Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Perjalanan Ala Pengembara Spiritual yang Multidimensional

11 Januari 2016   02:18 Diperbarui: 11 Januari 2016   02:52 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="dok.pri : Di lantai teratas masjid Istiqlal berlatar belakang gereja Kathedral (2011)"][/caption]Akhirnya buku yang terbilang fantastis ini bisa saya baca. Itu semua tak lepas dari peran Kang Thamrin Sonata yang menjadi rutin mengirimi saya buku-buku yang sangat menginspirasi. Siang itu buku bersampul biru muda dengan desain sampul depan bergambar masjid  setebal 313 halaman cukup menyita perhatian saya. Bukan tanpa alasan saya dengan gembira menerima buku ini, saya sendiri memiliki rekam jejak mengembara di beberapa masjid meski masih berada di Indonesia

Bukan karena judul bukunya memuat bahasa masjid sehingga terkesan Islami dan berisi unsur Arab maka saya memulai membaca dari halaman belakang. Melainkan karena saya ingin mengetahui testimoni para pembaca terdahulu yang tidak saja berisi cuplikan pesan dan kesan terhadap buku ini. Awal penelusuran pun berlanjut ke halaman pamungkas yang memuat tentang Penulis.

[caption caption="buku mengembara ke masjid-masjid di pelosok dunia karya Bang Taufik Uieks"]

[/caption]

Taufik Uieks, agag susah saya mengeja lafadz namanya. Melihat tahun kelahiran yang tertera kira-kira sebutan Bapaklah yang pantas saya berikan. Tapi melihat tempat kelahiran di Sumatra sana dan untuk lebih mengakrabkan diri, ijinkan saya memanggil dengan sebutan Abang saja. Semoga Berkenan dan lebih mengakrabkan diantara semua yang membaca. Singkat saya ingin mengenal si empunya buku ini. Apapun yang sudah menjadi aktifitas profesi dan keahlian serta latar belakang pendidikan bang Taufik selama ini cukup sekelebat saja saya baca. Tak Sabar rasanya beranjak ke halaman depan buku Mengembara Ke Masjid-Madjid Di Pelosok Negeri. Buku ini terbilang Gres karena cetak pada Desember 2015 yang diterbitkan oleh Peniti Media.

Membaca lembar awal tak berhalaman berupa catatan dari penulis, ada desir tersendiri dari dalam sanubari. Kata pembuka yang sudah tidak asing namun layak diamini oleh hampir semua orang. Bahwasanya Hidup adalah Perjalanan  yang dalam bahasa kerennya sering ditulis Life is Journey. Bagi kalangan pelancong atau yang punya hobby jalan-jalan hingga muncul istilah travelling dan traveller, siapa yang tidak akan berdecak kagum ketika bisa melihat belahan negara lain. Tak sekedar selfie dengan ikon bangunan luar negeri atau latar belakang pemandangan salju semata,  tapi sisi yang berbeda yang justru dihadirkan dalam catatan perjalanan yang ia sebut sebagai pengembaraan.

Penggunaan istilah pengembaraan ini pulalah yang kemudian menghadirkan suasana kebatinan yang lain dari pada yang lain. Hari gini mengembara??!! Dari masjid ke masjid pula,  apa yang sebenarnya dicari oleh seorang Taufik Uieks?. Namun ternyata diakhir catatan penulis itu pula  dia menegaskan kembali bahwa dia adalah seorang pengembara sejati dengan kalimat yang dia rangkai "Bagi seorang pengembara : siapakah yang akan tahu ada dimana kita hari ini?"

Lagi-lagi saya membenarkan apa yang tertulis di halaman berikutnya. Kali ini Sang Editorpun semakin membuat penasaran dengan isi buku ini. Bukan jalan-jalan biasa. Demikian tulis Thamrin Sonata. Dan itu semua meyakinkan saya bahwa dengan membaca buku ini maka saya pun harus bersiap untuk mengembara meski dalam hitungan jam untuk menyelesaikan halaman demi halaman yang memunculkan imajinasi petualangan spiritual dalam benak saya.

Lima Benua,Tak tanggung-tanggung penulis melakukan pengembaraan. Bukan Barang Murah, sebab mengembara di jaman sekarang tidak lagi menggunakan Kuda berpelana apalagi lintas negara di kawasan Timur Tengah, Amerika, Asia, Australia Hingga Eropa. Desir emosi saya menyulut betapa bersyukur saya bisa menikmati hasil pengembaraan dalam sebuah buku dengan harga yang masih terjangkau. Tapi itulah makna sebuah buku sebagai jendela dunia.

Membaca buku ini ibarat tengah membenamkan sebagian wajah dalam jendela yang memperlihatkan gambaran luar biasa tentang keberadaan masjid-masjid yang belum tentu bisa kita datangi. Entah seperti apa ekspresi wajah saya ketika membaca buku ini dalan tiap bab yang dihadirkan. Melongo, tercengang, berdecak kagum dan sekian kali berucap Subhanallah...Terlebih mata kita dimanjakan dengan foto-foto ekslusif berwarna. Tampak Indah dan sempurna sudah rekaman hasil pengembaraan penulis ini tersuguh.

Dari lima bab yang disajikan, Timur Tengah menjadi pembuka pengembaraan. Enam cerita keberadaan masjid tersebut dirangkai apik. Tak saja tentang detail bangunan, namun juga suasana sekitar. Sebut saja masjid yang menghiasi halaman 1 yang bernama Sheik Zayed Grand Mosque yang berada di Abu Dhabi. Bahkan di masjid lain di negara yang sama disebutkan tentang harum dupa yang membawa nuansa sakral sesaat sebelum adzan yang berkumandang dari sebuah rekaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun