Daftarkan semua orang yang anda kenali di sepanjang kehidupan. Berapa orang dari daftar tersebut yang anda sangat tidak ingin bertemu karena males ngobrol dengan mereka? Mungkin teman kuliah? Rekan kerja? Atasan? Atau malah mungkin mertua atau orang tua anda sendiri?
Dan sekarang, tanyakan, kenapa anda tidak mau ngobrol dengan mereka?
"Ah, males ah, dia kan pendukung politikus itu, pasti pikirannya kolot."
"Emang bapaknya ngerti? Kan dia juragan bakso."
"Ngapain pulkam, paling cuman ditanyain kapan nikah doang."
"Gaguna ngomong sama atasan, gue dianggap kayak angin."
"Capek projek kelompok sama dia. Isinya ngatur orang mulu."
Terdengar familiar? Contoh yang saya sebutkan diatas adalah hanya adalah sebagian kecil dari berjuta alasan kenapa seseorang tidak mau bertemu untuk ngobrol dengan orang lain.
Apakah itu karena perbedaan pandang mengenai politik, tingkat pendidikan yang berbeda, status hirarki yang berbeda atau yang sering adalah lawan bicara yang tidak mau mendengar orang lain, dimana obrolan apapun menjadi sebuah sesi pidato.
Percakapan, adalah sebuah aksi yang sulit dilakukan dengan efektif. Dan banyak yang tidak sadar mengenai hal tersebut.
Saya orang yang introvert, jadi wajar lah saya merasa percakapan itu susah dilakukan, wong menuturkan pendapat aja perlu diulang berkali - kali di dalam kepala sebelum diucapin keluar.
Tapi jangan sangka, orang yang fasih melakukan presentasi di depan umum maupun yang suka  menjadi pemimpin di dalam organisasi, bisa menjadi sosok yang  dihindari banyak orang karena mengobrol dengan mereka akan hanya berakhir dengan perasaan frustasi.
Di satu sisi, kita pernah mengalami obrolan yang menguras kita secara emosi. Tetapi, disi lain pasti kita juga pernah mengalami obrolan dimana kita merasa nyaman, dimengerti, insipiratif dan terhubung dengan lawan bicara kita. Dan kenapa tidak semua percakapan yang kita lalui bisa jadi seperti itu?
Semua keterampilan itu bisa dipelajari. Dan tentunya keterampilan untuk mendirikan percakapan yang koheren dan efektif pun dapat dipelajari.
Saat saya mondar - mandir di Youtube, saya menemukan sebuah video TED talk, yang diisi oleh Celeste Headlee dengan topik yang berjudul "10 ways to have a better conversation", 10 cara untuk melakukan percakapan yang lebih baik. Dan saya yakin, nasehat - nasehat yang di diskusikan oleh Celeste sangat berguna dan dapat diterapkan langsung oleh kita semua.
1. Jangan Menyambi
Jangan multitask. Pasti kita ada saat dimana waktu ngobrol dengan teman, tangan kita gatel untuk buka hp, ngerjain tugas di laptop atau disambi masak nasi goreng di dapur. Jangan melakukan satu hal, dimana anda sedang dalam percakapan dengan orang lain. Kalau anda ingin berhenti ngobrol, berhentilah mengobrol untuk menyelesaikan nasi gorengnya. Jangan setengah - setengah waktu ngobrol, harus totalitas.
2. Jangan Ceramah
"Everyone you will ever meet knows something that you don't." - Bill Nye
Celeste menggunakan kata "pontificate", dan jujur saya bingung bagaimana mau menerjemahkan kata tersebut ke Bahasa Indonesia. Jadi intinya adalah, jangan berbicara kepada orang lain dengan anggapan kalau hal yang anda katakanlah yang paling benar.
Walau kita mempunyai ilmu atau "nasehat" yang kita rasa akan berguna untuk diberikan pada lawan bicara, itu tidak menyimpulkan kalau kita lebih superior, atau lebih unggul dari orang lain. Janganlah kita mempunyai perasaan seperti itu.
Kita perlu memulai obrolan, perlu memasuki sebuah percakapn, dengan anggapan kalau pasti ada seseuatu baru yang dapat dipelajari. Seorang psikolog ternama M. Scott Peck berkata kalau untuk benar - benar mendengar memerlukan mengesampingkan diri sendiri.
Dan kadang, melakukan hal tersebut diperlukannya untuk menyisihkan opini pribadi.
