Alkisah pada jaman masih kuliah. Tersebutlah persahabatan 3 anak manusia Turki (turunan kidul). Saya perempuan tomboy yang sibuk dengan aneka organisasi baik internal maupun ekstra kampus. Sementara dua lainnya berjenis kelamin laki-laki.Â
Persahabatan kami diawali ketika sama-sama aktif di perkumpulan mahasiswa daerah yang berasal dari Tegal (kota maupun kabupaten). Sebagai organisasi primordial, FKMT demikian singkatan nama organisasi itu menjadi ajang melepas rindu terhadap kampung halaman. Meski jarak tempuhnya hanya berkisar 3 jam, tapi agar tercipta kesan mendalam, perantauan tetaplah perantauan. konon katanya demikian.
Sejatinya dari 3 orang diatas , hanya 1 yang asli Turki. Benar-benar kidulnya Slawi. Sebagai perempuan sendiri, saya cukup istimewa. Ibarat kata saya ini indo. Setengah Turki Setengah Kota. Sementara 1 lainnya bingung antara Turki atau tidak, sebab tanah kelahirannya bernama Jenggul, Utara Balamoa.
Kami bertiga pun akrab kesana kemari meski belajar di beda Fakultas. Era tahun 2000-an, sungguh kami masih dihantui minder wardegh manakala ditanya kuliah di mana?. Universitas tempat kami zaman old belumlah sementereng zaman now.
Ibarat penguni negara ketiga yang tetap ingin punya nama dihadapan negara adikuasa (red:universitas ternama). Kreatifitas kami tak kalah juga. Layaknya Gatotkaca yang konon akan disandingkan bersama para the Avenger dalam episode entah. Berharap saja lolos casting dan bukan sebagai figuran dalam jalan cerita.
Maka beredarlah nama keren agar terkesan beken. Alih-alih kuliah di UGM, kami pun mempopulerkan plesetan dengan kependekan dari Universitas Grendeng Mbok. Grendeng , pake R ya..bukan gendeng. Sebab memang sebagian kampusnya berada di wilayah kelurahan Gendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kab. Banyumas Jawa Tengah, kode posnya saya lupa. Tepatnya di Jalan HR. Boenyamin. Monggo di Googling untuk info lengkapnya.
Singkat cerita, waktu pun berjalan sedemikian rupa hingga puasa tiba. Sebagai anak kos, menjalani puasa jauh dari keluarga sungguh terasa beratnya. Sayang waktu itu belum ada Dilan yang bisa berkata, :...berat, biar aku saja.
Tiga mahasiswa Turki pun punya cerita. Sebetulnya cerita lucu ini intinya berasal dari dua laki-laki mahasiswa turki yang saya akrabi. Sebut saja bernama Budi dan Dedi. Secara wajah dan perilaku, Dedi yang 100% Turki tulen, memiliki 100% kadar lucu dibandingkan dengan Budi.
"Piben Wa, wis saur durung?", Logat medok dengan sebutan khas Jakwir cethem diantaranya Wa dan Jon pun keluar dari mulut yang sedikit lancip ditambah tompel di pojok bibir atasnya.Â
Urusan makan, Dedy paling nomor satu. Kalo saja jaman itu sudah ada Kompasianer penggila Kuliner, nafsu makannya bakalan bersaing dengan bozz madyang. Paling bisa diandalkan untuk urusan makan -makan apalagi yang gratisan. Sementara Budi , sedikit kurang doyan makan sesuai dengan postur tubuhnya yang agak "tuying"Â . Dia bahkan sempat divonis mengidap vertigo yang konon disebabkan kurang asupan makanan bergizi.
Saya sempat menduga, salah satu penyebabnya adalah Dedi yang ngembat porsi makan Budi. Nyata, saat kami merealisasikan rencana sahur bersama layaknya sahur on the road yang kekinian. Dedi sengaja mencari warung prasmanan. Agar puas  mengambil porsi nasi katanya . Anehnya giliran sudah sampai di warung tersebut, dia kemudian duduk berlama lama sembari mempersilahkan pembeli lain untuk lebih dahulu. Bolak balik saya tanya, kapan kita sahur ini keburu imsak?