[caption caption="dok.edit pribadi"]
Â
Â
[/caption]
Â
Tamita W. no 15
Â
Siang yang panas disebuah sudut kampung Permata Hati. Konon Kampung ini dihuni oleh warga yang pandai merangkai kata. Maklumlah sebagian dari mereka dulunya adalah para pemilik pena berdasi yang acapkali tampil di berbagai trayek bus kota, warung kaki lima atau panggung Agustusan tingkat Desa. Tak banyak dari mereka yang sudah menemukan jatidiri dengan beralih profesi dari mulai menjadi buruh cuci, penjual penthol,bahkan membuka jasa reparasi terima bongkar pasang sendiri, dan lain-lain.
Dari kejauhan tampak terhuyun mendekat perempuan dengan rambut lepek akibat terlalu sering mengoleskan sisa minyak sayur mendatangi arah Jidah mantan kembang Desa. Rambutnya diikat ekor kuda dengan menggunakan karet gelang. Sadar dirinya didatangangi sahabat lamanya yang tampak payah, menghamburlah pekik lantang yang mengakibatkan bunyi kelontang dari rantang kosong yang dipegang untuk wadah ia meminta jatah sayur asem di tetangga sebelah.
" Ya ampun Aliyahh, kenapa tanganmu penuh luka cakaran?" sontak perempuan paruh baya yang konon bersahabat dari zaman baheula melihat lebih dekat tangan yang tak lagi kencang dan penuh burik itu.
sementara si pemilik tangan hanya menangis sesenggukan sambil meringis kesakitan akibat lukanya di pegang jemari yang kasar milik Jidah yang sehari-hari sibuk menjadi buruh cuci spesialis kaos kaki yang bau terasi. Pekik lantang dari mulut Jidah berakibat pada tergopoh-gopohnya dua perempuan lain masing-masing Sarimen, Maesaroh yang sedari tadi sibuk mengupas bawang ikut nimbrung mengerumuni perempuan yang juga sababat karib mereka.
Ya, kelima perempuan itu telah bersahabat sejak lama, Jidah, Aliyah, Sarimen, Maesaroh dan Turili. Persahabatan mereka itu sudah memasuki generasi kelima. Konon Para sesepuh mereka meninggalkan surat wasiat, bahwa harta warisan mereka memang tidaklah cukup untuk tujuh turunan, namun komitmen mewariskan persahabatan pada anak, cucu,cicit, canggah,wareng, udhek-udhek, gantung siwur itulah menjadi bagian peninggalan prasasti kertas melalui baris kata-kata yang disebut prosa lama yang terus-menerus dipegang teguh oleh anak keturunan mereka.
Tak mau kalah dengan Jidah yang tampak menenangkan Aliyah dengan kata-kata mendalam, Sarimen langsung mengusap air mata Aliyah dari pelupuk matanya yang sembab dengan tangan kekarnya karena dulu dia sempat berlatih barbel. Sontak tangis Aliyahpun semakin menjadi, cucuran air matanya deras membasahi pipi. Melihat hal itu, Maesaroh merasa dirinya perlu turut ambil bagian, tangannya pun mengelus rambut lepek Jidah. Lengkaplah sudah derita Aliyah diantara sahabat dekatnya. Tangisnya makin menjadi setelah tangan bekas mengupas bawang milik Sarimen mendarat di pelupuk matanya. Bagaimana tidak?rasa perih bercampur aroma bawang menusuk indera mata dan rongga hidung yang menampung cairan yang tak terbendung. Ditambah dengan rambut yang diusap tangan Maesaroh yang juga bekas bawang. Mahkota perempuan itupun layaknya siap dipemanggangan, ketika minyak sayur bertemu dengan aroma bawang entah seperti apa rasanya. Penderitaan Aliyah pun belum berakhir manakala celoteh panjang lebar dari Jidah yang bermaksud menenangkan justru menjadi perantara percikan buih-buih tipis dari mulut jidah berpindah ke wajah Aliyah.