Beliau berkata, lawan bicara dapat merasakan penerimaan tersebut, dan dia lama - lama akan menurunkan pertahanan diri, tidak menjadi defensif, dan akan cenderung menjadi terbuka untuk mencurahkan apa yang ada di lubuk hati mereka kepada pendengarnya.
3. Gunakan pertanyaan terbuka
Untuk hal ini, tirukan wartawan. Mulaikan pertanyaan dengan siapa, apa, kapan, diamana dan bagaimana. Kalau kita memulai sebuah pertanyaan dengan pertanyaan yang menjurus, jawabannya akan menjadi sederhana.
Kalau anda menanyakan teman anda, "Kamu marah ya?" teman anda akan membalas kata yang paling kuat di kalimat tersebut, yaitu "marah", dan jawabannya akan "iya" atau "tidak". "Baksonya enak ya?" akan dibalas dengan "Iya, enak," dan titik.
Biarkan mereka menjelaskannya sendiri. Mereka lah yang mengetahui perasaan, pengalaman atau ilmunya. Coba tanyakan pertanyaan seperti, "Bagaimana perasaan kamu?" "Gimana rasa baksonya?" Dengan begitu mereka akan perlu berhenti sejenak unutk memikirkannya, dan anda akan mendapatkan balasannya yang lebih menarik.
4. Ngalir aja
Artinya, kalau sebuah ide datang ke dalam pikiran, anda perlu melepaskannya kembali keluar. Pasti kita semua pernah mendengar sebuah wawancara di TV, dimana setelah tamu pembicara berbicara untuk beberapa menit, pewawancara tiba - tiba menanyakan sesuatu yang tidak ada kaitan sama sekali dengan apa yang dibicarakan, atau malahan menanyakan seseuatu yang sudah dijelaskan oleh tamunya sebelumnya.
Artinya, pewawancaranya sudah berhenti mendengar lima menit yang lalu karena di perjalanan obrolan muncul pertanyaan yang bagus banget dan sangat terpaku dengan pertanyaan tersebut di pikirannya.
Dan kita melakukan hal yang persis sama. Di tengah obrolan dengan seseorang, kita teringat waktu papasan dengan Raisa dan Hamish yang lagi belanja di toko swalayan, dan kita berhenti mendengar. Bermacam cerita akan datang ke pikiran anda. Anda perlu untuk membiarkan semua itu datang dan keluar kembali.
5. Sadari batas ilmu yang kita miliki
Kalau anda tidak mengetahui sesuatu, katakan bahwa anda tidak tahu. Dan ini berlaku sebagai pendengar ataupun pembicara. Sering kita dalam percakapan, kita mendengar sesuatu yang asing, tanyakanlah, dan klarifikasikan dengan pembicara.
Dan sebagai pembicara, perhatikan hal yang dibicarakan. Sebagai contoh, banyak ahli yang melakukan wawancara di TV atau radio, dimana karena diketahui sedang direkam, akan berhati - hati dalam apa yang mereka akui adalah bidang keahliannya dan apa yang sepenuhnya mereka pasti ketahui. Lakukan seperti itu. Jangan ngomong sembarangan.
6. Jangan samakan pengalaman anda dengan pengalaman mereka
Kalau mereka sedang membicarakan kehilangan seorang anggota keluarga, jangan mulai membicaraakan mengenai saat anda kehilangan anggota keluarga.
Kalau mereka mengeluhkan tentang permasalahaan di kantor, jangan mulai mengeluhkan kesusahan di pekerjaan anda. Pasti berbeda. Tidak akan pernah sama. Setiap pengalaman adalah individu tersendiri.
Dan yang paling penting, momen tersebut adalah bukan mengenai diri anda. Anda tidak perlu menggunakan curhatan atau pembicaraan orang lain untuk membuktikan bagaimana hebat atau sial diri anda. Percakapan bukanlah sebuah kesempatan untuk mempromosikan diri.
7. Jangan mengulang - ulang perkataan
Cobalah untuk tidak mengulang perkataan dalam pembicaraan. Hal tersebut dapat terkesan meremehkan, dan lagi pula, terdengar sangat membosankan.
Kita sering melakukan hal ini terutama di lingkungan kerja dan saat berbicara dengan anak - anak terutama pada situasi dimana kita ingin memastikan hal tersebut tersampaikan, kita terus menerus mengulangnya. Usahakan untuk tidak melakukan itu.
8. Tidak perlu menyebut embel - embel detil cerita
Yang dimaksud disini dari embel - embel adalah tahun, hari, tanggal, nama, dan printilan informasi dari cerita anda. "Aku kemaren ke Dr. Budi yang umurnya 51 tahun pada hari sabtu untuk melakukan operasi usus buntu di kamar operasi 3 lho." Semua detil tersebut tidak perlu disebutkan.
