Â
  Tubuh perempuan yang tak lagi remaja itu terhempas. Badannya mendadak terasa berat. Kakinya yang biasa ringan melangkah, seakan tak mampu menahan posisi tubuh agar tetap berdiri. Semua itu hanya karena hal sepele. Ternyata tak selamanya bintang akan bersanding dengan rembulan, justru matahari pagilah yang menjadi pemenang atas keadaan.
   Terlelap dalam waktu yang lama adalah cara mudah melupakan gundah. Berharap mampu mengembalikan rasa lega di hati dan fikiran yang terus saja berkecamuk. Terpanjat doa sebelum terlelap, ruang bawah sadar akan mempertemukan mereka melalui mimpi indah. Namun, akankah realita itu musnah?
   "Na, bangun Na, jangan banyak bermimpi di siang bolong," Mentari membangunkan sahabatnya yang tengah meringkuk di sudut kamar.
   Perempuan yang dipanggil Nana itu hanya tersenyum. Tak membiarkan logika liar temannya memupus rasa yang akan dia pertahankan. Dua Perempuan dengan  kepribadian, prinsip dan gaya hidup yang berbeda meski mereka kerap terlihat bersama.
    Sejurus, keduanya tampak tengah hang-out  di warung kopi kekinian. Letaknya tak seberapa jauh dari kamar yang Nana sewa secara bulanan selama dia berada di Ibukota.
 Asap yang berasal dari  alat elektrik berisi essence aneka rasa mengepul menghias paras cantik Mentari  Prameshwari. Perempuan sosialita dengan latar belakang karier yang luar biasa. Pernah tinggal di luar negeri membalut tampilannya sebagai perempuan modern yang acap kali memperlihatkan sikap dan pemikiran beberapa tingkat diatas posisi emansipasi itu sendiri.
Tawanya tergelak saat Nana bertanya kepadanya kapan dia terakhir jatuh cinta. Buru-buru dia mengangkat cangkir kopi, meneguk dan kembali tergelak.
    "Kamu lagi jatuh cinta?",  matanya menyelidik namun sedikit mengejek.
     Sementara Nana yang ditanya pura-pura sibuk mengabadikan aneka menu makanan yang mereka pesan dengan ponselnya. Bak tradisi gaya hidup zaman now, dimana doa  sebelum makan telah tergusur oleh jepretan lensa kamera.