Sungguh Aliyah sudah membulatkan tekad menyeruak dari kepungan ketiga sahabatnya, Ia teringat penggalan puisi  sesepuh kampung ini yang bernama Eyang Buyut Rangga :
....
Bosan Aku dengan penat,
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika Ku sendiri
....
Pada Zaman dahulu Eyang Buyut Rangga merupakan tokoh tersohor sewaktu mudanya. Beliau memenangkan kontes menulis puisi tanpa sengaja, bahkan beliau enggan menjadi figur yang terkenal. Eyang Buyut Rangga konon merupakan sosok pendiam, misterius dan penggemar karya-karya puisi hebat yang sudah ada terlebih dahulu. Beliau bahkan sempat belajar ke luar negeri. Eyang buyut Rangga inilah yang kemudian melahirkan silsilah keturunan di kampung ini. Jidah merupakan wareng menantu, sebab Jidah menikah dengan keturunan kelima dari Eyang Buyut Rangga yang bernama Dayat.
Bahkan Perjodohan antara Dayat dan Jidah tidak terjadi begitu saja, masing-masing mereka mewarisi sejarah kedekatan. Jidah merupakan salah satu keturunan kelima dari Eyang Buyut Putri Mucintah yang menurut kisahnya sempat dekat dengan Eyang Buyut Rangga. Jadi merupakan hal yang wajar Dayat menikah dengan Jidah yang bernama lengkap Mujidah sebab diantara mereka terdapat benang merah asmara pada silsilah keturunan sebelumnya.
Â
Ah...Aliyah seakan menelusur silsilah perempuan yang kini masih saja berdiri di depannya sembari menghamburkan percikan ludah akibat terlalu lama dia berkata-kata. hal itu muncul dalam benaknya sembari ingin segera mengakhiri kerumunan dasyat dari para sahabatnya.Â
 Tiba-tiba datang tak diundang sosok lugu cenderung wagu dengan wajah tersipu malu sembari mendekap binatang peliharaanya yang  berbulu. Dia pun berkata :
"Aliyah maaf ya, tadi kucingku sudah merepotkanmu"
"Si meong meloncat dari pangkuanku dan mencakar tanganmu karena mencium bau ikan asin yang berasal dari aroma rambutmu" tambahnya tanpa merasa bersalah
mendengar penuturan perempuan berwajah polos tanpa ekspresi itu ketiga perempuan, Jidah, Sarimen dan Maesaroh spontan membalikkan badan,berlalu sambil menggeleng-gelengkan kepalala. Aliyahpun mendekap Turili yang muncul sebagai penyelamat dari kerumunan maut ketiga sahabat mereka.
Keduanya pun berpelukan, Kucing yang berada di dekapan Tuliry meloncat ke tanah, lari menjauh.
Turili melepas pelukan Aliyah dan kembali mengeluarkan kata-kata yang entah lugu entah polos :
"Aliyah lihatt kucingku tidak akan mengganggu lagi sebab kamu memiliki aroma rambut baru...tercium lebih feminim, sudah tidak bau ikan asin lagi.."
"kamu pake minyak rambut merk apa?"
Dengan susah payah Aliyah menahan air matanya agar tidak kembali membuncah
tangannya mengusap rambut dan lalu menciumnya
dengan menahan tangis, Aliyah berlari... dan terus berlari
dalam hatinya ia ingin mencurahkan perasaannya dengan berpuisi
Puisi tentang seseorang yang merupakan karya besar Eyang Buyut Rangga, Sesepuh Dayat.
Ku lari ke hutan, kemudian menyanyiku
Ku lari ke pantai, kemudian teriakku
Sepi-sepi dan sendiri
Aku benci
Aku ingin bingar,
Aku mau di pasar
Bosan Aku dengan penat,
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika Ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai,
biar mengaduh sampai gaduh,
Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih,
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan lalu belok ke pantai
Â
Aliyah terus saja berlari, tak peduli kemana tujuannya
ke hutankah?, kepasarkah? atau ke pantai?
Dia hanya berjanji bahwa persahabatannya dengan kelima perempuan di kampung Permata hati tak akan pudar oleh cobaan demi cobaan yang berasal dari keanehan tabiat ataupun perbedaan kebiasaan masing-masing.Â
Â
keesokan harinya
Kampung Permata Hati dihebohkan dengan bunyi pengeras suara yang berasal dari lapangan sepak bola. Sebagian warga berkumpul mengerumuni panggung kecil yang terbuat dari balok yang bertumpuk. Tanpa karpet merah, tanpa dekorasi yang meriah pak kepala Kampung mengumumkan hal yang oleh sebagian warga ditunggu-tunggu. Dalam rangka napak tilas Jejak leluhur yang merupakan pujangga perangkai kata, sebulan lalu telah dilangsungkan pertandingan atau lomba menyusun kata-kata penuh makna.
Sorak Sorai kalangan ibu-ibu begitu heboh sembari mengelu-elukan nama Jidah
Ya, Jidah dikenal sebagai sosok yang teramat pandai merangkai kata. Bahkan rangkaian kata yang keluar dari mulutnya jika dihitung durasinya mampu bertaham hingga 12 Jam tanpa henti.
Jika rekaman mengumbar kata dari Jidah di transkripkan maka tercipta manuskrip hasil  celoteh yang nyaris berjumlah satu Rim kertas ukuran Folio ditulis dengan huruf Times New Roman dengan spasi 1,5 margin atas, bawah samping kanan dan kiri masing-masing 3.
Namun sekali lagi inilah kompetisi. Siapapun bisa berpeluang menang. Hadiahnya pun  cukup menggiurkan yakni sebuah unit mobil seri terbaru yang bertenaga surya, sehingga tidak perlu kuatir dengan mahalnya bahan bakar minyak. Namun, tentu saja jenis mobil ini tidak bisa digunakan pada saat musim hujan.
Â
"tolong semuanya harap tenang" suara merdu pak Kepala Kampung meredam riuh kerumunan warga
seketika suasana berubah senyap
sebagain diantaranya menahan nafas. Tidak ada lagi saling berbisik menyebut nama
"dan pemenangnya adalah...." Tak mau kalah Pak kepala Kampung membuat penasaran warga dengan menahan nama yang akan disebut
"Daaaaa...yaaaatttttt!!!!" lengking nama Dayat disebut dan seketika memantul di udaraÂ
senyapppp....dan bagai suara lebah semua langsung kasak-kusuk bergerombol
Ibu-Ibu yang sedari tadi menggaungkan nama Jidah tampak saling tengok.
Sebagian saling mencari dimanakah gerangan pemilik nama Dayat?
Kenapa bukan Jidah yang menjadi pemenang?
Kenapa Dayat tidak menampakkan batang hidungnya diantara gerumbul warga?
Ada Apa dengan Dayat??!!
Â
======
penthol : jajanan sejenis bakso yang terbuat dari campuran tepung kanji dan daging, berbentuk bulat atau dicampur dengan potongan tahu diberi bumbu kacang, sambel, saos, kecap bahkan kuah (mirip dengan cilok)
baheula : jaman dahulu kala
burik   : sejenis penyakit kulit atau gudik yang sudah mengering
 canggah,wareng, udhek-udhek, gantung siwur : istilah Jawa untuk menyebut keturunan ke-empat, kelima, ke-enam dan ke-tuju
Â
*******************=****************************
cerita fiksi penggemar ini diilhami oleh film Ada Apa dengan Cinta era tahun 2002
terinspirasi juga oleh puisi yang berjudul Tentang seseorang yang menjadi sequel romansa prosa dalam film diatas
merupakan original mind yang selesai  terselesaikan pada tanggal 8 September 2015
sumber inspirasi ilustrasi  dari sampul DVD film AADC yang diedit sendiri dengan menggunakan foto Dayat dari FB RTC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H