Kalau lawan bicara anda adalah seorang teman akuntasi sehat yang kalo jatuh sakit pun sembuh dengan hanya minum sekoteng, mengetahui ruang operasi mana yang paling nyaman untuk tidur adalah bukan hal yang relevan untuk dibicarakan. Pendengar tidak peduli akan semua embel - embel tersebut. Â
9. Dengarlah
"Most of us don't listen with the intent to understand. We listen with the intent to reply." - Steven Covey
Walau poin ini adalah bukan yang terakhir, tetapi ini adalah yang paling penting dari yang lainnya. Dengarlah. Celeste sangat menekankan bagaimana mendengar adalah yang paling penting, atau yang paling pertama, keterampilan yang kita semua perlu kembangkan.
Kenapa kita tidak mau mendengar sesama lain? Yang pertama, kita mending berbicara. Saat saya berbicara, saya yang memegang kekuasaan.
Saya tidak perlu mendengarkan apapun yang saya tidak ingin dengar. Saya menjadi pusat perhatian. Saya dapat menunjang identitas diri. Tetapi ada alasan lain: Kita mudah terdistraksi. Rata - rata orang berbicara dengan kecepatan 225 kata per menit, tetapi kita dapat mendengar sampai 500 kata per menit.
Jadi, pikiran kita mengisi 275 kata yang tersisa. Dan memang perlu diakui, untuk memberikan perhatian kepada seseorang memerlukan usaha dan akan menguras tenaga, tetapi, kalau anda tidak melakukan itu, anda tidak ada dalam percakapan.
Anda dan lawan bicara anda hanyalah dua orang yang meneriakan kalimat yang tidak ada kaitan kepada satu sama lain di tempat yang sama.
10. Singkatkan
"A good conversation is like a miniskirt; short enough to retain interest, but long enough to cover the subject." - Saudara Celeste
Di bagian terakhir Celeste tidak menjabarkan panjang lebar, tetapi kutipan yang diberikan saudaranya Celeste cukup jelas lah ya.. hehehe.. Jadi kalau dalam melakukan pembicaraan, jangan terlalu diseret untuk waktu yang lama sampai membuat pendengar merasa bosan.
Kesimpulan
Bagaimana? Apakah anda dapat membayangkan menggunakan nasehat - nasehat tersebut untuk memperbaiki percakapan atau melakukan percakapan yang baik? Saya yakin semua yang disebutkan diatas dapat dipraktekan di situasi nyata.
Secara pribadi jujur saya belum mempunyai keterampilan percakapan luar biasa dimana lawan bicara saya sangat terkagum dengan cerita yang saya sampaikan dan merasa terhubung seperti saudara kandung sendiri setelah ngobrol bareng selama sejam di halte bis.
Akan tetapi, saya sadar kesalahan yang telah dilakukan dalam percakapan yang saya sendiri lakukan atapun yang dilakukan orang lain.
Dan saya merasa dengan setiap percakapan yang saya lalui yang memperhatikan nasehat Celeste, saya menjadi lebih peka dengan orang yang berada di lawan bicara. Saya mengetahui sesuatu yang baru dari mereka, apakah itu dalam segi perasaan mereka, pengalaman mereka, atau alasan dibalik sudut pandang mereka.
Celeste menyimpulkan, kalau semua nasehat - nasehat tersebut itu mempunyai dasar konsep yang sama, yaitu untuk menempatkann ketertarikan kepada orang lain.
Dan konsep itu masuk akal. Bagaimana kita dapat melakukan percakapan yang baik, kalau dari awal kita sudah tidak tertarik pada orang tersebut?
Terus terang, nasehat - nasehat ini adalah bukan baku emas untuk mengobrol dengan baik, dan kita tahu kalau percakapan memerlukan kooperasi dari dua pihak, yang akan ujung - ujungnya dapat berkahir sama susah kalau lawan bicara kita tidak mempunyai pendekatan yang sama.
Akan tetapi, lain kali dimana anda mendapat kesempatan untuk ngobrol dengan atasan, orang tua, teman kuliah atau orang asing yang sedang ngantre bareng di toilet, sisihkanlah diskriminasi atau prasangka yang kita miliki mengenai orang tersebut, dan berikanlah ketertarikan pada mereka. Siapa tahu, merasakan ketertarikan anda, mereka akan membalas ketertarikan itu pada diri anda sendiri.
Terimakasih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H