter atau sarana pelayanan kesehatan  adalah  hak pasien, tetapi itu bukan yang dimaksud dengan hak pasien untuk mendapatkan pendapat kedua seperti yang diamanatkan oleh undang-undang.
Pemahaman tentang hak pasien untuk pendapat kedua yang benar adalah:  pasien akan meminta kepada dokter yang sudah memeriksa dan membuat diagnosa bagi dirinya  (dokter pertama) agar mencarikan dokter lain yang memiliki keahlian dan kompetensi yang sama untuk bisa memberikan pendapat kedua, dan dokter pertama secara sukarela akan memberikan pengantar atas analisa dan pandapatnya disertakan pula semua dokumen hasil pemeriksaan penunjang pasien kepada dokter kedua, yang mempunyai keahlian dan kompetensi yang sama dengan dokter pertama. Â